7. Vanilla 2

7 8 16
                                    

Tengah malam gua terbangun hendak ke dapur untuk minum, saat melintasi ruang tengah terlihat ayahku tengah terduduk sendiri di gelapnya malam dan lampu ruangan yang menyinari wajah nya.

"Papah"

"Papah ngapain di sini?"

"Kamu kok belum tidur?"

"Mck...Ya udah vanilla ke kamar ya yah"

Saat ku berjalan menaiki tangga sempat melihat ayah ku sekilas mengusap wajahnya kasar ke arah belakang dengan jari-jari tangan nya.

I don't know what happened

Aku terjaga sepanjang malam memikirkan kedua orang tua ku.

***

Memori pecahan gelas yang menancap di telapak tangan latte masih terekam jelas di ingatan ku, tidak ada raut kesakitan di wajahnya, justru gua melihat nya tersenyum seringai yang entah mengapa membuat gua merinding seketika.

Gue baru aja balik selepas bermain bersama latte, sesampainya di rumah langsung di sambut dengan suasana yang menegangkan.

"Kamu bisa tenang dikit gak sih?"

"AKU CAPEK!!"

"AKU JUGA CAPEK MAS!!"

"KAMU ENAK DI RUMAH AJA"

"KAMU TERUS-MENERUS MENGELUH!!"

"PENDAPATAN RUMAH SAKIT JUGA MENURUT"

"KAMU TERUS JADIIN AKU BUAT PELAMPIASAN AMARAH KAMU!!"

"AKU GAK PERNAH JADIN KAMU BAHAN PELAMPIASAN AMARAH KU!!"

"TERUS SEKARANG APA NAMANYA???"

"TIAP PULANG KERJAAN KAMU SELALU KAYAK GINI!!"

"AKU JUGA BISA MARAH MAS!!, GAK CUMAN KAMU AJA!!"

Gua terus menyimak perdebatan mereka, ini pertama kalinya gua mendengar kedua orang tua gua berbicara dengan nada tinggi seperti ini, membuatku sangat takut, di lain sisi gua melihat hal yang belum pernah di lihat sebelumnya, jadi ini mereka yang sebenarnya? Atau apa?

Gua tidak tahan lagi mendengar nya, ku berjalan menghampiri mereka dan mereka masih asik berbincang dengan nada tinggi tak menyadari kehadiran ku.

"Mah pah"

"KAMU DARI KAPAN DI SINI??"

"VANILLA MASUK KE KAMAR SEKARANG!!!"

Gua langsung berlari menuju kamar dengan mata berkaca-kaca, ini pertama kalinya gua di bentak oleh seseorang, apalagi yang ngebentak orang tua gua sendiri!!

***

Gua ngerasa bersalah karena telah berbohong kepada latte di telepon tadi, tapi gua gak sepenuhnya bohong kok emang orang tua gw lagi sakit tapi bukan sakit secara fisik melainkan sakit secara psikis.

Nyokap gue emang udah biasa jadi walinya latte kalo dia lagi kena masalah di sekolah, latte dan gua bertetangga bisa di bilang kita tumbuh kembang bersama-sama, gua anak tunggal sedangkan nyokap gue kepengen banget punya anak perempuan lagi makannya latte sudah di anggap seperti keluarga.

Satu hal yang bikin gua suka sama latte, meskipun dia tempramental, seumur hidup gua berteman gak pernah sekalipun dia ngebentak gua.

***

"DASAR BAJINGA*N BRENGS*K KAMU YA!!!"

"CUKUP!!!"

PRANGG

"ARKHHH"

PRANGGG

"KAMU GILA!!"

BRAKK

suara hantaman pintu yang amat keras terdengar

Hari demi hari ku lewati dengan terus-menerus mendengar mereka berbicara dengan nada tinggi dan suara nyaring pecahan barang terus bergema hingga ke kamar ku, mereka semakin terang-terangan tak jarang pula mereka memaki dengan kata-kata kasar, sedangkan gua hanya berdiam diri saja di dalam kamar dengan pikiran kosong dan perasaan yang berkecamuk.

Hal sekecil apapun tidak luput dari perdebatan mereka, entah mereka tidak menghiraukan ku atau pura-pura tidak menghiraukan ku, suara mereka menusuk dengan jelas ke telinga ku.

Liburan panjang yang gua dambakan malah berubah menjadi siksaan berkepanjangan, pandemi ini bukan hanya sekedar menyerang fisik tapi juga psikis.

Karna pandemi ini juga gw jadi melihat sisi baru dari kedua orang tua gua, entah selama ini mereka tidak pernah menunjukkan nya? atau karna dampak dari pandemi sehingga mereka menjadi seperti ini?

Gua gak tahan mendengar makian mereka terus-menerus memutuskan untuk pergi kemana saja asal tenang, gua butuh ketenangan.

Gua berjalan tak tentu arah dengan pandangan kosong menyusuri jalanan ibu kota yang nampak sepi karna tengah diguyur hujan, suasananya sangat sepi ditambah gemericik air di sore hari dan angin yang berhembus ringan memberikan kesan sejuk yang sungguh menenangkan.

Gila

Terkekeh kecil, gua melihat seorang gadis dengan seragam SMA yang masih melekat di tubuhnya sudah basah kuyup terguyur hujan, gua berjalan menghampirinya.

"Gua kira gw sendirian yang hampir gila"

"Berisik"

"Nih"

Gua memberikan payung yang tengah gua pegang kepadanya dan berlalu pergi meninggalkan gadis tersebut dengan berlari.

Gua sekarang tengah berteduh di salah satu halte busway terdekat, untungnya gua memakai jaket jadi tidak terlalu basah, saat tengah melihat rintik hujan yang turun ke jalan gua teringat kembali dengan gadis tadi.

Gua melepaskan jaket dan berlari menerjang hujan di tengah jalan gua berhenti dan membiarkan air membasahi diri, hawa dingin menyelimuti seluruh tubuhku, air mata dan gemericik air menyatu di tengah derasnya hujan, tiap tetes air yang menyentuh kulitku seolah-olah menghapus beban di setiap bagian tubuhku.

***

Gua terus mondar-mandir di dalam kamar dengan jari yang menempel di bibir, wajah yang tampak tengah berpikir keras dan rambut setengah basah selepas hujan-hujanan tadi, akhirnya gua memutuskan untuk mengajak mereka.

Gua berjalan pelan dengan suara tapak kaki yang nyaris tak terdengar, perasaan takut dan khawatir menyelimuti seluruh inci tubuh ku dari ujung kaki hingga ujung kepala, menyusuri seluruh penjuru ruangan mencari penghuni rumah yang tak kunjung nampak batang hidungnya.

"Mah, papah dimana yah?"

"Gatau"

"Pah!!!"

"Kenapa vanilla?"

"Pah, vanilla mau bicara, ikut Van sebentar"

"Bicara aja di sini"

"Vanilla mau bicara bertiga, sama mamah juga"

***

Setelah perbincangan yang menegangkan kemarin akhirnya gua bersama kedua orang tua gua memutuskan untuk pergi ke psikiater bersama latte juga.

Disorder | End |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang