"Thal lo udah kerjain tugas Ekonomi belum?" Tanya Ara, teman satu kelasnya yang kini tengah berdiri dihadapan Athala.
"Thal... Hello..."
"Iye-iye udah Ra," Ujar Athala lalu dengan sangat malas mengambil bukunya di tas. "Nih," Kata Athala yang kembali menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.
"Thankyou Thal," Ujar Ara mengambil buku milik Athala dan menatap bingung gadis tersebut. "Lo gak tidur Thal semalem?"
Tanpa tenaga Athala hanya bisa menggeleng lalu dengan sigap mengacungkan tangannya membentuk sinyal agar Ara pergi. "Udah sana Ra, gue mau tidur." Usir Athala terang-terangan karena ia sangat hapal apa yang akan Ara lakukan.
Ara pasti akan mulai menasehatinya dan menyebut Athala tidak sayang pada tubuhnya sendiri. Ara juga akan menjelaskan dampak begadang atau kurang tidur pada tubuhnya.
Awalnya Athala merasa senang karena Ara sudah repot-repot menasehatinya. Namun entah kenapa lama kelamaan hal itu terdengar menjengkelkan. Yang bisa ia lakukan hanya menyalahkan Athala atau bahkan hanya menasehatinya. Ia tau hal itu baik namun Athala sudah muak. Yang ia butuhkan adalah saran agar dirinya harus bagaimana, bukan hanya kalimat cercaan yang pasti ujung-ujungnya.... "Tinggal merem apa susahnya,"
Cukup, Athala sudah hapal dan muak mendengar hal itu.
Padahal seandainya Ara tau, Athala sudah mencoba banyak hal. Mulai dari meminum obat tidur illegal yang ia beli secara online, tidak minum kopi seharian, mematikan lampu sebelum tidur, tidak bermain ponsel empat jam sebelum tidur, semua hal telah ia lakukan namun sampai saat ini belum berhasil.
Otaknya seakan tidak membiarkan dirinya untuk tertidur walaupun tubuh Athala sudah sangat lelah. Yang dilakukan otaknya malah terus ribut, dan ribut didalam kepalanya.
Selanjutnya pelajaran demi pelajaran ia lalui dengan rasa kantuk yang masih bersarang. Namun ketika bel menunjukan jam pulang, mata Athala langsung berbinar. Ia sudah lamgsung membayangkan tidur di kasurnya yang empuk.
Dengan sigap Athala mengemasi barang-barang miliknya lalu bersiap pergi. Ia bahkan sudah berpamitan dengan teman-temannya yang rencananya mereka akan nongkrong dulu.
Athala tidak tertarik untuk ikut. Yang dipikirkannya hanya tidur, tidur dan tidur. Saat berjalan melewati lorong sekolah langkah Athala terhenti tiba-tiba. Ia merasa ada seseorang yang berjalan mengikutinya.
Dengab perlahan, tubuh Athala berbalik. Didepannya sudah berdiri Arkan dengan tatapannya seperti biasa, datar namun menusuk.
Athala berdecak karena tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Oh shit iya gue lupa ya ampun. Ah please lah kak gue absen hari ini." Ujar Athala menunjukan wajah memelas. "Lo gak liat wajah gue udah pucet kayak gini?"
Arkan menaikkan sebelah alisnya.
Melihat ekspresi Arkan yang seperti itu, Athala menghembuskan napasnya gusar. "Kak liat deh, gue lagi sakit nih."
"Sakit?"
"IYA!" Jawab Athala antusias. "Badan gue lagi gak enak, makanya ijinin gue pulang ya? Ada atau enggaknya gue di osis kan juga gak ngaruh. Lo gak bosen apa liat gue bakalan tidur di ruang osis lagi?"
"Kemarin kayaknya lo baik-baik aja,"
Ah, Athala mendengus kesal. "Kan itu kemarin, yaampun." Ujar Athala masih berusaha sabar. Namun, sifat Arkan yang seperti ini membuat emosinya naik. "Yaudahlah kak kalau mau di skors juga bodo amat ah, gue mau balik."
KAMU SEDANG MEMBACA
RAIN AND TEARS
Teen FictionCerita ini tentang Athala Serena Kenza, cewek kelas unggulan dengan sejuta tingkah onarnya. Namun hukuman dari segala aksi onarnya kali ini berbeda. Ia di pertemukan dengan Ramario Arkan Gibran, ketua osis dengan wajah datar dan ketus. Awalnya Arka...