Chapter 9

134 17 3
                                    

*****

Sepanjang jalan Nadia dan Axel hanya diam tanpa mengucapkan satu kata pun, Nadia sebenarnya merasa sangat canggung berada disituasi seperti ini.

Apalagi dia tidak begitu kenal dengan Axel. Ya walaupun Axel itu sahabat kakaknya, tapi kan mereka tidak pernah mengobrol bersama.

Nadia juga merasa sangat bodoh karena sempat menunggu supirnya sampai berjam-jam.

Padahal tadi pagi dia sendiri yang bilang untuk tidak usah dijemput dan akan pulang bersama Nita.

Tapi karena kecelakaan kecil yang terjadi di kantin tadi, membuat Nadia lupa untuk menyuruh Nita mengantarkannya pulang dan malah menunggu supirnya didepan gerbang seperti anak hilang.

Motor Axel pun berhenti didepan rumah Nadia, tapi Nadia masih sibuk melamun merutuki dirinya sendiri sehingga ia tidak menyadarinya.

"Nggak mau turun?" ucap Axel

"H-hah, apa? Oh iya udah sampai ya hehe" jawab Nadia sambil cengengesan dan langsung turun dari motor

"Makasih yah kak" ucap Nadia

"Hm" jawab Axel dengan deheman singkat dan juga ikut turun dari motornya

Hal tersebut membuat Nadia bingung karena kenapa kakak kelasnya ini juga ikutan turun dari motor, padahal kan seharusnya ia langsung pulang saja.

Axel pun berjalan mendahului Nadia yang masih melamun, Nadia yang tersadar langsung menyusul Axel dan berjalan dibelakangnya dengan melangkah mengikuti jejak kaki Axel yang lebar-lebar.

Sampai didalam rumah semua anggota Jervanos dibuat bingung dengan Axel dan juga Nadia yang datang bersamaan.

Axel berhenti tepat di ruang tamu dimana anggota Jervanos berkumpul, sementara Nadia yang masih asik mengikuti langkah Axel tidak sadar kalau Axel ternyata sudah berhenti dan berakhir dengan menabrak punggung tegap laki-laki itu.

"Aduhhh" ucap Nadia sambil mengelus-elus dahinya yang kemudian mengangkat wajahnya.

Nadia melihat ke sekelilingnya dan baru menyadari bahwa yang berada diruangan itu bukan hanya ada dirinya dan Axel tapi juga anggota Jervanos.

Jadi Axel turun dari motornya karena teman-temannya yang lain memang sudah berkumpul di rumah Nadia seperti biasanya.

Nadia merasa semakin bodoh karena tidak berpikir sampai kesana dan kembali merutuki dirinya sendiri.

Nadia yang sudah merasa malu karena diperhatikan oleh anak-anak Jervanos, memutuskan untuk langsung kabur dan berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Tapi pada saat Nadia akan melangkah menaiki anak tangga pertama, ia malah terjatuh dengan tidak elit.

'dughh'

"Aduhhhhh" rintih Nadia sambil menahan sakit pada lututnya yang sepertinya sudah mengeluarkan sedikit darah

Anak-anak Jervanos yang melihat hal itu, tentu saja merasa terkejut dan langsung menghampiri Nadia dan berniat menolongnya.

Tapi Nadia sudah sangat kepalang malu kalau di pribahasa kan seperti 'sudah jatuh tertimpa tangga pula'. Sampai-sampai mukanya memerah langsung menangis histeris dan membuat anak-anak Jervanos panik.

"Eh kok bisa jatuh, makanya jangan lari-lari" kata Alvin

Nadia yang mendengar itu semakin menangis histeris sampai semua orang langsung menutup telinganya.

"Duhh cup cup cup, udah nggak usah nangis lagi yah, mana yang sakit sini kakak obatin" kata Randhika mencoba menenangkan

"K-kakinya s-sa-sakit" jawab Nadia sambil sesenggukan

Revan pun membantu Nadia berdiri dan membawanya kembali keruang tamu, sementara Rivan langsung mengambil kotak obat.

Nadia yang masih sesenggukan didudukkan di sofa ruang tamu  dengan Rivan yang sibuk mengobati luka dilututnya, sementara anak Jervanos yang lain ikut duduk di ruang tamu dan memperhatikan Rivan yang sedang mengobati lututnya.

"Kenapa lari-lari sih?" Tanya Revan yang duduk disamping Nadia

"M-malu" cicit Nadia

"Halah kayak biasanya nggak malu-maluin aja" kata Alvin

Mata Nadia sudah berkaca-kaca kembali dan bersiap untuk menangis lagi, Revan yang melihat itu langsung menegur Alvin agar diam.

"Terus kenapa baru pulang?" Kali ini yang bertanya adalah Rivan

"Lupa tadi malah nunggu pak Anto padahal gue eh maksudnya aku udah bilang ke pak Anto kalo pulangnya bareng Nita, tapi tadi lupa bilang ke Nita kalo mau dianterin pulang" jawab Nadia dengan suara kecil untung-untung mereka bisa mendengarnya

"Kenapa nggak nelpon rumah?" Tanya Julian yang ikut bertanya pada Nadia

"Nggak punya nomornya" cicit Nadia

"Masa nomor rumah nggak punya sih, punyanya nomor siapa?" Tanya Rivan sedikit  tidak percaya pada adiknya itu

"Nggak punya nomor siapa-siapa" jawab Nadia sambil menunduk karena merasa dipojokkan

Sebenarnya Nadia ingin langsung kabur kekamarnya saja saat ini, tiba-tiba moodnya hilang karena terlalu malu untuk memikirkan kelakuannya hari ini.

"Mana sini HP mu" ucap Revan pada Nadia meminta agar menyerahkan handphone miliknya pada dirinya

Revan yang baru menerima handphone Nadia, dibuat geleng-geleng kepala dengan keadaan handphone nya yang sudah tidak wajar, retak di sana-sini.

Revan langsung mengecek isi handphone adiknya itu, walaupun sedikit susah karena retakan pada layar membuat sebagian lagarnya menjadi hitam.

Revan dibuat terheran-heran dengan Nadia karena benar apa yang diucapkan adiknya itu bahwa dia tidak mempunyai kontak siapapun.

Bahkan di handphone nya tidak ada apapun selain aplikasi Instagram. Mungkin nanti ia harus membelikan adiknya ini handphone yang baru.

Revan menyimpan nomor handphone nya di handphone milik adiknya itu dan langsung menyambungkannya ke handphonenya agar ia bisa menyimpan nomor adiknya juga.

"Besok kalau ada apa-apa langsung telpon nomor ini ya" perintah Revan

"Iya" jawab Nadia sambil menahan kantuk

"Terus tadi pulang dianter siapa" tanya Rivan

"K-kak Axel" cicit Nadia

Anak-anak Jervanos yang mendengarnya langsung menatap horor kearah Axel dan langsung meminta penjelasan.

"Tadi nggak sengaja lewat gerbang sekolah ketemu" jawabnya Axel singkat

Mereka tidak puas dengan jawaban Axel, tapi percuma untuk meminta penjelasannya. Hanya akan membuang-buang waktu karena Axel sudah pasti tidak akan menjawabnya.

"Kok bisa bareng Axel?" tanya Rivan pada Nadia

Nadia yang malas untuk menjawab hal itu, berpura-pura tidur, tapi sepertinya anak-anak Jervanos tau kalau Nadia hanya berpura-pura saja.

Mereka yang melihat itu hanya bisa geleng-geleng kepala, kemudian Rivan langsung menggendong adiknya itu dan membawanya kedalam kamarnya.

Setelah sampai dikamar Nadia, Rivan menurunkan Nadia di kasurnya dan langsung turun menyusul teman-temannya lagi di ruang tamu.

Setelah Rivan keluar dari kamar, Nadia bangun dan mencak-mencak tidak jelas.

Ini bukan gambaran obrolan pertama yang harus ia lakukan dengan kakaknya, kenapa sangat tidak elit.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ternyata kakaknya tidak segalak itu, mereka juga kelihatan peduli dengan Nadia.

Lalu apa yang membuat Nadia selalu menghindar dari kakak-kakaknya. Sekarang Nadea sedang berpikir keras, sepertinya ada yang disembunyikan oleh Nadia sampai dia menjadi orang yang seperti itu.

Dia sepertinya ia harus membongkar kamar ini untuk bisa menemukan petunjuk-petunjuk baru, yang bisa membantu dia menyelesaikan masalahnya.

NADIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang