5

4 1 0
                                    

Alden berkumpul bersama beberapa anggota Gastar. Mereka membolos sekolah lagi hari ini. Alden tak peduli dengan sekolahnya, ia sedang fokus mencari pelaku yang membuat sahabat sahabatnya babak belur.

Raut wajah Alden terlihat sangat emosi dan frustasi. Keadaan Geri yang masih koma. Jordan yang masih dalam pemulihan. Alden, Jeffry, Kevin dan Rafael bergantian untuk menjaga kedua sahabat mereka di rumah sakit.

"Den", panggil Jeffry. Alden yang duduk menyendiri di rooftop markas Gastar menoleh. "Kenapa?", sahutnya. Jeffry duduk disebelah Alden. Ia menatap ke langit yang sudah gelap. Langit malam yang dipenuhi bintang.

"Istirahat sana", suruh Jeffry. "Kesambet lu Jeff?", ucap Alden. Jeffry tertawa. "Kita pasti nemuin pelaku itu", ucap Jeffry menenangkan. "Kalo udah ketemu. Lo jangan pake emosi Den", suruh Jeffry. "Ga bisa gitu Jeff. Gue harus habisin tu orang. Mau pasukan mereka banyak gue jabanin. Ini masalah nyawa Jeff", ucap Alden.

Jeffry mengerti kenapa si ketua Gastar seperti itu. Bahkan Alden rela masuk penjara. Ia rela mengorbankan hidupnya demi Gastar dan adik bungsunya, Freya.

"Den, gue paham lo takut kejadian yang nimpa Yodam keulang lagi", ucap Jeffry. "Gue ga pingin bahas itu", Alden berjalan pergi. Entah akan kemana laki laki itu pergi.

Kini Jeffry duduk sendirian. Tak ada yang bisa menghalangi Alden yang sedang diluap emosi. Kecuali Freya.

***

"Jo", sapa Alden. Jordan hanya menaikan alisnya. "Kenapa Den?", tanya Jordan. Alden duduk di sofa sebelah ranjang Jordan. Laki laki yang tak kenal
lelah dan rela mempertaruhkan segalanya demi Gastar.

Alden hanya diam sambil memejamkan matanya. Jordan kebingungan. Ia akhirnya membuka suara, "Den, soal gue sama Freya waktu itu—", ucapan Jordan terpotong. "Den. Sesuai skenario gue. Lo cuma jadi fake boyfriend Freya. Lo kan yang paling tau gue? Gue ga mau Freya pacaran sama cowok kayak kita", ucap Alden.

Jordan hanya diam. "Gak masalah kalo hidup gue hancur. Tapi jangan hidup Freya", ucap Alden. Jordan tak menjawab. Laki laki itu hanya bisa diam.

Suasana hening terpecahkan dengan kehadiran Rafael. Wajah Rafael kini tampak murung. Ia sedih karena teman yang sefrekuensi dengannya, Geri, masih belum sadarkan diri.

"Den lo kenapa duduk doang?", Rafael menatap Alden. Raut wajah Rafael kini tampak serius. "Maksud lo?", tanya Alden. Rafael mendekat kearah Alden. Laki laki itu menarik kerah baju Alden, "Lo ketua Gastar. Lo bilang Gastar udah kayak keluarga lo, tapi kenapa lo diem diem doang disini!!!?", emosi Rafael memuncak.

Kevin yang mendengar suara Rafael langsung memasuki kamar Jordan. Kevin menarik Rafael. Untungnya badan Rafael tidak se-besar dan se-kekar teman temannya yang lain.

"Lo kenapa sihh!!", tarik Kevin. Rafael diam. Raut wajahnya yang murung berubah menjadi marah. Rafael melepaskan tangan Kevin yang menariknya tadi.

"Lo liat si ketua Gastar yang katanya rela ngorbain hidupnya buat Gastar. Tapi apa ? Dia malah diem doang", ucap Rafael.

Kevin geram. Ia meninju pipi kanan Rafael hingga laki laki itu terjatuh ke lantai. Jordan melepas paksa infusnya dan berusaha melerai kedua temannya.

"Bangs*t", Jordan memaki. "Ini rumah sakit anj*ng. Mau lo apa?", tanya Jordan yang sudah mulai emosi.

Rafael diam. Ia duduk dan bersandar di dinding. Laki laki itu perlahan mulai menangis. "Gue takut", ucapnya. "Walaupun gue kesel di bilang kembaran si Geri. Tapi gue juga ga bisa tanpa dia", ucap Rafael.

Alden mendekati Rafael dan menendang laki laki itu, "Lo kira gue mau kehilangan Geri?", tanya Alden. "Lo pikir gue duduk sambil merem tuh nyantai? Pake otak lo", nada suara Alden semakin naik. Alden pergi meninggalkan ruangan itu. Ia mengepalkan tangannya. Ia berusaha menahan tinjuannya agar tak melukai Rafael. Bagi Alden, Rafael dan Geri sudah seperti maskot Gastar. Mereka sudah seperti adik bagi Alden.

GASTAR!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang