Jun POV
"Lama sekali kamu Jun", omel Hansol yang sudah dengan wajah penuh keringat sambil melambai-lambaikan tangannya mengisyaratkan agar cepat kesana.
Aku pun yang baru saja turun dari tangga langsung berlari ke arah Hansol.
Dan.. ternyata jaraknya cukup jauh -_- Apa aku sanggup?
Aku mengambil nafas sesampainya disana sambil memberikan botol minum dan handuk padanya.
"Kau... Hah.. Hah.. hah..." aku mencoba mengontrol nafasku, "Kejam!" Aku pun terduduk lemas disampingnya. Aku memang tidak berbakat dalam hal olahraga. Apapun jenis olahraga itu, baik itu berlari. Dari kecil memang tubuhku tidak sekuat orang lain. Aku sering cepat lelah, sering sakit, sering masuk rumah sakit..
Itulah diriku.
Tapi dibalik badanku ini, aku suka sekali menari. Berbagai tarian aku pelajari, mulai dari tradisional (China maupun Korea), modern, street dance, dan masih banyak lagi. Aku suka menari.. tapi aku tau aku tak cukup kuat untuk menjadi penari profesional. Tak cukup :(
Sering kali Hansol memarahiku karena aku terlalu over dalam menari sampai-sampai aku pingsan di studio. Dan saat itu Hansol ngga ada di deketku juga. Kata Hansol dia menelponku berkali-kali tapi aku ngga mengangkatnya, akhirnya Hansol datang ke studio dan menemukanku sudah pingsan.
Menari sejam, sebenarnya itu batas maksimalku. Menyedihkan bukan.
Tapi tentu aku ngga menyerah. Semenjak aku tau batasku, aku semakin mengatur waktu istirahat dan teknik agar badanku semakin menyesuaikan dan bisa bertahan lebih lama.
Orang tuaku sudah mengatakan padaku buat menyerah. Tapi.. Apa kamu juga bakal menyerah jika itu menyangkut apa yang kamu sukai?
Aku tidak akan. Apapun yang terjadi, apapun yang aku sukai, maka itu harus aku lakukan. Apapun resiko yang harus aku terima.
Untung saja Hansol mendukungku. Yah, ortuku bisa dibilang mendukung dan tidak :) Mereka sebenarnya hanya takut terjadi apa-apa padaku, apalagi aku anak pertama cowok yang dipastikan bakal menggantikan ayahku.
Pernah sekali aku bertengkar hebat dengan ortuku mengenai hal ini. Hansol saat itu tidak sengaja mendengarnya waktu keluar kamar, dan berakhir..
"Ada aku tante, om. Tenang saja aku ngga akan membuat kekhawatiran kalian terjadi." ucap Hansol sambil menyembunyikan diriku dibelakangnya, menyuruhku untuk tenang.
"Tante dan om tau kan seberapa penting menari bagi Jun. Tidak ada yang lebih penting daripada menari bagi Jun. Dan aku tau itu, karena itu seperti basket bagiku. Tidak akan aku biarkan kehilangannya sekalipun semua menolaknya."
Ortuku lalu diam sambil memandang kita. Sejak saat itu, Hansol "HARUS" berada di dekatku saat aku menari. Itu kontrak tersembunyi dari pembicaraan malam itu.
Tapi disinilah yang membuatku bingung. Pertama.. Kenapa Hansol sampai berjanji seperti itu, setara kita hanya sebatas sahabat, sahabat dari kecil.
Kedua.. Bagi Hansol basket adalah yang utama. Tapi dia justru menolak ajakan tim nasional dan memilih untuk belajar dahulu. Atau ada yang lebih penting baginya? Tapi apa? Pacar? Oh tidak.. pacar aja dia sering ganti-ganti. Ortu? Ortunya justru menyuruh dia langsung masuk aja di tim nasional, pendidikan bisa dibicarakan lagi. Yah.. ortunya sih maniak basket jadi jangan ditanya alasannya.
Ketiga.. Bukankah perjanjian itu justru akan menghambatnya. Hansol harus berada di dekatku terutama saat aku menari, tapi dia selalu ada latihan basket. Dan akhirnya dia bolos latihan itu demi menemaniku. Dulu dia masih sering meninggalkanku latihan sendiri, cuma kalo ada apa-apa langsung telpon. Tapi semenjak kejadian aku pingsan, Hansol justru 100% bolos latihan. Kecuali aku memaksanya atau aku yang bolos latihan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My name is Jun
RomanceJust a little story about Jun's life and a hint of Hansol