e p i l o g

129 11 0
                                        

duabelas tahun, delapan bulan, enambelas hari..

"kamu pulang." bisiknya terlampau lirih.

memberi kesempatan untuk setitik embun di kedua matanya, agar perlahan turun menyampaikan haru. sebab Odi masih diizinkan untuk selalu pulang lagi.

Odi kembali tersenyum, meskipun kini bercampur airmata. lalu ditengah deru kota yogya, ia merintih,

"magenta, aku pulang."

"Inget nggak, dulu kamu pernah tanya kenapa Magenta nggak pernah mau kasih tau kamu kalau dia lagi sakit?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Inget nggak, dulu kamu pernah tanya kenapa Magenta nggak pernah mau kasih tau kamu kalau dia lagi sakit?"

Mengabaikan jalanan berbatu yang sedang dipijaknya, Odi mengangkat pandang. Menatap Christo yang masih setia menggenggam jemarinya supaya nggak ada bebatuan yang membuatnya jatuh tergelincir.

Odi cuma berdeham memberi jawaban. Sebenarnya, sedang setengah mati menekan rasa sedih yang sedari tadi menyeruak memaksa untuk ditumpahkan.

"Sebenernya, Genta udah kasih tau aku jawabannyaㅡ" Christo melanjutkan, matanya masih menatap jalan setapak di bawahnya, memilih medan paling nyaman untuk keduanya melangkah.

"ㅡ jawaban yang bikin aku datang malam itu ke rumah rehab setelah aku lihat postingan dia."

"...karena aku mau kita tetap jadi orang lain buat satu sama lain." suara berat Magenta malam itu, masih bisa Christo ingat dengan jelas bagaimana gemanya, "Sejujurnya, aku nggak pengen kita dekat kayak dulu lagi. Aku nggak mau Odi tumbuhin rasa sayangnya ke aku."

"Kenapa, Gen? Odi beneran sayang sama kamu, dia peduli sama kamu. Kamu nggak tau gimana kacaunya Odi lihat kamu nggak sadar berhari-hari ㅡ"

"Justru karena itu. Aku nggak mau bikin dia sedih lagi. Aku nggak mau ninggalin luka di hati Odi waktu aku udah nggak ada nanti."

"Magentaㅡ"

"Aku tau gimana sakitnya ditinggalin orang yang aku sayang. Aku nggak mau begitu ke Odi kalau suatu saat nanti aku harus pergi."

Odi tertawa culas. Nyatanya, Magenta tetap saja pergi dengan belasan belati yang sudah dia tancapkan dalam hati. Magenta tetap saja pergi meninggalkan luka paling pedih yang masih dia taburi dengan garam dan juga tajamnya duri.

"Tapi dia ninggalin aku dengan cara yang paling menyakitkan buatku."

Genggaman jemari Christopher rasanya mengerat. Dia menatap sekilas kedua mata Odi yang mulai berembun, kemudian terkekeh sampai kedua matanya nyaris menghilang.

"Kalo gitu, sore ini aku kasih semuanya khusus buat kamu ngomelin dia." katanya persis ketika langkahnya tiba di depan rumah Magenta yang sudah laki-laki itu tinggali lebih dari satu dekade yang lalu.

magenta [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang