Special Chicken - (Gembla)

849 59 0
                                    

"Aku pulaaaaang~" Blaze memasuki rumah sambil melompat-lompat kecil menuju dapur.

"Eh, udah pulang." Gempa yang sedang mencuci piring menoleh. "Makan dulu sana. Ada kari ayam tuh."

"Waw, mantap nih! Serbuuuu!"

Blaze pun makan dengan lahap ditemani Gempa yang duduk di depannya memperhatikannya makan.

"Gimana? Enak?" Tanya Gempa setelah Blaze menghabiskan makanannya.

"Enak banget, Gempa! Bumbu karinya ngeresep banget sampe tulang-tulang ayamnya."

"Bumbunya sih nggak ada yang berubah dari sebelumnya kok." Senyum Gempa mengembang. "Tapi kali ini ayamnya spesial."

"Spesial?" Blaze sedikit terenyuh.

"Iya, tadi baru dapet ayam kampung. Langsung dari kandangnya. Jadi kali ini aku motong sendiri."

Blaze pun menjatuhkan gelasnya hingga pecah di atas meja dengan wajah kosong. Gempa kaget namun ia lebih kaget lagi saat melihat air mata Blaze yang berderai.

"Ayamkuuuuuuuuuuuuuu!!! Huaaaaaaaaa! Gempa jelek!" Blaze pun menangis seraya berlari meninggalkan Gempa.

"Eh, Blaze! Tunggu!" Gempa segera mengejar Blaze.

Blaze terus berlari sambil menangis meratapi nasib ayamnya yang sudah menjadi menu makan siang dan masuk ke perutnya. Karena itu ia tidak fokus saat berlari hingga menabrak Halilintar yang baru pulang hingga keduanya terjatuh.

"Aduh! Apa-apaan sih, Blaze?! Eh?" Halilintar yang hendak memarahi Blaze dikejutkan oleh Blaze yang malah memeluknya sambil menangis.

"Huaaaaaaa ... Hali ... Hiks ... Gempa kejam ... Ayamku dihukum mati ... Hiks ... Huaaaaaa ...."

Halilintar mengernyitkan dahinya namun kemudian tatapannya meneduh. "Udah, jangan nangis. Besok kubeliin lagi."

Blaze pun berhenti menangis lalu menatap Halilintar dengan wajah berurai air mata. "Beneran?"

"Iya, beneran. Udah, jangan nangis lagi." Halilintar menepuk-nepuk punggung Blaze.

Tak lama kemudian pandangannya beralih pada Gempa yang baru muncul di hadapan mereka.

"Kenapa kamu masak ayamnya Blaze? Kenapa nggak beli aja di pasar? Tiga puluh juta sebulan dari ayah emangnya nggak cukup buat menu makan kita?"

"Nggak! Blaze salah paham. Aku nggak masak ayamnya dia. Beneran."

Blaze menatap Gempa sendu. "Tapi tadi kamu bilang ayamnya dari kandang."

"Semua ayam juga dipiara di kandang. Masa' di comberan?" Timpal Halilintar.

"Bukan gitu juga, Hali. Jadi gini, Blaze. Tadi itu aku diundang ke rumahnya Kakek Haryanto. Nah, ternyata aku dikasihin ayam dua ekor. Dikari deh."

"Ooh ... Lagian kamu sih! Pake bahasa ambigu gitu! Ayam kan separuh jiwaku, Gempa! Bisa-bisanya kamu bikin aku olahraga jantung sore-sore gini." Blaze menarik napas lega.

"Baguslah masalahnya udah selesai. Sekarang bangun dong. Berat nih." Suruh Halilintar yang masih ditindih oleh Blaze.

"Hehehe. Maaf, Hali." Blaze pun bangun lalu membantu Halilintar untuk berdiri.

"Berhubung tetek bengek unggasnya udah kelar aku mau mandi." Halilintar pun meninggalkan mereka.

Selagi melihat Halilintar yang semakin menjauh tiba-tiba Blaze dikejutkan dengan usapan di pipinya. Ia pun menoleh dan tampak Gempa tengah mengusap air matanya.

"Maaf ya."

"Nggak apa-apa. Aku juga minta maaf."

"Minta maaf buat?"

"Tadi aku bilang kamu jelek. Sebenernya kamu ganteng kok. Kamu nggak pernah jelek."

Gempa terkekeh lalu mengecup pipi Blaze. "Makasih, Blaze."

Wajah Blaze pun memerah. Akhirnya Gempa berjalan dengan diikuti Blaze yang memeluknya dari belakang seperti sedang main kereta-keretaan.

END

BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang