Bagian 4

13 10 0
                                    

Menjelang UN dilewati Nava tanpa Rey, kakaknya dan si Jepun telaten menemaninya berlatih soal-soal sambil meyakinkan keadaan Rey. Beberapa hari ini ia tidak akan bisa bertemu Rey di panti rehabilitasi, ayahnya tak mengizinkan untuk empat hari ke depan.

"Nanti kalau kamu diterima di IHS, kamu bisa barengan terus sama Rey. Jadi setiap tidur gak usah mikirin dia lagi." Agam menyemangati.

Pukul sebelas malam. Agam dan Gilang sudah masuk kamar. Nyanyian jangkrik semakin nyaring, HP-nya berbunyi, tidak ada nama di sana.

"Halo," sapa seberang telepon.

"Ya, siapa."

"Monyet."

"Monyet? Kenapa bisa ngomong sama manusia."

"...." Suara di seberang menghilang, nadanya masih tersambung.

"Halo." Ia memastikan si monyet itu tetap di sana.

"Aku cuman mau ucapin semangat untuk empat hari ke depan, maaf aku gak bisa nemenim belajar."

"Kak Rey!!" Ia girang sampai bukunya terlempar.

"Mau gak aku bacain puisi?"

"Boleh."

"Kamu adalah kunang-kunang yang kutemukan dalam kegelapan malam, di antara hamburan bintang di langit. Walau hanya satu tapi mampu menyinari gelapnya hatiku, sampai kamu juga bisa mengembalikan sinarnya, yang sempat kuhilangkan." Rey berpuisi mengisi nada sambung.

Nava tersenyum sipu di sana. Matanya berkaca-kaca, harusnya ia memberikan semangat pada cinta pertamanya yang sedang berjuang melawan nafsu itu.

Hari-hari berikutnya ia menyibukkan diri, sepulang sekolah tidak ada yang disapanya di rumah. Keluar kamar hanya untuk mandi dan makan. Makan malam selalu memboyong semua buku ke meja, kadang juga mengajak bukunya bicara.

"Nav, common eat. Lost your books, today last exam for you. What should i say to him if you thin." Gilang greget melihat Nava asik melototi buku.

Agam melihat sifatnya yang suka membuat dinding dan bersemayam dalam dunianya sendiri juga ada pada Nava.

***

Ujian berakhir setengah jam lagi, napasnya memburu. Soal demi soal menggetarkan hatinya. Empat hari tidak bicara pada siapa pun membuat lidahnya kelu. Sesampainya di rumah nanti, ia berencana langsung menelepon kakaknya, mengeluarkan semuanya, agenda cerita sudah tersusun rapi di otak.

"Huff ... semoga Kak Agam mengerti alur dongengku nanti."

Semua murid menghambur keluar setelah bel berbunyi, saling berteriak, "YE!! LULUS!!!" Padahal pengumuman masih lama. Banyak juga yang saling peluk sambil menangis karena sebentar lagi pisah.

"Kak Agam pulang jam berapa hari ini?" Ia to the point saat telepon tersambung.

"Kenapa?"

"Aku pingin makan di luar sama Kakak."

"Sekarang bisa, kok."

"Jangan kabur dari sekolah, nanti berantem lagi sama ayah."

"Ayah 'kan gak ngerti."

"Nava tunggu di rumah aja. Daa Kakak, selamat sekolah." Ia memutuskan teleponnya, kalau terus diladeni kakaknya akan nekat kabur untuk mendengarkan dongengnya.

***

Sudah lama Anas tidak merecoki Gilang dan Ari yang ditinggal sahabatnya karena tervonis menjadi pecandu. Tanpa pikir panjang ia pergi ke kantin mencari si Jepun dan teman debatnya itu. Sesuai dugaan Gilang sedang membawa nampan makanan dan mencari meja. Anas berjalan mundur dan bergurau dengan genknya, misinya berhasil menabrakkan diri pada cowok Jepang itu

The Last of True Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang