1. Saya mau ketemu

46 14 35
                                    

Direct Massage

Saya mau kita bertemu

Cutie mengerjap sebentar, merasa matanya mulai mengalami gangguan. Lalu menatap kembali ponselnya.

Ding...

Tatap muka

Cutie hampir melempar ponsel berharganya saking terkejutnya. Tapi, sayang, banyak foto cogan hasilnya berjerih payah stalking sana-sini akan raib begitu saja kalau ia membanting benda persegi panjang itu.

"Gue harus gimana?" tanyanya kalut. Menatap kamarnya yang porak poranda. Kuas cat berhamburan belum dibereskan, tembok yang bentuknya tidak karuan karena tangan usilnya yang menganggap itu adalah satu contoh, seni.

Cutie tidak pernah mengalami situasi seperti ini selama lima tahun setengah bulan dia mengabdi sebagai true stalker. Dan tidak pernah ada sasarannya yang seserius dan tidak bisa diajak bercanda seperti ini.

Tapi masalahnya adalah, orangnya tidak tepat.

Tidak aman untuk dirinya dan masa depan.

Drttt....

Cutie meraih ponselnya walau pikirannya mendekati titik depreshoot. Tapi lagi dan lagi dirinya dibuat bernafsu membanting benda sejuta umat itu.

Refleks ia memencet tombol menolak panggilan. Luar biasa, rasanya Cutie ingin meminjam mesin waktu Doraemon.

Panggilan kedua, ia dengan cepat menerima panggilan itu.

"Selamat siang, kenapa telepon saya ditolak?" pertanyaan bernada ramah tamah tapi menyeramkan dan mengancam untuk Cutie.

"Ke-kepencet, iya kepencet!" ucap Cutie sedikit panik.

"Baik, saya mengerti. Mungkin kemarin kamu begadang sampe subuh untuk mengerjakan proposal skripsi dan sekarang kamu jadi kurang tidur dan kosentrasi."

Menyindir.

Kenapa saat Dosen pembimbing menagih, waktunya selalu tidak tepat? Sekarang apa Cutie harus mengaku kalau kemarin ia tidak bisa bobo nyenyak karena ada orang penting yang tiba-tiba berkata nyaman dengannya dan sekarang mengajaknya bertemu? Menyerahkan diri kepada psikopat namanya.

"Hehehe... proposalnya masih saya pikirkan, Pak," ucap Cutie hati-hati. Sang psikopat sudah bangun, jangan sampai menggonggong atau bahkan menggigit.

"Kapan selesainya kalau cuma dipikirin saja? Memang proposal bisa selesai begitu saja dengan kamu berimajinasi?" pertanyaan atau lebih tepatnya pernyataan menusuk.

Mati kutu.

"Saya usahakan secepatnya, Pak." Cutie berucap cepat. Refleksnya benar-benar buruk.

"Saya tahu kamu selalu berusaha, tapi usaha juga banyak bentuknya, mengurangi rebahan itu juga usaha. Dan usaha yang saya butuhkan kamu mau menyelesaikan proposal skripsi secepatnya. Memangnya kamu tidak mau sidang skripsi secepatnya?"

Lagi, lagi. Cutie dipojokkan. Ia bahkan bisa membayangkan senyum yang mengembang di bibir dosen pembimbingnya itu. Seram.

"Baik, Pak. Maaf, saya akan berusaha semampu saya."

"Itu keharusan."

Cutie mencibir, mengikuti ucapan dosen pembimbingnya itu dengan gaya menye-menye.

"Baik, Pak," ucap Cutie, tidak tahu dan tidak mau mengucapkan hal lebih.

"Baik, minggu depan, hari kamis, di ruangan saya jam sembilan tepat. Selamat begadang sampai subuh lagi, selamat siang."

Tiba-tiba panggilan terputus begitu saja. Cutie berdiri mematung di tempat. Sekarang haruskah dia menangis meraung, melempar barang-barangnya dan berteriak," TIDAKKKKK!!!"

Nyatanya, Cutie hanya bisa mencak-mencak tanpa berani merealisasikannya.

Saya mau kita bertemu.

Memang proposal bisa selesai begitu saja dengan kamu berimajinasi?

Tatap muka.

Memangnya kamu tidak mau sidang skripsi secepatnya?

Cutie mengacak rambutnya yang sudah kusut, tiga hari belum keramas. Raut wajahnya kesal nyaris menangis.

Inginnya, ia mau bertemu cogan dari kalangan sepantaran dan nyata adanya, proposal skripsi selesai tanpa adanya tagih menagih. Dan itu semua salahnya sendiri, akibat sikap ceroboh dan refleks yang begitu buruk.

Nyatanya, ia malah terjebak karena dirinya sendiri.

BRONKITIS
TBC terlalu biasa

Yuhuuu... cerita ini ditulis karena ikutan 250 word days challenge gitu:"

Bab pertama dibikin pendek karena emang pengen aja. Segini aja udah keliatan Cutie seceroboh apa:v

facegramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang