Mana mungkin dibiarkan begitu saja

2.5K 520 109
                                    


Tinggal keluarga terakhir nih! Keluarga bapak Namjun dan Mama El+ Ansel. Updatenya super dadakan yaa. Sini coba pengen tahu vote ke berapa kalian?

         Memang jika membicarakan bujuk membujuk, Lee Jongkuk barangkali akan berada pada tangga paling bawah sebab kendati ia pribadi yang sangat teguh dengan keinginannya, Jongkuk juga tidak pandai menolak permintaan orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Memang jika membicarakan bujuk membujuk, Lee Jongkuk barangkali akan berada pada tangga paling bawah sebab kendati ia pribadi yang sangat teguh dengan keinginannya, Jongkuk juga tidak pandai menolak permintaan orang lain. Sejujurnya, hal ini tidak jauh berbeda dengan Namjun yang rasanya tidak pernah berkata tidak pada setiap pertanyaan sang putra.

Ilmiah bilang, kecerdasan anak itu 60% menurun dari ibu dan 40%nya adalah disumbang dari sang ayah. Kalau seperti itu, Namjun dan Elena seharusnya tidak terkejut bagaimana putra laki-lakinya jika menyenggol yang namanya kecerdasan dan daya pikir. Namjun saja masih bisa terkejut dan Elena beberapa kali mampu terdiam oleh pertanyaan atau jawaban Ansel.

Akan tetapi, meskipun Ansel memiliki kebiasaan yang menurun dari Namjun yakni membaca buku, dia tetaplah bocah yang masih senang bermain. Video game konsol adalah salah satu favoritnya. Dan melahap kudapan kentang goreng ketika menonton film dengan Elena rasanya menjadi agenda wajib setiap akhir pekan.

Namun, hari Minggu kali ini terasa berbeda. Jam baru menunjukkan pukul sembilan pagi. Namjun juga yang baru saja mandi pagi dengan rambut setengah basah, di atas sendal rumahnya ia berjalan ke arah ruang tengah di mana Elena sudah membaca sebuah majalah pagi dengan dua buah cangkir kopi hangat di sana.

"Ansel belum bangun?" tanya Namjun bersamaan menaikkan salah satu alisnya ingin tahu.

"Sudah," santai Elena lalu membalik halaman kertas mengilat itu. "Tapi sepertinya terlalu sibuk dengan buku yang dia temukan di ruang bacamu setelah menghabiskan serealnya."

Elena bisa merasakan berat tubuh Namjun memantulkan sofa yang is duduki. "Dan dia tidak akan mau sarapan jika belum keluar dari kamar," kata Elena sampai Namjun tidak jadi menyesap pinggir cangkirnya. "Aku sudah membujuknya dan itu tidak berhasil."

Namjun meletakkan cangkirnya kembali di atas meja. Napasnya terhela cukup panjang tanpa ketara. Ini memang salah satu kebiasaan yang cukup memusingkan. Ansel itu, jika sudah berkutat dengan dunianya, entah itu buku bergambar yang menarik, atau koleksi tebal Namjun berisi katalog lukisan-lukisan dari seluruh dunia, bocah enam tahun itu bisa melupakan semua hal. Memang cerdas, bijaknya melibihi usia bocah seumurannya. Dan memiliki anak cerdas itu memang anugrah kecuali hal-hal yang membuat kedua orang tuanya tidak berkutik banyak seperti ini.

Elena mengamati dari jauh bagaimana Namjun memanggil nama sang putra sebelum papan mahoni berwarna coklat itu berderit tipis.

Memang benar apa yang dikatakan Elena, Ansel tengah sibuk tengkurap di atas karpet tebal dengan sebuah buku besar di hadapannya. Buku National Geografik mengenai Samudra Arktik.

"Ansel."

Yang dipanggil segera merespons dan bangkit dari baringnya. "Daddy look! Di kutub utara ternyata ada kelinci!" Ansel segera mengangkat bukunya, hendak menunjukkan pada Namjun apa yang ia temukan di sana. "Ansel kira hanya ada beruang kutub."

Namjun masih mengangguk, menunggu sang putra untuk selesai berbicara. Namun, ia tidak akan menimpali apa yang Ansel temukan. Alih-alih menggubris lebih jauh, Namjun mengambil buku bersampul putih dengan gambar laut itu hingga Ansel sedikit terdiam.

"Papa tahu kau pintar, Ansel," kata Namjun. Intonasinya tenang dan berwibawa di sana. "Tapi pintar saja tidak akan membuat perutmu kenyang. Ayo, bereskan bukumu dan segera sarapan."

Ansel masih berdiri, menatap Namjun dengan ekspresi cukup sulit. Barangkali sedikit kecewa, atau ia menunggu rasa antusias ayahnya mengenai hal yang ia temukan. Elena bilang Namjun itu bisa begitu lugu dan polos dalam beberapa waktu, akan tetapi bukan berarti Namjun tidak bisa menebak sorot dari sang putra yang menatap ke arahnya.

"Setelah sarapan, nanti kita cari tahu jenis kelinci apa yang hidup di kutub utara bersama-sama," katanya dengan seutas senyum yang memaksa lesung pipitnya turun. "Ayo, Mama sudah menunggu."

Tapi ya begitu, rasanya di dapur dengan nuansa batu bata yang didekorasi sedemikian rupa bukan hanya Ansel yang membuat Elena mengembuskan napas. Terkadang dua-duanya memang singkron dalam beberapa hal. Elena sampai menatap datar ke arah Namjun yang sibuk dengan sendok dan garpunya. "Makan buah tomatmu, Jun."

Namjun hanya mendongakkan pandangannya ke arah Elena—tatapannya cukup lugu. "Aku mau yang lain tapi tidak dengan sayuran ini, El."

Ansel yang melihat kedua orang tuanya saling berbicara dan menatap, malah mengisi celah kosong dengan pertanyaan yang tidak disangka. "Jadi, sebenarnya tomat ini buah atau sayuran?"

"What?" Elena dan Namjun menimpali dan menoleh ke arah Ansel secara bersamaan.

"Mama bilang buah tomat," kata Ansel. "Tapi kenapa Papa menyebutnya sayur?"

Sebuah daya tangkap dan ketelitian yang tidak disangka-sangka. Namjun dan Elena sampai saling menatap kembali. Seakan sama-sama berkata; dia bisa menjadi CIA yang hebat, dia bisa menjadi kandidat FBI juga. Atau; simpan buku Sherlock mu dengan baik, Jun dan ya aku setuju dengan saranmu El dari masing-masing sorot matanya.

Beruntungnya, Elena pernah membaca hal ini karena rasa penasarannya juga. Itu dulu sekali, informasi sederhana, namun mengetahuinya sekarang membuatnya merasa senang. "Karena tomat terbentuk dari bunga dan mengandung biji, itulah kenapa dia disebut buah." Elena menjelaskan.

Ansel mengangguk, separuh paham, separuhnya lagi belum. "Lalu kenapa tomat juga disebut sayur?"

Namjun sekarang yang menimpali. "Karena tomat memiliki kandungan gula yang lebih sedikit dibandingkan buah-buahan lain."

Itu adalah jawaban yang tidak Ansel duga sama sekali. Bocah laki-laki itu mengerutkan kening dengan dalam, potongan ayamnya masih tergantung di ujung garpu. Mungkin tengah menyusun penjelasan ayah dan ibunya dengan pemahaman yang bisa ia terima dengan mudah. "Oke, jadi tandanya dia berada di tengah-tengah," celetuk Ansel pada akhirnya. "Kasihan, sih. Tidak memiliki definisi tetap."



[-]

Udah awal September nih, gimana udah siap sama Little Escape? Bocoran akan diumumkan beberapa hari ke depan yaa!

Udah awal September nih, gimana udah siap sama Little Escape? Bocoran akan diumumkan beberapa hari ke depan yaa!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dan selamat! Ini adalah cover terpilih untuk Little Escape. Terima kasih untuk votingnya!!!

Sampai bertemu di info lanjutan Little Escape yaa

Little Escape ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang