Kuliah di Bandung

17.7K 828 7
                                    

Perkenalkan, namaku Mira. Aku bungsu dari empat bersaudara. Aku berasal dari salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tepat di tahun 2011, aku lulus di salah satu SMA di Kabupaten Bogor. Pada saat itu, aku sebenarnya tidak ingin melanjutkan pendidikan. Keinginanku hanya satu, yaitu langsung bekerja dan bisa menghasilkan uang agar tidak membebani kedua orang tuaku lagi.

Maklum, aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja. Ayahku hanya seorang petani. Sementara ibuku berjualan sayur mayur di pasar. Namun, kedua orang tuaku memaksaku untuk melanjutkan pendidikan.

Karena kata mereka, aku harus bisa melebihi mereka berdua. Mengubah nasib keluarga jika memiliki gelar tinggi. Karena desakan kedua orang tuaku itu, aku hanya bisa menuruti saja. Awalnya, ayah memintaku untuk kuliah di Yogyakarta.

Bukan tanpa alasan ayah menginginkan aku berkuliah di sana, karena kakak pertamaku sudah menetap dan berkeluarga di sana. Jadi aku biar bisa terpantau karena ikut tinggal di rumah kakakku. Terlebih, biaya kuliahku juga akan dibantu oleh kakak pertamaku.

Namun aku menolak. Tetap saja aku ada rasa tidak enak. Penolakanku bukan karena ingin hidup bebas. Tapi, seandainya kakakku masih lajang, aku pasti menyetujui keinginan ayah.

Akhirnya aku meminta agar bisa kuliah di Kota Bandung. Karena jaraknya yang tak begitu jauh, setiap weekend atau libur kuliah, tentu aku bisa pulang ke rumah. Dibandingkan jika aku harus kuliah di Yogyakarta. Bisa-bisa, aku cuma pulang setahun sekali, seperti kakak pertamaku.

Setelah cukup lama menimbang permintaanku, ayah akhirnya mengizinkan juga. Toh, ada sahabatku yang juga akan kuliah di Kota Kembang itu. Namanya, Santi. Dengan begitu, ayahku percaya, karena Santi juga sudah kenal dekat dengan keluargaku.

Singkat cerita, aku dan Santi pergi bersama-sama ke Kota Bandung untuk mendaftar di dua perguruan tinggi. Satu perguruan tinggi negeri (PTN), dan satunya lagi perguruan tinggi swasta (PTS).

PTN yang aku pilih sama dengan Santi. Sementara untuk PTS-nya berbeda. Santi memilih PTS yang ada di wilayah Tamansari, sementara aku memilik PTS yang lokasinya berada di Dipatiukur.

Kami sendiri tidak ikut jalur mandiri untuk bisa kuliah di PTN. Karena tentu saja kembali lagi pada masalah keuangan keluarga kami.

Awal tiba di Kota Bandung, kami berdua memang tak langsung mencari tempat kos. Masalahnya, kami masih buta jalan dan daerah di Kota Bandung. Kebetulan saat itu, Santi memang berencana akan ikut tinggal di rumah tantenya yang ada di daerah Sukajadi untuk sementara waktu.

Dan bersyukurnya aku waktu itu, tantenya Santi mengizinkan aku untuk ikut tinggal juga. Kami tinggal di Tante Dita, panggil saja begitu, setidaknya hampir dua minggu sampai kami menemukan kosan putri yang cocok.

Kosan putri pilihan kami berada di daerah X. Akhirnya, kami memutuskan untuk segera menempati kosan baru itu karena sudah merasa tak enak dan cukup merepotkan Tante Dita. Meskipun, saat itu kami masih menunggu jadwal tes tertulis SBMPTN.

"Tante, Mira ucapkan terima kasih sudah diterima dengan sangat baik di sini. Maaf kalau Mira banyak merepotkan selama tinggal di sini," kataku saat berpamitan.

"Ah, enggak. Tante justru seneng. Setidaknya tante ada temen beberapa minggu ini. Ingat ya, kalau sudah mengekos jangan pada nakal," ancam Tante Dita.

"Neng, nanti kalau ada waktu luang, sering-sering main ke sini, ya. Tante juga minta tolong, nanti kasih tahu juga lokasi kosan kalian, ya," pintanya kepada Santi. "Insya Allah tante," jawab Santi.

Penghuni Kamar Nomor 7 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang