Siapa Makmum Itu?

7K 511 5
                                    


Keesokan harinya, saat aku terbangun, aku mendengar suara Bi Asih di lantai bawah. Aku pun kemudian menghampirinya untuk menanyakan toko yang menjual alat-alat keperluan rumah tangga. 

 "Pagi Bi," sapaku. 

"Eh Neng Mira. Sudah bangun geuning."

"Iya Bi. Ini juga kesiangan. Tadi enggak salat Subuh. Saya kecapekan kayaknya. Teh Siska sudah berangkat?" tanyaku. 

"Oh sudah kenal sama Teh Siska? Sudah barusan pisan."

"Sudah bi. Semalam sudah kenalan. Oh iya, kalau toko yang jualan alat-alat rumah tangga di mana ya bi? Rencananya saya mau beli beberapa keperluan untuk di dalam kamar." 

 "Banyak neng. Di pinggir jalan raya itu banyak toko yang jualan. Loh Neng Santi belum bangun?"

"Oh iya. Tumben dia belum bangun. Biasanya rajin bangun pagi. Sebentar saya bangunin dulu Bi." Aku pun kembali ke lantai dua dan langsung mengarah ke kamar Santi. 

 Tok... Tok... Tok... 

 "Ti... Santi... Bangun udah pagi!" 

 "Hihh... Siapa itu?" suara Santi seperti menggertak.

"Astaga, ini aku Mira."

"Masuk Mir. Pintu enggak aku kunci." 

Saat aku membuka pintu kamar, aku melihat Santi masih mengenakan mukena dengan posisi tidur tengkurap. Saat aku mendekat, Santi langsung menarik tanganku. 

 "Mir, malam ini pokoknya aku tidur sama kamu yah. Please."

"Emm... Iya. Memangnya ada apa?" 

 "Nanti aku ceritain. Sekarang aku mau tidur sebentar. Tapi aku mau tidur di kamar kamu. Kamu temenin aku, ya."

Santi akhirnya melepas mukenanya dan langsung menuju ke kamarku. Ia kemudian meminta izin untuk tidur sebentar dan meminta dibangunkan sekitar pukul 11 siang. Aku melihat Santi memang terlihat kurang tidur. Wajahnya pucat dan kantung matanya menebal.

Setelah Santi tertidur. Aku kemudian diam-diam ke luar kamar untuk mencari sarapan. Aku membeli dua bungkus nasi kuning di salah satu warung tak jauh dari tempat kosku.

Tiba di kamar, aku pun langsung memakan nasi kuning itu. Sementara Santi aku biarkan tetap tertidur. Aku sendiri tak tega untuk membangunkannya. Setelah makan, aku merampungkan membaca novel yang belum lama ini aku beli di Bogor.

"Mir... Bangun. Kamu tuh ya. Jorok pisan. Habis makan, bukannya diberesin," Santi membangunkan aku. 

Rupanya, setelah makan aku justru yang ketiduran sambil memegang buku novel. Dan bungkus bekas nasi kuningku masih terbuka di karpet yang digunakan untuk alas kasurku.

"Aku ketiduran," jawabku sambil nyengir. 

"Itu aku dah beliin nasi kuning buat kamu."

"Iya Mir. Nanti aja aku makannya, aku mau mandi dulu. Aku ikut mandi di sini ya."

"Mangga. Apa sih yang enggak buat kamu," jawabku.

Kami pun akhirnya mandi bergantian. Setelah mandi, kami akhirnya pergi untuk membeli sejumlah peralatan untuk keperluan di kosan. Di perjalanan, Santi baru berani buka suara tentang kejadian yang dialami subuh tadi, saat dia menunaikan salat. 

 "Kosan itu ada hantunya, Mir."

"Maksud kamu?" 

 "Pertama, ada teteh-teteh yang semalem muncul mukanya mirip Teh Siska. Kedua, aku alami saat aku salat Subuh."

Santi kemudian menjabarkan kronologi detail kejadian ganjil di pagi buta tadi. Setelah terbangun karena alarm ponselnya, ia kemudian langsung menuju ke kamar mandi untuk wudu. Saat membungkuk untuk wudu, ia merasa melihat seperti ada seseorang yang tengah berdiri di kamar mandi.

"Pas aku bungkuk mau basuh hidung, mata aku tuh kayak lihat kaki persis di sebelah kiri." 

Karena cukup ketakutan, Santi pun meneruskan wudunya dengan mata tertutup. Anehnya, saat selesai wudu dan ia memberanikan diri membuka mata, tidak ada seorang pun ada di dalam kamar mandi.

Namun kejadian itu ganjil berlanjut. Saat ia menunaikan salat, ia merasakan ada seseorang yang telah menjadi makmumnya. Ia pun merasakan desahan napas ditelinganya. Apalagi, saat ia selesai membaca Surat Al Fatihah.

"Aku denger ada yang bilang 'Aamiin'. Nah pas aku salam, aku enggak liat siapa-siapa di belakangku."

Seketika bulu romaku meremang mendengar cerita Santi. 

 "Masa iya kosan itu berhantu? Coba nanti pas pulang kita tanya ke Bibi ya."

Setelah kami membeli beberapa keperluan, akhirnya kami kembali pulang. Baru saja tiba di depan pagar kosan, tiba-tiba suara Teh Siska mengagetkan kami dari belakang. Ternyata Teh Siska pulang lebih awal.

Teh Siska pulang lebih awal dikarenakan ia merasa sedikit tidak enak badan. Ia kemudian izin untuk pulang dan beristirahat. 

 "Kalian dari mana?" tanya Teh Siska. 

 "Beli peralatan untuk keperluan di kosan, teh," jawab Santi.

"Masuk yuk, badanku agak meriang ini," ajak Teh Siska. 

 Kami pun akhirnya bersama-sama masuk ke kosan. Di teras aku melihat Bi Asih sedang duduk manis sambil mendengarkan radio. Teh Siska pun akhirnya berpamitan untuk langsung menuju kamar.

Penghuni Kamar Nomor 7 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang