Kesurupan

6.1K 512 10
                                    

Baru saja Teh Siska masuk ke dalam kamar, penghuni kosan tiba-tiba dikagetkan dengan jeritan Santi dari dalam kamar. Teh Siska pun kemudian keluar lagi karena penasaran.

Sementara penghuni kosan lain yang masih terdiam di ruangan depan, hanya bisa kebingungan, termasuk aku sendiri. Sebetulnya semuanya begitu karena masih diselimuti ketakutan.

"Santi kenapa? Kenapa kalian diam saja!" Teh Siska menoleh ke arah kami. 

Teh Siska kemudian langsung menggedor pintu Santi tanpa henti sambil menanyakan apa penyebab Santi menangis secara histeris di dalam kamar.

"Santi kamu kenapa? Istighfar."

"Hihihihi." tiba-tiba saja Santi tertawa begitu melengkingnya.

Teh Santi kemudian menyeret langkahnya menjauhi pintu kamar Santi sambil keheranan.

"Ayu, kamu dengar itu suara ketawa siapa?" Ayu yang merespons hanya bisa mengangguk.

"Ada apa sebenernya ini? Kenapa begini? Kenapa dia datang lagi?"

Aku dan penghuni baru lainnya semakin kebingungan. Siapa 'dia' yang dimaksud Teh Siska? Saking ketakutannya, kami hanya bisa saling berpelukan tanpa sedikit pun beranjak.

"Ayu, Ratna, panggil Bi Asih kesini. Sekarang!" perintah Teh Siska.

Teh Ayu dan Ratna pun bergegas keluar kosan untuk ke rumah Bi Asih yang jaraknya tak begitu jauh—meski masih mengenakan mukena.

Tak begitu lama, Bi Asih datang dengan seorang bapak-bapak mengenakan baju koko dan sarung bermotif kotak-kotak, lengkap dengan peci di kepalanya.

Bapak-bapak itu kemudian langsung menuju kamar Santi untuk membujuknya keluar dari dalam kamar.

"Neng, atos neng. Hayu ah urang ngobrol. Buka nyak! (Neng, sudah neng. Mari ngobrol. Buka, ya!"

Santi masih saja enggan keluar kamar. Tangisannya makin histeris. Tangisan Santi malah membuat tetangga mulai berdatangan yang penasaran ada kejadian apa di kosan kami.

"Aya naon Pak Sobar. (Ada apa Pak Sobar)?" tanya seseorang kepada bapak-bapak berbusana religius tadi.

"Duka pak, kasurupan panginten. (Enggak tahu pak, kesurupan mungkin)."

"Eleuh-eleuh. Atuh siga baheula deui atuh. (Seperti dulu lagi)."

Kami yang semakin ketakutan karena mendengar jika Santi kemungkinan kesurupan kemudian keluar dari dalam kosan. Ternyata sudah banyak orang di luar kosan. Aku sendiri mendengar beberapa dari orang itu berbisik menyebut-nyebut nama Novi.

Hah? Novi? Bukannya itu nama temen Teh Siska? Ada apa dengan Novi? Siapa Novi sebenarnya? Pikirku dalam hati.

Setelah sekian lama Pak Sobar membujuk, akhirnya Santi membuka pintu. Karena mendengar suara Teh Siska yang sambil menangis memanggil nama Santi, akhirnya kami pun masuk kembali ke dalam kosan. Kami ingin tahu kondisi Santi saat itu.

Anehnya, saat keluar kamar, Santi nampak terlihat biasa-biasa saja. Namun memang wajahnya seperti menyimpan kesedihan. Ia pun langsung dipeluk oleh Teh Siska. Santi dengan mata yang sembab kemudian menangis kembali di pelukan Teh Siska.

Anggi yang merasa bersalah karena sempat membentak Santi, kemudian mendekat. Ia kembali mengucapkan permintaan maafnya kepada Santi.

"Maafin aku ya Santi. Aku enggak ada maksud bentak kamu tadi." kata Anggi sambil menangis dan memeluk Santi. Santi pun hanya mengangguk. Kami akhirnya berkumpul dan bergiliran memeluk Santi.

Penghuni Kamar Nomor 7 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang