Naruto memutuskan untuk membalas kebaikan Sasuke. Biarlah dia berbuat baik sekali saja sebelum kematiannya nanti. Mungkin Tuhan akan memaafkannya dan melemparkannya ke lubang surga atau neraka. Yang manapun oke baginya. Setidaknya, dia tidak berkeliaran sebagai hantu di dunia manusia. Dia sudah lelah dengan manusia dan dunia ini. Dia tidak ingin di sini lagi menjadi sesosok hantu.
Dia memberitahu Sasuke bahwa dirinya ingin tidur. Sebenarnya, yang dia lakukan hanya menutup mata dan memikirkan konsekuensi kejadian tadi. Minato akan kembali mendatanginya lagi dengan kemurkaan yang tiada ampun. Naruto akan bersiap-siap untuk masalah besar yang menantinya. Untuk sekarang, dia akan menikmati rasa lega yang singkat.
Semua ini berkat Sasuke.
Kira-kira cukup lama, Naruto membuka matanya perlahan. Dia disambut cengiran besar Sasuke di depan wajahnya. Naruto merutuk, beringsut mundur. Kepala Sasuke berada di atas lantai sedangkan bahu sampai tubuh bawahnya tenggelam dalam lantai. Sejak kapan dia begitu? Apa dia mengawasinya selama Naruto beristirahat dalam posisi seperti itu?
"Sudah bangun?"
"Bisa tidak jangan mengagetkanku? Bersikaplah jadi hantu yang normal." Naruto beranjak bangun dan pergi ke dapur.
Sasuke mengitari Naruto. "Aku tidak melakukan apa-apa. Lagi pula, tidak ada hantu yang normal. Namanya saja sudah tidak normal. Omong-omong, aku penasaran dan terus bertanya-tanya selama kau tidur. Kau, kan, bisa melihatku, apa kau juga bisa melihat hantu yang lainnya?"
Ah. Benar. Apa dia bisa melihat yang lainnya juga? Karena semalam di apartemennya terus, dia tidak tahu. Dia harap jawabannya, tidak. Melihat hantu yang seperti di film-film horror akan membuatnya terkena serangan jantung. Tapi, itu sepertinya ide yang bagus untuk kematian yang cepat.
"Tidak. Kau sendiri pernah bertemu sesamamu?" Naruto mengambil gelas di rak pengeringan lalu mengisi gelas di keran air.
"Beberapa. Ada yang tidak ada matanya, ada yang—Kenapa kulkasmu tidak dicolok?"
"Menghemat tagihan listrik membantuku makan dua kali sehari." Sambil minum, Naruto membayangkan hantu tanpa mata. Benar-benar menyeramkan. Semoga saja dia tidak berjumpa dengan yang seperti itu. "Kau tidak mengajak mereka berteman?"
"Tidak. Terima kasih. Aku lebih suka tidak mengenal mereka. Mungkin saja mereka arwah jahat yang suka menganggu manusia dan ingin membuatku menjadi salah satu dari mereka. Eh, Naruto. Memangnya daging-dagingmu tidak busuk?"
Naruto mengernyit. Dia dua puluh tahun. Setahunya, Sasuke masih SMA saat meninggal. Bukankah itu berarti dia lebih tua jauh dari Sasuke? Sebelumya, dia tidak memikirkannya. Tapi, sekarang panggilan Naruto dari mulut Sasuke terdengar kurang ajar, ditambah cara menyebut namanya seakan meledek. "Tidak ada daging. Panggil aku yang sopan. Usiaku lebih tua darimu."
Sasuke berhenti mengamati belakang kulkasnya lalu menoleh padanya. "Yang benar?"
"Aku dua puluh tahun."
"Aku enam belas. Kau tidak terlihat dua puluh. Aku pikir kita seumuran."
Mereka saling berpandangan.
"Wah, terima kasih." Naruto berkata dengan cuek. "Dan Kak Naruto untukmu."
Kernyitan Sasuke lebih dalam. "Tidak mau."
"Bagaimana, yah... kau sekarang di apartemenku. Mengingat kau perlu bantuanku dan ingin jawaban dariku. Alangkah baiknya, jika kau mengikuti perkataanku."

KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You and Goodbye
FanfictionNaruto berdiri di atas jembatan, tiba-tiba seorang pria asing menariknya jatuh hingga kepalanya terbentur. Dari sanalah akar permasalahan. Kepalanya yang terbentur membuat Naruto bisa melihat sesosok hantu. Dia ketakutan setengah mati. Apalagi si ha...