21 Mei

316 47 8
                                    

21 Mei

Hening, kata yang menggambarkan keadaan ruangan Prillya hari ini, yang terdengar hanya alunan keyboard dan mouse yang  ditekan secara bergantian.

Sejak pagi gadis itu sibuk mengerjakan berkas yang seharusnya diselesaikan dalam tiga hari ke depan. Hal itu karena ia akan mengambil waktu besok dan lusa sebagai hari cutinya. Setiap tahun, karyawan yang bekerja di perusahaan Afzali memiliki kesempatan mengambil cuti selama lima belas hari, tentunya diluar weekend dan hari libur nasional.

"Jadwal saya untuk tiga hari ke depan sudah siap?" suara Afzali menginterupsi Prillya. Mau tidak mau gadis itu berdiri dan menyerahkan map kepada bosnya. Lelaki itu berdiri di pintu kaca sekat ruangan keduanya.

"Ini untuk jadwal Bapak, tidak ada jadwal peninjauan atau rapat di luar kantor. Hanya saja ada tiga rapat bersama divisi keuangan, divisi marketing dan HRD, Pak." Prillya menjelaskan secara singkat. Afzali mengangguk.

"Em, Prillya." Panggilan itu membuat Prillya memutar badan mengurungkan niat kembali ke kursi kerjanya.

"Ya Pak? Ada yang Bapak perlukan lagi?"

"Jangan lupa makan siang, selesai atau tidak saya akan menyetujui permintaan cutimu. Saya tahu kalau kamu..."

"Baik, terima kasih, Pak." Prillya tersenyum tulus. Benar-benar menunjukkan rasa terima kasih atas pengertian yang hendak diberikan Afzali padanya. Namun, jika boleh Prillya merasa tidak terlalu membutuhkan tatapan kasihan itu. Ia enggan menerimanya meski itu dari bosnya sekalipun.

"Iya, pulanglah lebih awal dan persiapkan keberangkatanmu." Sekali lagi, balasan Prillya hanya mengangguk diiringi senyum. Afzali pun memilih untuk kembali ke ruangannya, dia sudah mendapatkan apa yang dia perlukan.

Prillya yang telah siap menyapa kursi empuk dengan bokongnya kembali mengurungkan niat. Kali ini bukan Afzali yang mengacau tetapi dering ponselnya. Prillya melihat nama yang tertera pada layar enam inci itu, 'Mama'. Tidak biasanya ibunya menelpon apalagi di jam kerja begini. Melirik ke ruangan Afzali, ia mendapati bosnya tidak ada di kursinya. Mungkin lelaki itu ke toilet atau keluar.

Prillya segera menggeser tombol hijau sebelum dering berakhir. Dan suara halus penuh kasih menyapa gendang telinganya dengan sangat sopan. Mau tidak mau, Prillya melebarkan senyumnya.

"Halo, Ma?"

"Waalaikumsalam, Sayang." Prillya meringis kecil sebelum mengulang kata pembuka komunikasi secara daring tersebut.

"Assalamualaikum, Mama cantik sejagat Bandung," ulangnya.

"Waalaikumsalam Anaknya Mama yang lupa pulang." Jelas, bahwa wanita paruh baya itu menyindir kesibukannya.

"Hehe, tapi kan besok pulang, Ma. Janji tiba tepat waktu sebelum acara."

Suara di seberang sana terkekeh ringan, ditambah suara tertawa yang Prillya kenali, itu suara Papanya.

"Acaranya mulai pukul berapa Ma?" Prillya mendudukkan diri di kursi kecil yang terletak di dekat kaca.

"Sore, pukul empat sepertinya. Nanti juga nunggu kerabat yang lain."

"Acaranya ramai?" tanya Prillya memastikan.

"Tidak seramai tahun lalu, tahun ini keluarga besar saja tetangga paling tiga puluh orang," balas mamanya ringan.

Prillya tanpa sadar merotasi bola matanya. Sedikit katanya? Hellow keluarga besar saja jumlahnya hampir empat puluh ditambah tamu undangan sekitar tiga puluhan? Dan itu dibilang sedikit? Okay, mungkin menurut mamanya itu jumlah yang sedikit.

My Handsome CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang