Salat Maghrib Berjamaah

6.2K 501 1
                                    


Di ruang depan lantai bawah, Teh Siska kemudian bilang kepada para penghuni, kecuali Anggi, untuk tidak nekat membawa lawan jenis ke kosan. Kalau nekat, akan diadukan ke Bu Linda dan bisa saja diusir.

Soalnya, kata dia, bakal ada kejadian yang di luar nalar kalau hal itu benar-benar nekat dilakukan. Tapi, Teh Siska tidak merinci secara detail penjelasannya.

Kami pun semua bertanya-tanya, terkecuali Teh Ayu dan Teh Ratna yang sepertinya sudah mengetahui apa yang dimaksud Teh Siska. Saat masih berkumpul dan mengobrol, Bi Asih datang. Bi Asih pun kaget dengan suasana yang cukup menegangkan di ruang depan itu.

"Ada apa neng? Tumben-tumbenan pagi-pagi sudah pada ngumpul." 

 "Ah enggak Bi. Cuma kumpul-kumpul aja," jawab Teh Siska menutupi. 

 "Ya sudah, Bibi ke dapur dulu mau cuci piring."

Seketika semuanya bubar dan masuk ke kamar masing-masing bersiap untuk mandi karena semua harus berangkat kuliah. Sementara aku mengajak Santi untuk ke kamarku terlebih dahulu. Aku ingin memberi bukti kepada Santi jika Anggi memang membawa pacarnya menginap.

"Aku enggak mau suudzon Ti. Tapi kamu coba deh di sini dulu." 

 "Ada apa emangnya?" 

 "Pacar Anggi masih ada di kamar. Aku teh tadi denger suara laki-laki di dalam kamar Anggi."

Karena tak juga mendengar suara laki-laki, Santi pun akhirnya nekat menguping di pintu kamar Anggi. Namun sialnya, niat Santi diketahui oleh Fitri yang saat itu tengah keluar kamar. "Kamu ngapain di situ Santi?" tegur Fitri. 

 "Ssttt... Jangan berisik." Jawab Santi.

Ternyata kegaduhan di depan kamarnya membuat Anggi membuka pintu kamar. Anggi yang melihat Santi berdiri di depan pintu kamarnya langsung curiga jika Santi sedang menguping, karena posisinya badannya sedikit membungkuk.

Sontak Anggi pun membentak Santi dengan kata-kata kasar khas marahnya orang Ibu Kota. Santi menangis karena rasa bersalahnya yang nekat menguping kamar Anggi.

Aku dan Fitri langsung menenangkan. Santi pun lari ke kamarnya. Sementara aku menarik Anggi dan membawa masuk ke kamarku ditemani Fitri. 

 "Sudah lah Nggi. Aku tahu kalau cowok kamu ada di kamar." 

 "Jangan fitnah, ya!" Anggi masih ngeles.

"Aku denger tadi suara laki-laki di dalam kamar kamu. Kamu jangan bohong? Apa aku minta Teh Siska buat geledah kamar kamu? Kebetulan dia belum berangkat kerja."

Anggi pun terdiam dan raut mukanya terlihat panik. Anggi akhirnya jujur jika Ruly memang tidur sekamar dengannya. Ruly menginap karena saat mengantar Anggi, malam sudah begitu larut.

Apalagi jika Ruly memaksakan pulang, Anggi khawatir ada apa-apa di jalan. Apalagi Ruly tidak membawa kendaraan pribadi. 

 "Aku minta tolong. Jangan bilang ke siapa-siapa. Cukup kita aja yang tahu," Anggi merengek kepadaku dan juga Fitri.

Karena alasannya yang masuk akal, aku akhirnya menuruti permintaan Anggi. Begitu juga dengan Fitri. Selepas itu, aku meminta agar Anggi meminta maaf kepada Santi karena telah membentaknya. Anggi pun menyetujuinya.

Namun dengan syarat, permintaan maaf itu akan dilakukan jika penghuni lain sudah berangkat untuk beraktivitas. Karena ia takut kelakuannya diketahui penghuni lainnya.

Setelah semuanya berangkat, Anggi dan aku kemudian mengetuk pintu kamar Santi bermaksud mengantarkan Anggi untuk meminta maaf kepada Santi. Namun berkali-kali pintu kamar diketuk, Santi juga tidak merespons. Bi Asih yang curiga lantas menghampiri kami.

Penghuni Kamar Nomor 7 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang