"Kau tau kata pertama yang aku ucapkan ketika bisa berbicara?"
Sudah 3 bulan semenjak kejadian hilangnya Mirai.
Sejak hari itu, Iwaizumi tidak lagi membiarkan Oikawa merawat Mirai sendirian. Shift menjaga Mirai milik Oikawa kini mendapatkan tambahan anggota, yaitu Sugawara.
Berhubung mereka berdua satu apartemen, Sugawara kerap kali membantu Oikawa menjaga Mirai. Awalnya Iwaizumi merasa tidak enak karena sudah merepotkan guru tk tersebut, namun ternyata Sugawara justru merasa senang mengurus putri semata wayang Iwaizumi.
Iwaizumi sungguh berterima kasih dengan pria itu. Dengan adanya Sugawara, Iwaizumi tidak perlu khawatir lagi dengan Mirai yang berada dalam penjagaan Oikawa. Setidaknya, Sugawara jauh lebih baik mengurus anak daripada pria berkebangsaan Argentina itu.
Ngomong-ngomong sebentar lagi Oikawa akan kembali ke Argentina. Iwaizumi harus berfikir menitipkan anaknya kepada siapa lagi. Tidak enak juga jika dirinya terus merepotkan Sugawara dan yang lain.
Mereka semua memiliki kehidupan mereka masing-masing.
"Iwa-chan! Aku dan Mirai sudah berada dirumahmu sekarang! Karena itu, kau tidak perlu mampir ke apartemenku untuk menjemput Mirai! Tiga puluh menit lagi aku ada urusan, jadi kuharap kau bisa sampai dirumah sebelum aku pergi!"
Perkataan Oikawa kembali teringat. Tangannya bergerak mengambil handphone yang berada disaku dan memasukan sandi dengan tanggal pernikahan dirinya dan sang istri.
Iwaizumi terdiam sesaat ketika melihat wallpaper hp nya menampilkan wanita cantik dengan senyum yang manis. Sorot matanya melembut, disusul senyum tipis yang terukir.
Lagi-lagi perasaan rindu menyeruak dalam diri Iwaizumi, yang mana membuat dirinya ingin kembali menangis. Iwaizumi tidak pernah merasa secengeng ini, kecuali jika itu didepan sang istri.
Satu tahun telah berlalu, namun rasa itu masih tetap sama seperti dulu.
Rumah minimalis menyapa indera penglihatan Iwaizumi. Taman dengan bunga yang bermekaran serta gerbang yang menjulang tinggi cukup menghangatkan hati. Iwaizumi tidak pernah merasa bosan dengan tempat ini, bahkan ketika dirinya memiliki uang untuk membeli rumah yang lebih mewah pun, Iwaizumi tetap memilih untuk tinggal dirumah ini.
"Sepi, ya?"
Mengintip dijendela, Iwaizumi memerika bagian dalam rumah yang terlihat sedikit berantakan. Ketika jemari tangannya berniat untuk membuka pintu, Iwaizumi kembali teringat dengan perkataan Oikawa.
"Nanti jika kau pulang, jangan langsung buka pintu! Ketuk pintunya, ya!"
Aneh sekali, mengapa Iwaizumi harus mengetuk pintu rumahnya sendiri untuk diizinkan masuk?
Padahal tidak ada siapapun yang akan membukakan pintunya atau menyambut dirinya usai pulang kerja. Iwaizumi sungguh tidak faham dengan perkataan rekan sehidup sematinya itu.
"Awas saja kalau kau tidak melakukan hal yang aku katakan!"
Menarik nafas panjang, Iwaizumi pun memilih untuk melakukan perkataan Oikawa. Diketuknya pintu putih itu berulang kali.
Iwaizumi merasa konyol, mengapa pula dia melakukan ini padahal sudah jelas tidak akan ada siapapun yang menyambutnya.
Ceklek.
Iwaizumi terdiam ketika melihat pintu itu terbuka, menampilkan sosok balita mungil dengan sweater rajutan sang ayah. Tubuhnya yang mungil itu membuat Iwaizumi meski menunduk untuk melihatnya dengan jelas.
Senyum lebar terbit dibibir sang balita, yang mana menghantarkan perasaan hangat dalam diri sang ayah.
Sepasang netra [eye colour] itu begitu jernih ketika bersiborok dengan iris mata Iwaizumi, kembali lagi mengingatkan dirinya akan mendiang sang istri.
"Ayah!"
Ah, benar, Iwaizumi masih memiliki seseorang sebagai alasan untuknya pulang.
"Tadaima."
"Sehat selalu anakku, ayah dan ibu menyayangimu.
1 y.o Mirai."
KAMU SEDANG MEMBACA
AYAH | H. IWAIZUMI
أدب الهواة❝ Ini tentang ayahku, pahlawan yang tidak kalah hebat dari ibu. ❞ [Update tiap hari Selasa] All character Haikyuu © Haruichi Furudate Story © LylianaEmeraldine Cover by @ayanaayakuzhi Pict on cover © KEKI (@rudecooper)on twitter Source pict ; Pi...