1. Matcha

68 14 61
                                    

Halo kakak, keluarga kami keluarga perantau dari tanah Papua, tetapi kami bukan asli Papua jadi saya tidak memiliki logat seperti orang Papua pada umumnya, saya pindah ke ibu kota saat sebelum pandemi Covid-19 tepatnya di bangku SMA kelas 2.

Kesan pertama saat saya menginjakkan kaki di ibukota, gedung-gedung tinggi di sepanjang jalannya, terus jelanannya gede banget, saya sampe gak berani keluar jauh-jauh dari rumah takutnya lupa jalan dan nyasar. Saya di Papua tinggal di kampung dan jarang ke kota ketika saya ke Jakarta mata saya langsung terbuka, selama ini saya kemana saja? Jakarta seperti Broadway nya New York.

pertama kali saya datang ke sekolah aish orang sini jutek-jutek sekali, mata mereka semua sinis sama saya, kemudian saya memperhatikan diri saya sendiri apakah ada yang salah dengan diri saya?

Menurut saya perempuan disini cantik-cantik kakak, putih bening macam bihun borax hehe, berbeda dengan saya yang memiliki warna kulit hitam atau sawo matang.

Bukannya sombong ya tetapi di tempat saya sekolah dahulu saya menjadi primadona, saya memiliki tubuh proporsional bak model, wajah yang manis dan senyum yang menarik, bulu mata lentik, mata bulat seperti bola pingpong hehe serius tidak bohong, tetapi disini seperti nya mereka kurang menerima saya, apa perasaan saya saja ya? Ah tak usah di hiraukan.

"Halo perkenalkan nama saya matcha kaka, saya harap kita bisa berteman dengan baik"

Krik...krik sunyi sekali tidak ada yang menanggapi, malah ada yang tertawa kecil dan berbisik ria, siswa laki-laki maupun perempuan mereka semua nampak langsung tidak suka hanya dari melihat wajah saya.

"Permisi kaka saya boleh duduk di sini"

"Emm...di kursi lain aja, gw suka duduk sendiri"

Suasana kian sunyi, kini semua mata tertuju pada ku dan ada beberapa yang sepertinya berbicara pelan, aku berusaha memulihkan kondisi ku sejenak kemudian kembali lagi aku menanggapi.

"Tapi tidak ada kursi kosong lagi Kaka"

"Ishhh" siswi wanita menanggapi dengan jijik dan terpaksa mengizinkan ku sebangku dengan nya

Setelah saya duduk terdengar suara sorakan ramai dari teman-teman sekelas "Personil baru geng bar-bar gaes!, cie best friend forever"

"Diem lo semua anji*g" teman sebangku ku menanggapi dengan emosi

"Gw Sofi"

"Eh...saya matcha"

Tak lama siswi yang duduk di depan kami menengok ke belakang dan bersuara setengah ramah dan meneliti

"MATCHA, GW SARAH" suaranya sangat memekakkan telinga

Saya tidak budeg okey

"Widi oke, W-I-D-I" Berlanjut siswi di sebelah Sarah memberitahukan namanya

Sepertinya dia mengira saya tidak tahu bahasa Indonesia yang baik dan benar.

"Oke" jawabku sambil tersenyum manis

Kemudian kami bercerita ria, sebenarnya saya yang terus bercerita karna mereka terus menanyakan banyak hal tentang saya dan tempat asal saya dan saya terus menanggapi dengan positif setiap pertanyaan yang mereka ajukan.

Hari ini tidak terlalu buruk saya rasa, semoga ini merupakan awal yang baik. Saya harap teman-teman saya bisa menerima saya apa adanya dan tulus berteman dengan saya.

***

"Matcha gimana sekolah pertama kamu?" sang ibu bertanya dengan penuh selidik

"Emm baik mama" menjawab sambil tersenyum simpul dan setengah tertahan.

Disorder | End |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang