Pada malam yang beranjak lalu, suaramu mengiang di setiap penjuru. Pada garis langit yang menyatu, rindu ini kian menggebu tanpa tahu ia menjelma debu di hadapmu. Kata, adalah hadiah perasaan yang tertahan dalam ingatan. Di tiap-tiap tumpukan metafora pada kaki-kaki langit yang memikul sendu pada tahun-tahun paling siksa.
Kala jembatan debar terus meneriakkan lebam pada sisi laku yang meluka. Pada pemberhentian jalan-jalan menuju entah, langkah terpaku kaku. Menari-nari lirih berucap pedih. Menatap bayang seolah ia tercipta hanya untuk memeluk diri sendiri.
Matamu, masih kupeluk erat di antara sayup-sayup kilau kunang yang tenggelam. Mengalun sayu, meremuk candu, membias semu. Dan perihal kamu, tak ada yang lebih sembilu selain aku.
25 November 2019
