Untuk L

41 5 0
                                    

Masih teringat jelas tetesan air mata yang jatuh untuk pertama kalinya. Tetesan itu diakibatkan oleh kebodohan, keegoisan, ketidaktahuan.

Rasanya seperti tertusuk oleh anak panah dari busur yang paling kuat.
Terlalu cepat. Sampai-sampai otakku kaku untuk merespon rasa sakit. Namun air mata menetes dengan sebegitu polosnya. Seakan ia dapat mendengar suara hati yang sedang menjerit.

Aku tau, Aku mengerti, Aku sadar. Saat kamu mengatakan "Sampai disini saja" disitulah Akulah menjadi pemeran antagonis dalam ceritaku sendiri, saat menganut namamu.

"Semua ada ilmunya termasuk mencintaimu"

Jika saja,
waktu itu Aku tidak termasuk manusia bodoh. Mungkin Aku akan lebih menghargai keberadaan mu.

Seharusnya,
Aku lebih meninggikan nyaman mu. Daripada egoku.

Andaikan,
Aku meminta maaf atas ketidaktahuanku. Seharusnya kamu adalah cinta pertama dan terakhir.

Untuk kamu tau, meski hanya tiga purnama kita lalui. Aku masih ingat jelas ketika;

Aku pernah memasangkan ring di kacu mu. Meski bukan ring dijari manis mu.

Aku pernah membuat jaket payung saat kita berlari di bawah hujan. Meski pada akhirnya tetap basah.

"Ada pernah, Meski akhirnya harus punah."

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang