Part 5

3.5K 236 0
                                    

"Ris..." Riva menarik Aris ke toilet karyawan. 

"Va, kamu mau ngapain aku? Sampai ditarik ke toilet segala." Canda Aris. "Kamu kalo suka aku, nggak usah gini caranya, nggak usah main jebakan batman segala. Cukup bilang biar aku lamar langsung." Kekeh Aris. 

"Aris, serius." Riva melotot.

"Sorry.. Sorry.." Sesal Aris. "Kenapa?"

"Aku harus gimana hadapi kedua orang itu?"

"Jujur, itu kuncinya. Jujur ke hati kamu. Jujur ke mereka berdua." Ujar Aris sambil menepuk bahu Riva lembut. 

***

"Kak." Sapa Riva saat mendapati Dimas sudah menunggunya di area parkir kantor. 

"Udah selesai, Va?" Tanyanya datar.

"Udah." Jawab Riva singkat.

"Yuuk pulang." Ajak Dimas, Riva lalu mengangguk setuju.

Di dalam mobil, Riva memperhatikan betul sosok Dimas. Dimas bukan orang asing bagi Riva. Sepuluh tahun yang lalu dia datang ke keluarga Riva. Menjalin hubungan dengan Yesi, Kakak Riva. Tiga tahun masa perkenalan akhirnya mereka menikah. Tepat di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Yesi dinyatakan positif hamil. Bahagianya mereka termasuk Riva dan keluarga besar. Sayang saat persalinan, Yesi menghembuskan nafas terakhir sembari berwasiat, menitipkan suami dan anaknya pada Riva. 

Dimas tipikal pria dewasa bagi Riva. Maklum usia keduanya selisih 8 tahun. Perawakannya tinggi, kulit putih, rahang kuat, alis tebal. Sekilas dia berhak menyandang predikat duren, duda keren. 

Mereka dijodohkan oleh pesan terakhir Yesi yang langsung disetujui keluarga besar. Awalnya Dimas terkesan menolak, Riva pun sempat sadar diri apa sih istimewanya dirinya dibandingkan dengan Yesi. Tapi beberapa waktu ini, Dimas berubah. Dimas menunjukkan egonya sebagai pria terhadap pasangannya. 

"Sampai, Va." Ujar Dimas seraya melepaskan seat belt nya. "Va, kamu ngelamun?" Tanya Dimas saat menyadari Riva bergeming.

"Ehh.. nggak, Kak. Cuma capek aja." Elak Riva, salah tingkah. Terlebih saat menyadari Nathan benar-benar menunggu di depan rumah. "Biar aku yang buka pintunya, Kak." Tawarku. 

"Aku aja." Dimas buru-buru keluar. Nathan terlihat menyapa Dimas. Kemudian pandangan Nathan tertuju ke mobil Dimas. Riva beranjak turun. Sekilas Riva mengulas senyuman untuk Nathan lalu masuk ke pekarangan rumah. 

"Bi, kok sepi?" Seloroh Riva saat Marni membuka pintu untuk dirinya. "Pada ke mana?"

"Alifa udah tidur. Capek kayaknya seharian main, lari-lari. Kalau ibu sama bapak tadi mendadak di telepon, eyang putri drop lagi katanya."

"Va..." Dimas hampiri Riva. "Kenapa, Va?"

"Eyang putri drop lagi kondisinya."

"Mau kesana?" Tanya Dimas. "Aku anterin."

"Nggak deh, Kak. Besok aku tetep harus kerja, nggak mungkin bisa bolos." Riva melirik jam dinding. "Udah waktunya makan malam, Kak Dimas ganti baju dulu sana. Biar aku siapin makan malam untuk Kak Dimas." Dimas menatap Riva dalam, bibirnya mengulas senyuman manis. Pipi Riva merona seketika. 

Dimas sudah kembali dengan hanya mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Dari semenjak duduk di meja makan, matanya terus memperhatikan Riva yang masih sibuk menghidangkan masakan untuk makan malam. Gawai Dimas berdering. 

"Iya, bu. Tadinya aku mau pulang tapi Alifa keburu tidur pas aku sampe. Mungkin besok aku pulang." Ujar Dimas. "Iya, Bu. Diusahakan secepatnya." Dimas tersenyum sekilas. "Ada nih, mau bicara?" Dimas kemudian menyodorkan gawainya pada Riva. "Ibu." Bisik Dimas. Riva segera menerima ponsel Dimas. 

Jodoh Lima LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang