So Close Yet So Far

4 0 0
                                    

Pengunjung toko buku itu tidak begitu banyak walaupun banyak buku-buku menarik yang dijual dengan potongan harga. Vanka menyusuri setiap rak buku dengan buku-buku yang tertata rapi disana, membaca satu persatu judul buku dan sinopsis dibelakang sampul buku itu. Pikirannya tidak fokus pada sinopsis buku yang tengah ia pegang di tangannya. Insiden pertemuannya dengan Cintya kembali terulang dalam pikirannya.

"Vanka?" sapa gadis yang baru saja keluar dari swalayan yang dikunjungi Vanka dan Fatih.

Vanka benar-benar tidak menyangka bahwa ia akan bertemu dengan gadis itu. "Cintya?" balasnya dengan jantung yang berdegup kencang. Gadis bernama Cintya itu menatap Vanka dan Fatih bergantian.

"Kalian bareng?" Tanyanya pada Fatih dan Vanka bergantian.

Kedua orang yang ditanyainya itu terdiam beberapa detik sebelum salah satu dari mereka menjawab. "Iya, lagi kerja kelompok" ujar Fatih sedikit berbohong.

"Iya nih lagi mau cari buku" lanjut Vanka untuk meyakinkan Cintya.

Raut wajah Cintya nampak tidak begitu menyenangkan, sangat jelas terpampang sebuah kecemburuan disana. "Berdua aja?" ucapnya.

"Iya, mau ikut?" ucap Fatih santai.

"Eh, nggak deh. Yaudah aku duluan ya" Cintya segera meninggalkan kedua orang itu dengan rasa penasaran yang berkembang dalam pikirannya.

Cintya bahkan bukan siapa-siapa Fatih, mereka juga tidak berpacaran. Tapi mengapa tidakan Vanka dan Fatih seakan-akan mereka sedang ketahuan berselingkuh?

Hembusan angin yang terasa bertiup di belakang telinga Vanka membuyarkan pikirannya tentang pertemuannya dengan Cintya. Fatih iseng meniup Vanka yang dilihatnya dari kejauhan tadi tengah melamun. Gadis itu terkejut sambil merasa merinding sekaligus sebelum ia menoleh ke belakang dan mendapati Fatih sedang mengerjainya.

Lelaki itu tersenyum, "Udah nemu buku yang kamu cari?" ucapnya.

Vanka menggeleng pelan, gadis itu menunjukkan buku bersampul kuning yang tengah dibacanya pada Fatih. Judul buku itu sangat bagus, Vanka menyukainya namun belum berencana untuk membelinya.

Fatih membaca judul buku yang di pegang gadis dihadapannya itu, "Ketika perempuan meninggalkan laki-laki" ucapnya. Vanka meletakkan buku itu kembali pada tempatnya dan kembali menyusuri setiap inci ruangan penuh buku itu diikuti oleh Fatih di belakangnya. Langit sore kini telah berubah menjadi hitam dan dipenuhi bintang-bintang. Fatih dan Vanka menyusuri jalanan kota setelah memutuskan untuk membeli sebuah buku novel sastra klasik di toko buku itu.

Dinginnya udara malam tidak menjadi alasan bagi Vanka untuk berpegangan pada pinggang pria yang sedang memboncengnya itu. Seperti biasa gadis itu hanya berpegangan pada besi belakang motor Fatih. Jalanan tidak selalu mulus, beberapa kali mereka tidak sengaja melewati lubang di jalan yang membuat posisi duduk Vanka sedikit merosot hingga pundaknya sedikit mengenai punggung Fatih.

"Jangan cari-cari kesempatan ya kamu" ujar Vanka pada Fatih setiap kali motornya melewati jalan berlubang.

Fatih tertawa kecil dengan ucapan Vanka, "Apasih Vanka, kesempatan apa coba?" ujar Fatih menanggapi Vanka.

Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat mereka berhenti di sebuah warung soto di pinggir kota. Rasa lapar mereka mungkin sudah tidak tertahankan hingga membuat mereka segera memesan dua porsi soto dan dua gelas es jeruk begitu turun dari motor. Tempat itu sangat nyaman, mereka bisa menyantap makanan mereka sambil menikmati kendaraan-kendaraan yang lalu lalang, lebih bagusnya lagi adalah mereka tidak mungkin bertemu dengan teman-teman mereka disana.

Remembering FarewellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang