Bagian 7

13 10 0
                                    

Ayahnya menepuk pundak dan pamit berangkat. Sekarang ia menunggu Pak Lio datang untuk belajar. Hanya sendirian di rumah, apalagi kalau bukan bermain game baru. Setelah mengambil HP, ia langsung rebahan di sofa menyalakan TV dan bermain HP.

***

IHS Indonesia.

"Wah ... cokelat. Makasih Kak Anas." Semringah Nava menerima dua batang cokelat dari si ketua. Anas menemui Nava langsung di kelasnya, mereka mengobrol di kursi luar kelas, teman-teman ceweknya mengintip dari pintu, berdesakkan mengeluarkan kepala, dan mempertajam telinga menguping percakapan mereka.

Teman cewek paling gendut tiba-tiba menyembul mereka, seperti bermain boling, mereka langsung jatuh memenuhi pintu. Cowok-cowok di kelas terbahak melihat para kepoers tersendul raja makan kelas, siswa kelas sebelah yang besantai di balkon ikut menertawakan mereka. Anas merasa menjadi bahan perhatian, melihat mereka jatuh ia langsung pamit.

"Jangan lupa nanti kita ketemu di parkiran, see you." Nava mengingatkan dan melambai pada ketua.

***

Menuju puncak kebahagiaan murid, serempak membersihkan meja dan menata rapi buku ke dalam tas seperti pagi tadi. Sekarang duduk dan menatap detik jam dinding 7, 8, 9, tepat hitungan ke sepuluh bel menggema ruangan. Inilah yang ditunggu-tunggu siswa sejak menaruh tas di kelas pagi tadi.

Sesuai janji, Nava sudah menunggu di sebelah mobil Anas, mereka akan pergi main PS lagi hari ini, yahh meskipun ia tak pandai bermain seperti si ketua, tapi seru berteriak dan heboh sendiri mengahadapi monitor komputer. HP-nya berbunyi, telepon dari Rey.

"Ya Kak."

"Aku udah di depan kelas kamu."

"Loh, maaf Kak. Ini aku mau kasih tahu kalau aku pulang sama temen aku, kita ada kerja kelompok."

"Oh, yasudah. Jangan terlalu malam pulangnya." Cowoknya bisa menerima alasan itu, tapi suaranya di ujung telepon agak kecewa.

"Maaf monyet manisku, nanti kalau udah kelar tugasnya, aku langsung pulang," ucapnya manis, tidak dijawab dari seberang suara, nada sambungnya langsung putus. Baru menutup telepon, Anas langsung muncul.

"Telepon dari siapa?" Si ketua mengagetkannya.

"Em ... dari, dari ayah."

"PS sudah kangen kamu, loh. Yuk."

"Emang PS-nya bisa ngomong."

"Maksudnya yang punya PS bilang kek gitu."

"Gombal."

Mereka masuk mobil bergegas meninggalkan sekolah.

***

Agam sedang memerhatikan Pak Lio menjelaskan penerapan rumus dalam soal, cepat sekali masuk otak, mungkin karena belajar sendiri jadi bisa fokus penuh pada pelajaran. Sahabatnya pulang, seragam mereka lecek dan muka legam.

"Men! Sini," panggilnya. Rey dan Gilang mendekat. Pak Lio berhenti menjelaskan.

"Kenalin ini Pak Lio. Kalian juga ikut belajar. Ya 'kan, Pak."

"Iya boleh."

"Pak Lio, kenalin ini Rey dan Gilang. Setiap malam aku jadi mentor mereka, berhubung sekarang udah ada Bapak, jadi Bapak jadi mentor mereka juga, ya."

Pak Lio mengangguk lagi.

"Bapak udah nikah belum?" tanya Rey, Pak Lio menggeleng.

"Yee sama-sama jomlo, dong. Ya 'kan, Pak Bro." Rey paling ahli mencairkan suasana. Guru muda ini langsung melebarkan senyum mendengar Rey bertingkah.

The Last of True Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang