Bagian 5

12 10 0
                                    

Semua orang lahap menyantap sarapan, entah lapar efek semalam atau mungkin doyan. Agam tampak mengibas-ibaskan tangan kirinya.

"Gam, kenapa?" Ayahnya heran.

"Gak tahu nih tangan, tiba-tiba terasa pegel gitu." Sambil terus mengibaskan tangannya.

Makanannya tak disentuh, wajahnya tampak ingin mengamuk, ia langsung mengambil tas dan pergi. Gilang dan Rey juga langsung meninggalkan sisa makanan, segera menjabat tangan omnya, tapi Rey bingung tangan kanannya terlungkup verban, omnya langsung mempersilakan pergi.

"Lang! I go to school with you, right? You getting my hand is, is ...." Seraya berpikir bahasa Inggrisnya verban.

"Common, don't say anything more. We wanna late." Jepun juga paham tangan Rey kenapa, tanpa harus mencari tahu bahasa Inggris untuk kain putih yang melilit itu.

IHS Indonesia

Aksi heroik Rey menggema, semua siswa membicarakannya, lebih lagi, banyak dari mereka yang penasaran wajah Nava sebagai anak kelas X yang baru saja masuk beberapa minggu.

Rey dan Gilang lewat, langkah mereka menjadi pusat perhatian. Rey yang over pede merasa menjadi artis di IHS Indonesia. Dengan gaya cool ia menatap lurus jalan bagai berjalan di atas karpet merah, berbeda dengan si Jepun yang enggan jadi bahan perhatian. Ia meminta Rey agar mempercepat langkah.

Nava masuk gerbang, banyak mata memandanginya lalu membicarakan dirinya, mungkin karena insiden kemarin. Sebenarya ia sedikit risih, mereka melihat dari ujung rambut sampai sepatu, buru-buru ia memakai topi dan menghindari kerumunan.

Sampai di kelas teman-teman perempuannya langsung bergerumbul menyerbu dengan berbagai pertanyaan. Terpaksa ia mendongeng di tengah-tengah gerumbulan, puncak cerita akan dimulai, tiba-tiba Anas menyumbul di kerumunan meracau suasana.

"Kamu udah sehat beneran, aku anter ke UKS aja, yuk." Teman-temannya banyak yang mengerutkan alis. Mereka tak menyangka Nava dikhawatirkan pimpinan genk Crueller.

"Kakak ngapain ke sini."

"Aku kepikiran kamu terus, Nav." Wajahnya benar-benar panik.

"Kak, aku baik, nanti kita ketemu pulang sekolah, oke." Ia mendorong Anas keluar kelas. Kembali mereka mengerubunginya pindah topik pembicaraan, menanyakan si ketua.

***

Dharma Bhakti

Tangan Agam agak mendingan setelah menyetir. Pelajaran pertama guru pengajar memberi tugas menyalin cacatan di papan, saat rapih-rapihnya menulis, kini jari tangan kanannya tak berfungsi sama sekali, tiba-tiba saja tangannya tengkurap di meja, bulpoinnya jatuh.

"Kenapa lagi, sih!" kesalnya. Suara Agam jelas mengisi ruang karena suasana hening ditambah nadanya sedikit keras. Semua pandangan menuju Agam.

"Ada yang salah di sana, Gam?" Pak Julio, biasa di panggil Pak Lio, guru fisika itu juga ikut menoleh. Dengan cepat Agam menggeleng.

Suasana kembali tertib, tidak ada yang memerhatikannya, kembali ia mengetuk punggung tangan dengan bulpoin beberapa kali sampai gerutunya mengundang Pak Lio datang, beliau mendapati Agam memukul-mukul tangannya sendiri dengan kesal.

"Tangan kamu kenapa?" Beliau juga mengetuk punggung tangan Agam dengan spidol papan tulis.

"Em ... tangan saya tiba-tiba gak berfungsi, Pak." Teman-temannya mengernyit, masih belum paham dengan Agam. Pak Lio mengambil penggaris kayu papan tulis, lalu mengangkat persis di depan bangkunya. Sontak Agam memejamkan mata.

The Last of True Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang