flashback

290 58 0
                                    

Remaja pria bernama Sean memasuki ruang kelas dengan malas, ia duduk di meja paling depan, hanya itu yang tersisa, salahkan saja dirinya sendiri yang menonton pertandingan bola semalam.

Mata Sean memandang sekitar ruang kelas, mencari keberadaan Selene. Saat ingin bertanya pada teman seorang guru datang dan memulai kegiatan belajar mengajar.

"Itu siapa yang kepalanya di meja?" tanya sang guru menunjuk bangku di sudut kelas.

Pandangan semua murid menuju pada seseorang yang dimaksud, seseorang itu mengangkat kepalanya, Selene dia Selene sahabat Sean tapi dengan penampilan yang err cukup berantakan dengan mata sembab.

Kegiatan pembelajaran pun berlangsung, Sean mendengar penjelasan guru, meski pikirannya menebak apa yang terjadi pada Selene.

Setelah tiga jam akhirnya kegiatan yang membosankan itu berakhir, guru keluar dari kelas, begitupun sebagian murid beralih ke kantin menyerbu aneka jajanan.

Sean menghampiri Selene yang menyembunyikan wajahnya.

"Sel, Lo kenapa?" tanya Sean.

Tidak ada jawaban dari pertanyaan Sean. Remaja itu melirik seorang murid di depannya, mengisyaratkan titah pergi agar bisa berbicara leluasa dengan Selene.

"Selene, gue tanya sekali lagi. Lo kenapa?"

"Lo bisa diem nggak?! Gue pusing." pekik Selene mendongakkan muka.

Sean memandang Selene, sahabatnya itu terlihat berantakan. Mata sembab dan hidung yang memerah bekas air mata.

"Lo kenapa? Gue bakal diem kalau Lo jawab." ujar Sean pada sahabatnya itu.

Selene diam, air matanya kini keluar kembali membuat reflek Sean mengusap air mata yang mengalir di pipi Selene menggunakan jarinya.

"Sel, Lo gabakal ngerasa baikan kalau cuma diem dan nangis. Gunanya ada gue di hidup Lo buat bagi cerita Lo."

Selene menyingkirkan jari Sean dari pipinya, mengusap kasar pipi bekas air mata yang sudah kering karena Sean.

"Gue takut, semalam ada ambulance ke rumah. Terus ..." ucap Selene menjeda kalimat.

"Terus gue lihat mereka bawa kak Serin." lanjut Selene.

"Kak Serin sakit?" Sean menanggapi.

Selene menggeleng menjawab Sean.

"Gue nggak yakin, cuman ini pikiran terburuk gue soal kejadian semalam."

Sean menaikkan alis bingung dengan ucapan Selene.

Selene mendekatkan bibirnya pada telinga Sean. "Kak Serin nekat ngehabisin dirinya sendiri, dia hamil." bisik Selene.

Sean terkejut mendengar ucapan Selene. "Lo nggak becanda 'kan?" pekik Sean.

"Lo kira ini lucu buat becanda?! Lo pikir ini lucu sampai gue ketakutan?"

Sean menggeleng, Selene bukan orang yang sembarangan menjadikan sesuatu sebagai candaan.

Tangan Sean menggenggam tangan milik Selene. "Nggak, semua cuma pikiran Lo aja. Mungkin kakak Lo sakit-"

"Perhatian kepada ananda Selene Nameera 10 B dimohon menuju ruang kesiswaan sekarang. Sekali lagi, kepada ananda Selene Nameera dimohon menuju ruang kesiswaan, terima kasih."

Selene menatap Sean takut, entah mengapa ia merasa kemungkinan terburuk itu benar.

Sean makin menggenggam tangan Selene erat. "Ayo ke sana, gue temenin. Lo jangan mikir yang aneh-aneh dulu."

Selene mengangguk dan pergi bersama Sean.

Selene kini berada di ruang kesiswaan bersama seorang guru dan pamannya yang datang menjemput, mengabarkan kabar duka. Kakak Selene meninggal dunia satu jam yang lalu. Air mata Selene keluar begitu saja, kemungkinan terburuk itu menjadi nyata.

Selene pulang bersama pamannya, ia tak menyadari keberadaan Sean yang menunggu di luar ruangan tadi. Ia terlalu takut dan kalut.

Selene menangisi gundukan tanah dengan taburan bunga segar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selene menangisi gundukan tanah dengan taburan bunga segar.  Selene menangis, masih tidak terima sang kakak pergi selamanya.

Sean datang setelah lama mengamati, pria itu ikut duduk di samping Selene, memegangi bahu Selene yang bergetar.

"Ayo pulang, udah sore. Jangan buat orang tua Lo khawatir, Sel." ucap Sean menasehati.

Selene mengangguk, menghapus jejak air mata dan berdiri. Begitupun Sean, lelaki itu memandu perjalanan pulang.

Mereka berjalan kaki menuju rumah Selene, jarak yang jauh. Beginilah resiko ingin berada di makam lebih lama.

Sean memandang Selene yang melamun, ia menghentikan langkahnya, membuat Selene juga berhenti karena tangan mereka bertaut.

"Berhenti bentar, Lo pasti capek." ujar Sean duduk di bangku taman yang sepi.

Selene mengikuti Sean. Ia duduk dan lagi-lagi air matanya keluar.

"Sel, gue punya pundak yang bisa Lo buat sandaran, gue juga punya tangan yang bisa nenangin Lo. Gue juga punya telinga yang bisa dengar semua yang Lo rasain. Dan Lo punya mulut yang bisa jelasin perasaan Lo gimana."

Selene menatap wajah teduh Sean yang berbicara tadi. Ia membawa dirinya pada Sean, menyandarkan kepala pada bahu Sean dan tangan Sean menepuk pelan kepala milik Selene.

"Ian, yang gue punya cuma kak Serene saat mama sama papa sibuk, yang bisa gue andelin cuma dia. Kak Serene contoh buat gue, gue takut. Gue takut gimana kehidupan tanpa dia, gue takut gue bingung, gue bingung apa yang harus gue lakuin."

"Sel, ada gue."

Kalimat singkat yang diucapkan Sean membuat Selene melepas pelukannya.

"Gue bakal nemenin Lo, kemana aja. Kecuali kamar mandi sama rumah tentunya." Sean menjabarkan ucapannya tadi yang terkesan ambigu.

"Lo kenapa baik banget sih?" tanya Selene heran.

"Karena Lo satu-satunya orang yang biasa aja setelah tahu keadaan gue gimana." balas Sean.

Selene menatap Sean ragu, tapi Sean terlihat tulis di mata Selene. "Yaudah, Lo yang nawarin loh ya? Awas aja kalau gue minta temenin Lo ngomel-ngomel."

"Iya, non." ucap Sean mengejek disertai senyuman.

"Ian," panggil Selene.

Sean mengangkat alisnya bingung, kenapa tiba-tiba Selene memanggilnya jika ia berada tepat di samping Selene.

"Apapun masalah Lo, janji ya. Jangan pernah lampiasin ke minuman keras atau tempat yang jualan itu."

Sean mengangguk, ia juga tidak mau berhubungan dengan hal yang Selene sebutkan. Ia mengenal seseorang yang kecanduan benda itu, akhir kisahnya  hancur dan menghancurkan kehidupan orang lain.

The End Of Our Friendship ( Seulhun ft Jeno )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang