Prolog

2.3K 432 23
                                    

❝ Ini tentang ayahku, pahlawan yang tidak kalah hebat dari ibu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❝ Ini tentang ayahku, pahlawan yang tidak kalah hebat dari ibu. ❞

.

.

.

Suara tangisan bayi terdengar, menggema dalam ruangan persegi dengan berbagai mainan bayi disekitarnya. Mulut mungil itu terbuka, mengeluarkan tangisan sebab rasa lapar yang mendera.

Drap

Drap

Drap

Derap langkah mengudara, disusul bunyi khas pintu yang terbuka. Sosok tinggi dengan balutan pakaian tidur berjalan tergesa-gesa memasuki ruangan. Dengan perlahan menggendong sang bayi dan memberikannya satu botol susu. Lantunan lullaby ia senandungkan, begitu pelan lantaran rasa kantuk masih menggerayangi raga.

Tangisan sang anak untuk yang kedua kali membuat dirinya langsung terjaga seketika,

"Kenapa, nak? Ayah disini."

Bibirnya terus menerus berusaha menenangkan sang anak. Namun, tangisannya masih belum juga berhenti. Batin terasa sesak lantaran tidak tahu harus melakukan apa. Bayi dalam gendongan menolak untuk meminum susu dan terus menangis.

Mainan ia berikan, berharap bayi mungil itu berhenti menangis. Tapi percuma saja, tangisannya justru makin terdengar kencang.

Kembali ia angkat sang bayi, menggendongnya dengan penuh kasih sayang. Sebisa mungkin membuatnya nyaman walaupun mungkin terasa kaku lantaran baru pertama kali memegang bayi semungil ini.

"Shh, jangan menangis anak ayah yang paling cantik."

Kaki panjangnya berjalan menuju kamar sembari terus menerus melontarkan kalimat-kalimat penenang. Dirinya tidak tahu apakah sang anak tahu maksud dari perkataannya, ia hanya tidak tahu harus melakukan apa selain berusaha mengajaknya berbicara.

Klek!

Pintu putih itu terbuka, menampilkan ruangan rapih dengan ranjang besar didalamnya. Aroma khas yang berada dikamar itu membuat tangisan sang bayi sedikit reda. Bibirnya mengatup, memahami arti dari tangisan yang keluar dari mulut kecil itu.

Perlahan, ia taruh bayi itu keatas kasur, persis disamping tempat biasa dirinya tidur.

Tangisan sang bayi mulai mereda, membuat senyum terukir dibibir sang ayah. Iris matanya menatap sendu sosok mungil disana. Rasa sesak dan hangat menjalari dada, membuat dirinya tidak sanggup berbicara.

Bayi itu berhenti menangis ketika berada ditempat dimana sang istri biasa terlelap.

"Mirai merindukan ibu, ya."




















































To be continued

AYAH | H. IWAIZUMITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang