Hari ini adalah hari Senin. Aku baru satu bulan menjadi siswi di SMA Caraka ini. Oh iya, namaku Quinnsha Afsheen Fredella. Ayah dan Bundaku memberi nama seperti itu agar kelak menjadi perempuan bijaksana dan pembawa kedamaian yang bersinar terang seperti bintang di langit. Ayahku bernama Gandhi Prambudi Abimana dan Ibuku bernama Dianti Xaquilla Sena. Aku juga mempunyai seorang kakak laki – laki bernama Aksa Prayogi Abimana.
Beberapa orang mungkin menyambut baik hari itu karena mereka akan memulai aktivitasnya dan bekerja kembali, tapi tidak bagiku. Hari yang paling menyebalkan karena harus menghadapi macet jalanan yang padat dan berdiri lama mengikuti upacara bendera. Sebagian murid-murid sekolah dari SD hingga SMA sudah pasti merasakan hal yang sama denganku.
Setiap selesai upacara di sekolahku selalu ada apresiasi bagi para muridnya yang memenangkan lomba dan mengharumkan nama sekolah dengan memanggilnya ke depan podium, tapi sebelumnya kita harus memberikan medali atau piala terlebih dahulu dan menulis nama di piala atau medali yang didapat agar mempermudah sewaktu penyerahannya.
Mungkin hari ini adalah hari kesialanku. Aku bangun kesiangan, padahal sudah menyetel alarm tiap 15 menit sekali jika alarm pertama tidak terdengar. Percuma saja aku memasang alarm sebanyak mungkin, tapi sama sekali tidak ada yang terdengar olehku. Satu – satunya alarm yang paling ampuh untuk membangunkanku adalah suara ibuku.
"YA ALLAH UDAH JAM BERAPA INI SI QUINNSHA BELUM BANGUN JUGA?!" Ibuku berjalan dengan tergesa-gesa sambil membawa gayung yang berisi air menuju kamarku.
"QUINNSHA BANGUN GAK, ATAU MAU BUNDA SIRAM?!!!”
“LIAT TUH UDAH JAM BERAPA SEKARANG?! KAMU DITINGGALIN AYAH, AYAH UDAH BERANGKAT KERJA DARI TADI."
Aku membuka mata dengan malas mendengar teriakkan bundaku.
"Tinggal naik angkot atau ojek kan bisa? Aduh Bun, aku tuh cape banget, bisa besok aja gak ke sekolahnya? Kemarin kan baru aja lomba masa gaada istirahatnya. Ijinin aku ya? sehari aja Bun. Bunda bebas deh mau ngijinin aku apa aja ke guru."
"Apa-apaan ijin-ijin enak aja. Gak ada ijin, harus sekolah. Cepet sana mandi terus sarapan."
"Iya Bun, tapi ongkos ditambah kan buat naik angkot atau ojek?"
"Salah sendiri kamu bangun kesiangan, bunda gak bakal nambahin. Pake duit kamu sendiri sana.""Yah si bunda mah gitu amat sama anak sendiri."
"Cukup-cukupin buat sampe pulang nanti, jangan diabisin. Sisain buat simpenan kamu biar kalo ada apa-apa kaya sekarang kamu ada tabungan."
"Insyaallah kalo ga khilaf jajan Bun hehe"
"Ketawa lagi, kan kamu udah bunda bawain bekel. Nanti jangan lupa dibawa bekelnya.""Siap ibunda ratu."
“Oh iya itu medali kamu jangan lupa dibawa buat laporan ke sekolah”
“Ga ah males bawa, ngapain, nanti dikira pamer Bun. Ntar kan di umumin di depan tuh suruh maju, aku gamau bikin orang iri. Besoknya aja aku bawa buat laporan ke kepsek."
“Lho kenapa? Itu mah dianya aja sih yang iri karena ga bisa kayak kamu.”
“Ntar tuh pasti ada aja yang sirik Bun, gak boleh ada yang lebih dari dia. Aku paling males cari masalah sama orang kayak gitu.”
“Yaudah terserah kamu aja. Jangan lupa sarapan dulu nanti sebelum berangkat.”
Pukul 06.50 aku baru berangkat dari rumah, aku berangkat dengan terburu – buru tentunya. Padahal dari rumahku sampai ke sekolah memakan waktu sekitar 15 menit, sedangkan gerbang sekolah di tutup pukul 07.00. Aku sangat berharap hari ini tidak telat masuknya, tapi mengingat hari ini adalah hari Senin, peluangku untuk sampai tepat waktu sangatlah mustahil. Sebelum berangkat , sudah pasti aku selalu menyalami ibuku dan mencium pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey to Love Myself
Teen Fiction[ON GOING] Quinnsha Afsheen Fredella, seorang siswi SMA Caraka yang gemar berolahraga. Ia adalah atlet panahan yang tidak pernah absen selalu menyumbangkan medali untuk sekolahnya, tapi setiap kali ia memenangkan lomba tak pernah melaporkannya ke se...