3

26 7 0
                                    

Jangan lupa vote!!

***

Ditengah malam yang sepi Sara tengah menonton anime sendirian didalam kamar. Seperti malam-malam biasanya, hanya Sara lah yang merasa sepi. Karena diluar terdapat belasan anak laki-laki yang sedang bernyanyi tidak jelas dengan alat seadanya yang dipukul dengan asal.

Sara pernah berpikir untuk pindah kosan. Hanya saja bi Mumun selaku pemilik kos sangat baik padanya. Ia mungkin tidak akan pernah mendapatkan ibu kos sebaik bi Mumun diluar sana.

Suara ketukan pintu terdengar, membuat Sara dengan malas membukanya. Siapa yang menganggu waktunya menonton dimalam seperti ini? Ah, mungkin bi Mumun. Soalnya hanya beliau yang sering melakukan hal itu.

Tapi ternyata tebakannya salah. Saat ia membuka pintu yang ia dapati malah salah satu teman kos yang entah siapa namanya berdiri didepan pintu.

"Kenapa?" tanya Sara tanpa ekspresi. Bagaimana orang lain ingin berbaur dengan Sara, jika gadis itu nampak enggan untuk sekedar basa-basi.

"Dihalaman bi Mumun sama semua anak kos lagi ngadain bakar-bakar. Tadi sore bi Mumun menang arisan. Jadi bi Mumun suruh gue jemput lo biar gabung sama yang lain," jelasnya.

Bi Mumun memang selalu memiliki cara agar Sara dekat dan bisa berbaur bersama anak kost lain. "Apa gue punya pilihan buat nolak?"

Gadis itu mengangguk. "Ada, cuman kalau lo masih punya perasaan harusnya nggak enak hati. Bi Mumun itu udah baik banget sama kita. Ya, kali lo gak mau dateng diacara kecil-kecilan dia. Lagian semua ikut, Sar. Kecuali bang Bian yang baru balik kerja karena lembur."

Mengingat nama Bian, Sara jadi ngeri sendiri. Meskipun ia jarang berbaur, tapi ia tidak tuli. Bian, laki-laki yang sudah hampir memasuki usia kepala tiga yang sampai saat ini tidak kunjung menikah. Menurut gosip beredar, laki-laki tua itu sering menggoda para gadis kosan yang kebetulan tengah sendiri.

"Gue tau lo bakal takut kan sama dia?" tanya gadis itu tepat mengenai sasaran. Ia terkekeh melihat raut wajah Sara yang berubah saat ia mengatakan nama Bian. "Kunci kamar lo dan kita keluar bareng-bareng," lanjutnya lagi.

Dengan terpaksa Sara menurut. Berada ditengah keramaian rasanya lebih aman dibanding berduaan di kosan bersama Bian. Meskipun ditempat yang berbeda.

***

Aksa dengan santai keluar dari kamarnya seolah beberapa jam yang lalu tidak terjadi apa-apa dirumah, atau dikamarnya. Langkah laki-laki itu membawa tubuh tinggi Aksa kearah kamar sang kembaran yang tepat berada disamping kamar yang ia tempati.

Dengan tidak tahu sopan santun, Aksa masuk begitu saja tanpa permisi. Membuat Akra yang tengah membaca komik terbaru ia beli kemarin lewat aplikasi belanja online menjadi terganggu.

"Lo gak bosen baca buku mulu dari bayi?" tanya Aksa heran. Sepertinya jika Akra dibuang kehutan lalu diberikan ratusan buku, laki-laki itu lebih memilih diam disana daripada kembali ke rumah.

Dari kecil Akra memang suka membaca, tapi tidak sejak bayi juga. Dibanding Aksa, Akra lebih dulu bisa membaca, sedangkan Aksa lebih unggul dibagian menghitung.

"Bener kan omongan gue tadi? Walaupun lo gak ngadu, tapi ada Bu Wati yang ngadu. Jadi lah gue gak dikasih kebebasan sekarang. Boleh main keluar kalau udah selesai belajar. Terus balik gak boleh lewat jam delapan. Gue berasa anak ABG baru puber," curhat Aksa dengan wajah menyedihkan.

"Tapi gue setuju sama keputusan Bunda sama Ayah. Hidup tuh perlu aturan, Sa. Lo hidup seenak dan semau lo mulu. Nakal boleh, bego jangan. Makanya biar gak bego harus banyak belajar," ucap Akra perhatian. Meskipun kadang Aksa sangat menyebalkan. Tapi tetap saja, Aksa adalah saudaranya sendiri.

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang