p r o l o g

219 15 4
                                    

"Melodi, kenapa baru angkat telponnya?"

"....maaf, Ma. Tadi aku ketiduran begitu sampai hotel."

"Jetlag?"

"M-hm."

"Sudah makan?"

"Belum. Ini mau siap-siap beli makan."

"Yaudah hati-hati, jangan beli makan yang aneh-aneh, ya! Habis makan langsung minum vitamin. Besok kamu meeting jam delapan kan? Nggak usah begadang-begadang, jam sembilan langsung tidur!"

"Ay, capt."

"Telpon mama kalau perlu apa-apa ya, sayang? Jam berapa pun itu, kamu harus telpon mama kalau kamu butuh apa-apa."

Dari tempatnya duduk sambil memasang sepatu, Odi malah terkekeh. Gemas mendengar omelan ibunya.

Mama masih begitu, selalu saja begitu.

"Iya mamah, iyaa. Mama orang pertama yang bakal aku telpon kalau aku butuh apa-apa." katanya, berjanji.

Sebab hanya dengan begitu, mama bisa tenang melepaskannya.

Sebab hanya dengan begitu, mama bisa tenang melepaskannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

duabelas tahun, delapan bulan, enambelas hari.

"yogya mu, masih sama."

harum aromanya, ramai kaki limanya, teduh suasananya.

"yogya mu, tidak ada yang berbeda."

semua masih sama. seperti sebelum dia meninggalkannya.

melodi mencoba tersenyum.
menyapa kembali yogya yang telah lama dia tinggalkan.

menikmati kembali tiap langkahnya
yang terasa ringan, menjejak di setiap sudut malioboro.

menikmati hangatnya semilir yogya menjelang datangnya sang senja.
sambil membuka kembali setangkup nostalgia.

cerita cinta pertama.

duabelas tahun, delapan bulan, enambelas hari.

bolehkah melodi bertanya lagi,

"bagaimana kabarmu kini?"

andai masih di izinkan untuk menyuarakan isi hati, ingin dia sampaikan bahwa ia selalu merindu.

"semoga saja, kamu masih mau tau."

bahwa selalu ada sejumput harap, semoga pedihnya kecewa yang pernah tercipta dulu, sudah hilang dari kenangannya.

"maaf, aku pernah meninggalkanmu."

berbisik sesal hingga mengundang getir pada senyumnya.

menyayangkan nyalinya yang persis bagai pecundang.

jika boleh berandai diberi satu kesempatan lagi, akan dia penuhi satu janji yang pernah dia ikat dalam lisannya,

"biar aku memberimu jawaban, mengapa aku memilih pergi meninggalkan."

bukan karena kecewa sebab cinta yang selalu dia pendam nyaris tidak pernah diberi izin untuk dia nyatakan.

melodi, hanya sedang mencari jalan,

"untuk melepaskan cinta yang terlanjur tumbuh hanya untukmu."

duabelas tahun, delapan bulan, enambelas hari.

"yogya, kini aku kembali."

menyusun lagi kepingan memori yang pernah hancur saat dia pergi.

langkahnya melambat, lalu perlahan terhenti. persimpangan malioboro, dia pilih untuk jadi saksi.

bagaimana setitik embun mengaburkan jarak pandangnya.

sosok di depannya tersenyum, seperti ingin menyambut kepulangannya.

"kamu pulang." gema yang teramat lirih itu berbisik syahdu menyapanya.

memberi kesempatan untuk setitik embun di kedua matanya, agar perlahan luruh menyampaikan haru. sebab ia masih diizinkan untuk selalu pulang lagi.

melodi kembali tersenyum, meskipun kini bercampur airmata. lalu ditengah deru kota yogya, ia merintih,

"magenta, aku pulang."

m a g e n t a

magenta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang