Bagian 4

630 78 19
                                    

Musim panas awal Agustus jauh lebih ramah ketimbang bulan lalu, tapi bukan berarti cuacanya jadi lebih termaafkan. Orang-orang lebih memilih untuk diam di dalam ruangan dengan pengatur suhu daripada berkeliaran di luar dan mengekspos diri mereka di bawah sengatan sinar matahari. Kalaupun mereka harus keluar dari ruangan mereka pasti akan memilih untuk duduk-duduk di bawah pohon atau payung. Tapi tidak dengan Chayoung.

Karena sudah terlalu lama dipendam di dalam ruangan, dirinya merindukan sensasi terik matahari. Dan karena dirinya sudah tidak butuh bergerak dengan kursi roda dia akan menikmati berjalan-jalan di taman selama yang dia butuhkan sebelum janji sesi terapi fisik sore ini.

Chayoung berjongkok menghadap berem jalan taman di pusat rehabilitasi, dagunya diletakkan di atas lututnya selagi matanya mengamati barisan semut yang berlarian teratur di atas bata, membuat orang-orang yang lewat menatap aneh pada dirinya. Dia masa bodoh sih, bagaimanapun dia sudah sangat bosan melakukan aktivitasnya di dalam ruangan dan memutuskan untuk melakukan aktivitas bodoh untuk menghabiskan waktu, jadi dia mengambil ponselnya dan memulai merekam barisan semut tersebut.

Dia memutuskan untuk menyudahi sesi mengamati semut karena kakinya mulai terasa kram, dia berusaha untuk berdiri tapi sepertinya kakinya tak mau diajak kerjasama sehingga dia terjungkal ke belakang dan bokongnya mendarat empuk di paving jalanan.

"Butuh bantuan?" seseorang dengan suara lelaki menawarkan bantuan dari balik tubuhnya, dirinya berdiri tegak semampai dan secara tidak sengaja membayang-bayangi tubuhnya. Chayoung berbalik untuk melihat orang tersebut yang di saat yang sama membungkuk untuk berbicara padanya. Alih-alih merespon perkataan lelaki tersebut, Chayoung membatu sesaat, mungkin ada semenit sebelum lelaki tersebut mengulang perkataannya.

"Ah, ya, ya." Chayoung merespon ketika kesadarannya telah kembali. Lelaki itu membungkuk lebih rendah dan memegang kedua pundak Chayoung dengan lembut dan membantunya berdiri. "Terima kasih," ujar Chayoung, mencuri pandang pada lelaki tersebut.

"Butuh bantuan lagi?" tanya lelaki itu menawarkan seraya melepas tangan dari pundaknya. Chayoung menggaruk lehernya, berpikir, sembari mengamati sekitaran.

"Uh, kalau ahjussi tidak keberatan sih, boleh bantu aku berjalan ke bangku terdekat?" ujarnya seraya menunjuk bangku yang ada tak jauh dari mereka. Kakinya terasa agak keram karena terlalu lama jongkok jadi lumayan juga jika ada seseorang yang bantu dia berjalan.

Vincenzo meringis mendengar kalimatnya, "Ahjussi? Aku terlihat tua ya?".

"Tidak sih, tapi kan aku tidak kenal?" Chayoung menatap polos ke arah Vincenzo. Melihat ekspresi Chayoung dan kalimat yang baru dia utarakan, Vincenzo tersadar.

"Benar juga," ujar Vincenzo, hatinya serasa terhunjam sedikit. Dia kemudian mengangkat satu lengannya untuk dijadikan pegangan Chayoung, "Aku bantu jalan.". Chayoung menatap lengannya dan meraihnya tanpa pikir panjang.

Vincenzo menyeringai tipis ketika Chayoung memegang tangannya dengan pasti. Ini bukan pertama kalinya Chayoung memegangnya di lengan, tidak terhitung sudah berapa kali, namun kali ini adalah pertama setelah setahun lamanya, dan baru disadarinya bahwa dia telah merindukan sekali sensasi ini. Jarak antara mereka pun tidak banyak membantu, rasanya ingin langsung memeluk wanita itu saat itu juga tapi dia menahan keinginannya. Ada waktunya sendiri nanti.

Mereka berjalan pelan, memberi kesempatan pada kaki Chayoung untuk mengatur kekuatan menapaknya. Chayoung diam-diam mencuri pandang pada Vincenzo dan lelaki itu tidak tahan untuk membalas pandangannya.

"Ada yang aneh di wajahku?" tanya Vincenzo.

"Ya. Anda terlihat aneh," Chayoung menjawab tanpa ragu. Vincenzo berhenti dan menoleh padanya.

Memori di Atas Kertas Putih [FIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang