The beginning after the end 2

446 60 0
                                    

"Apa kabar?" Sean membuka suara, memecah keheningan keduanya yang bertahan selama sepuluh menit.

Selene membalas pertanyaan Sean dengan canggung. "Baik, lo gimana?"

"Baik, tapi nggak sebaik lima belas tahun lalu." ucap Sean membalas pertanyaan basa-basi yang dilontarkan Selene.

Selene mengangguk, "Soal tadi ... nunggu keputusan papa, ya? Gue beneran baru balik, masih belum ngerti cara kerja perusahaan papa." ujar Selene pada Sean.

"Iya, santai aja. Ngomong-ngomong, Lo kemana aja? Gue nyari Lo." mulut Sean akhirnya mengucapkan kalimat yang selalu ia gumamkan bila merindukan wanita di hadapannya ini.

Ingatan Selene kembali terputar di malam itu, saat dimana persahabatan mereka berakhir begitu saja. "Belanda, kan gue udah bilang malam itu. Jangan pernah cari gue."

"Maaf, gue bener-bener minta maaf. Gue nggak berpikiran kalau Lo pergi beneran." ucap Sean menyesal.

"It's okay. Gue juga minta maaf, mungkin yang Lo bilang benar. Gue nggak ngerti apa itu cinta dan gue terlalu sering bareng Lo, mungkin iya kali ya, Gue penghambat usaha Lo deketin Gauri." balas Selene.

Jujur saja jika lima belas tahun lalu ia penuh emosi, bahkan sepuluh tahun lalu ia masih emosi bila keluarganya menengoknya ke Belanda dan menyebut nama Sean ia akan emosi. Sekarang ia merasa sudah dewasa, kekanakan bila masih emosi tentang hal sepele itu.

Hening kembali menyelimuti, sean tidak menanggapi ucapan Selene. Ia kira Selene akan memakinya habis-habisan atau menolak berbicara dengannya. Justru respon Selene sangat tenang, semakin membuat rasa bersalah di hati Sean menumpuk.

"Udah yuk, pulang. Mau sampai kapan duduk dan diam di sini?" kini giliran Selene yang memecah keheningan, gadis itu paham bagaimana perasaan tak enak Sean.

Sean mengangguk, merapihkan beberapa kertas dokumen yang ia tunjukkan tadi. "Lo bawa mobil sendiri?" tanya Sean.

Selene menggelengkan kepala, "Nggak, Mama khawatir gue nggak kebiasa sama lalu lintas Jakarta, yah gue akuin emang asing sih, maklum lima belas tahun gue nggak pulang." balas Selene sambil terkekeh konyol.

"Gue anter ya?" tawar Sean.

Selene kembali menggelengkan kepala, "Nggak usah, udah ya gue duluan. Grab udah di depan." pamit Selene menenteng tas berisi dokumen.

Sean hanya melihat pundak milik Selene pergi menjauh, tanpa niat mengejar atau memanggil nama sang pemilik.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, langit jingga sudah berubah gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam, langit jingga sudah berubah gelap. Sean terduduk di sebuah meja makan dengan seorang remaja pria.

"Gimana sekolahnya, Jen?" tanya Sean membuka topik.

"Biasa aja." balas remaja yang dipanggil Jen itu.

Sean mengangguk, merasakan atmosfer canggung yang sudah tidak asing lagi, putranya selalu membalas dengan dingin, ia bahkan tidak begitu dekat dengan Jean, putranya.

Mereka melanjutkan makan malam mereka tanpa membuka topik bicara, hanya dentingan sendok dan garpu yang beradu mewarnai apartment milik Sean.

Sementara itu, di kediaman Selene juga sedang duduk di meja makan dengan pasangan paruh baya.

"Mama tuh seneng banget kamu pulang, lima belas tahun makan di sini cuma sama papa kamu tuh bosen, Sel." ujar wanita paruh baya.

"Jadi gitu? Dulu waktu Selene masih kecil aja minta dinner berdua terus." timpal si pria paruh baya.

Ketiga orang itu tertawa, merasakan suasana hangat yang tercipta dari pasangan yang merupakan ayah dan ibu Selene. Keputusan yang tepat untuk pulang ke Indonesia.

"Meeting hari ini gimana? Bukannya papa berharap kamu dapetin proyek, cuma tanya gimana kesan kerja di sini?" sang ayah kini membuka percakapan serius, membuat ibu dari Selene berdecih tidak suka.

"Jadi ngeremehin Selene gitu? Lihat tuh mah, papa gitu." adu Selene pada sang ibu dengan maksud bercanda.

Baru saja sang ibu ingin membuka suara, sang ayah mendahului. "Pertama mah, ini gapapa bahas ini, nggak terlaku berat kok bahasan ini. Kedua, papa nggak ngeremehin kamu, Sel."

Selene tertawa jail, "Iya, Selene ngerti. Investor nya suka sama design yang Selene kasih, cuma ..." ucap Selene terhenti karena sang ayah berbicara.

"Cuma investor suka sama perusahaan Sean?"

Selene mengangguk, ayahnya sepertinya tahu hal ini.

"Sean? Kamu ketemu Sean? Dia sekarang gimana? Udah lima tahun dia nggak kesini." kini sang ibu yang akhirnya membuka suara, setelah sebelumnya fokus pada piring di hadapannya.

Well, yang Selene ketahui dari sang ibu, Sean selalu datang ke rumah, selalu mencari Selene dan selalu membawa kue setiap hari ulang tahun Selene.

"Mama bentar dulu, ini lagi bahas bisnis. Iya, Pa investor suka perusahaan Sean dan minta kita kerjasama sama Sean, keputusan papa gimana?" ucap Selene bertanya pada sang ayah.

Sang ayah mengangguk. "Papa terserah kamu. Kalau kamu mau ya ambil aja, kalau nggak ya gausah." jawab ayah Selene enteng.

Selene terdiam, cukup terkejut dengan jawaban ayahnya yang terkesan main-main.

"Ambil aja, Sel. Sean 'kan sahabat kamu, jadi nggak canggung dan segan. Udah gitu bisalah dia bimbing kamu." timpal sang ibu.

Ucapan sang ibu direspon acuh oleh sang Ayah dan Selene hanya berpikir dan mempertimbangkan ucapan ibunya.

The End Of Our Friendship ( Seulhun ft Jeno )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang