Naruto membelalakkan mata. Itachi bercanda, ya kan? Tapi ekspresi menunjukkan dia serius.
Ciuman?
Pikirannya melayang bagaimana Minato menciumnya dengan kasar, bagaimana bibirnya digigit karena menolak, bagaimana setelahnya bibirnya berdarah, dan bagaimana tamparan ketidakpuasan yang akan diterimanya.
Jemari Naruto bergetar. Itachi bukan Minato. Mereka jauh berbeda. Itachi tidak akan memaksanya bila dia enggan. Dia tidak akan menamparnya karena merasa tidak puas. Dia tidak akan melewati batas. Ya. Itachi bukan orang bajingan itu. Dia bisa melakukannya. Hanya ciuman, tidak lebih. Tidak masalah. Meskipun laki-laki.
Tapi kenapa ciuman?
Ayolah, Naruto kau bisa melakukannya. Dia menyemangati dirinya sendiri. Kau melakukan ini demi Sasuke.
Naruto melangkah maju, wajahnya mendekat, matanya menatap Itachi, lalu berjinjit, dan menutup mata.
"Hentikan."
Itachi menyuruhnya berhenti. Naruto membuka mata. Itachi memegang pipinya. "Pulanglah sebelum gelap."
"Apa?"
"Lupakan soal tadi. Maaf membuatmu bingung."
Ya, dia bingung, sungguh bingung dengan tingkah Itachi. Tapi tak bisa dipungkiri, kelegaan tidak perlu mencium pria itu ada. Naruto menurunkan jinjitannya, melangkah mundur, lalu berbalik badan. "Baiklah. Aku pinjam toiletmu lagi ya setelah itu aku pu... " Dia membalikkan badan. "Lang—astaga!"
Sejak kapan Sasuke dan Mikoto berdiri di belakang mereka?
Apa mereka melihat semuanya?Mikoto terlihat pucat. Tubuhnya kurus hingga tulang selangkanya terlihat jelas dari dress selutut berkerah lebar yang dipakainya. Matanya cekung dan bawahnya menghitam. Tatapannya sayu seolah-olah mata itu tidak ingin membuka lagi. Bibirnya pecah-pecah. Dia tidak terlihat seperti istri Sang Presiden yang elegan dan berkilau saat pelantikkan yang dia lihat sekilas di televisi. Kondisinya lebih parah dari Sasuke katakan. Laki-laki itu berdiri di belakang ibunya. Menatap Naruto dan Itachi bergantian.
"Bu? Ada apa?" Itachi berjalan melewatinya, menuntun Mikoto duduk di kursi.
Sasuke terbang ke sisinya, berbisik, "Kalian habis ngapain? Suasananya tidak nyaman."
Naruto mengabaikannya. Fokusnya tertuju pada Mikoto.
"Kepala ibu pusing. Ingin minum obat tapi tidak ada air."
Itachi mengambil gelas, mengisinya dengan air, dan memberikannya pada Mikoto.
Mikoto meneguk air sambil menatap Naruto kemudian tersenyum. Naruto balas tersenyum, tapi senyum yang kaku. Dia bertemu langsung dengan Ibu Negara! Wajah Mikoto sebenarnya cukup cantik di usianya yang tidak muda lagi. Tapi, penampilannya yang tidak terawat menandakan kesedihan telah berperan banyak. Dengan perawatan dokter kecantikan terbaik tentu mampu mengembalikan semuanya, tapi Naruto ragu dengan kekosongan di mata Mikoto, dia masih memikirkan penampilan.
"Siapa perempuan manis ini? Kenapa berdiri? Duduklah." Suaranya lemah, tapi penuh kehangatan membuatnya Naruto teringat pada ibunya.
Naruto membungkukkan badan sedalam-dalamnya. Yang dihadapinya adalah Ibu Negara, dia harus hormat. "Aku Namikaze Toruna. Senang bertemu dengan anda."

KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You and Goodbye
FanfictionNaruto berdiri di atas jembatan, tiba-tiba seorang pria asing menariknya jatuh hingga kepalanya terbentur. Dari sanalah akar permasalahan. Kepalanya yang terbentur membuat Naruto bisa melihat sesosok hantu. Dia ketakutan setengah mati. Apalagi si ha...