Part 7

2.8K 195 0
                                    

Nathan membuktikan ucapannya. Dia menenggalamkan diri dalam kesibukannya mengelola distro. Sesekali Riva hanya mendengar suaranya di malam hari saat dia pulang.

Rumah Nathan pun mulai ramai didatangi teman-temannya. Terlihat Nathan berusaha asyik dengan dunianya. Sungguh Riva merasa kehilangan. Paginya tidak sehangat kemarin. Petangnya kini kembali sunyi. Smartphone-nya kehilangan pesan-pesan singkat Nathan. 

Sama dengan Nathan, Dimas pun hilang tanpa kabar berita. Hanya sesekali Riva bisa tahu kabarnya itu pun dari Bunda atau Ibu. Bahkan saat acara pemakaman Eyang Putri kemarin lusa, Dimas bersikap sangat biasa. Layaknya kakak pada mantan adik ipar. 

"Yah, sepertinya hubungan Riva sama Dimas semakin memburuk."

"Ya namanya juga masalah hati, Bun. Nggak bisa kita paksain."

"Iya sih, Yah. Tapi...."

"Kenapa, Bun?"

"Kasihan Alifa. Dia butuh sosok ibu seutuhnya. Cepat atau lambat Dimas pasti memang harus menikah. Dia juga butuh seseorang yang bisa urus dia dan Alifa. Ya Bunda sih percaya Dimas dengan mudah bisa dapat wanita untuk dijadikan istri tapi apa bisa merangkap ibu buat Alifa?" Papar Hesti. Riva yang tidak sengaja hendak mengambil air minum ke dapur mengurungkan niat saat mendengar percakapan orang tuanya.

"Hmmmm..."

"Setidaknya kalau Dimas berjodoh sama Riva. Alifa tetap diasuh oleh orang yang masih punya hubungan darah sama Alifa. Kita juga jadi tenang cucu kita tetap dibawah pengasuhan anak-anak kita." Tambah Hesti. Riva menelan saliva.

Diam-diam Riva kembali ke kamar. Percakapan kedua orang tuanya kembali terngiang-ngiang. Hati kecilnya pun tidak tega membiarkan Alifa jatuh ke pengasuhan perempuan lain.

***

"Va, kamu baik-baik aja kan?" Tanya Aris menghampiri meja kerja Riva sore ini. Seharian Aris perhatikan tatapan sahabatnya itu yang tampak kosong. Maka dari itu ia menghampiri Riva. Riva melirik sekilas lalu tersenyum seraya menganggukkan kepala. "Ehh hari ini Alifa ulang tahun kan ya?" Tanya Aris sembari mengetuk tanggal di kalender meja memakai balpoin yang ia pegang dari tadi. Riva membulatkan mata. 

"Yaa ampun, aku lupa." Pekiknya sembari menepuk dahi.

"Yaaaelah Tante macam apa kamu? Ulang tahun keponakan satu-satunya aja sampe lupa." Aris menjitak kepala Riva dengan balpoinnya.

"Serius aku bener-bener lupa." Riva segera berbenah.

"Ehhh mau ke mana?" Tanya Aris saat Riva beranjak dengan tergesa-gesa sesaat setelah melihat jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Itu artinya jam kantornya sudah selesai.

"Pulang." Jawab Riva sembari meraih tas kerjanya.

"Tunggu, Va." Cegah Aris.

"Ada apa? Aku buru-bu...." Kalimat Riva menggantung.

"Aku titip kado ini buat Alifa." Aris menyerahkan paperbag bermotif Hello Kitty. Riva menerimanya ragu. "Ayo pulang sana, kalo kebetulan kamu belum siapin kado, bilang aja kado ini dari kamu." Ujar Aris yang berhasil membuat Riva menatapnya sambil mengkerutkan dahi. " Ya daripada kamu ngider cari kado dulu, yang ada nanti malah kemalaman. Kasian Alifa pasti udah nunggu kamu." Tutur Aris. Riva tersenyum haru. 

"Makasih banyak ya, Ris." Ucap Riva tulus.

"Sama-sama. Lagian itu kan gunanya sahabat?" Tanya Aris memastikan. Riva mengangguk mantap. 

***

Keluar kantor, Riva segera memesan ojek online menuju rumah kakek neneknya Alifa, orang tua Dimas. Sesampainya di depan rumah, Riva terlebih dahulu merapikan penampilan terutama rambut yang agak berantakan karena sempat memakai helm, juga merapikan hatinya yang tidak karuan. Ini kali pertama Riva kembali bertemu Dimas setelah sekian lama tidak bertemu.

Jodoh Lima LangkahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang