Kosan Putri

9.8K 588 10
                                    

Setelah berpamitan, kami arahkan kaki dan koper kami keluar rumah dari rumah Tante Dita dengan perasaan cukup sedih. Ini dikarenakan, kami teringat dengan treatment Tante Dita kepada kami yang begitu luar biasa baiknya.

Kalau pun aku sukses nanti, aku pasti tidak akan pernah melupakan jasa Tante Dita kepadaku.

Tepat pukul tiga sore kami meluncur ke tempat kosan baru dengan menggunakan taksi. Tiba di Jalan Raya X, kami akhirnya turun. Masalahnya, jalan menuju kosan tak bisa dilalui kendaraan roda 4.

Kami pun akhirnya menyusuri jalan gang itu menuju ke kosan baru kami. Jaraknya tak begitu jauh dari jalan raya. Palingan sekitar 80 meteran saja. Untuk sekedar informasi, bangunan kos yang akan kami huni memang terlihat sudah lama atau tua.

Namun, kami memilih tempat kosan ini karena cocok untuk kami. Selain harganya murah, suasana yang hening, serta kebersihannya terjaga. 

Trek.. trek.. trek..

"Assalamu'alaikum," kata Santi sambil mengetuk-ketuk pagar pintu besi bercat hijau dengan gembok yang menggantung di slot kunciannya.

"Walaikumsalam," jawab seorang ibu-ibu yang baru saja keluar dari bangunan kos dan berjalan sedikit terhuyung-huyung sambil menghampiri kami. 

"Iya neng, ada yang bisa ibu bantu?" 

 "Kami mau mengekos di sini. Kemarin sudah bilang sama Bu Linda," kataku.

"Ini teh Neng Santi sama Neng Mira?" kata ibu-ibu itu sambil mencoba membuka kunci gembok gerbang. 

 "Iya bu, kok ibu tahu nama kami?" jawabku.

"Mari masuk. Bu Linda kemarin sudah bilang sama bibi. Perkenalkan, nama bibi Asih. Bibi yang setiap hari bersih-bersih di sini," katanya. Kami pun mengangguk sambil melemparkan senyum.

Bi Asih kemudian membawa kami ke ruang utama bangunan kos. Ia kemudian mempersilahkan kami untuk duduk di kursi tamu. Bi Asih kemudian meminta izin untuk ke dapur dulu. 

 "Tunggu ya neng, bibi ke dapur dulu. Silahkan duduk dulu," katanya. "Baik bi," jawabku.

Seketika Bibi langsung berbalik arah ke arah dapur. Aku pun membuka obrolan kepada Santi tentang antusiasmeku bisa mengekos di tempat ini. 

 "Enak ya Ti, rumahnya nyaman. Sepi dan enggak berisik."

"Iya, Mir. Sejuk juga hawanya di sini enggak beda jauh sama Bogor," kata Santi tertawa. 

 Tak begitu lama, Bi Asih kemudian kembali dengan dua gelas teh tawar di kedua tangannya. 

 "Ini neng minum dulu." 

 "Terima kasih bi. Atuh enggak usah repot-repot padahal," jawab Santi.

"Ah, enggak. Cuma air aja kok. Neng Santi sama Neng Mira asalnya dari mana kalau bibi boleh tahu?" 

 "Dari Bogor bi. Kalau Bi Asih?" tanyaku.

"Bibi mah dari Cianjur. Cuma suami Bibi dari sini. Nah, kalau Bu Linda sama dari Cianjur juga. Beliau tinggal di sana. Oh iya, ini kunci kamarnya neng. Kamarnya di lantai dua, ya," kata Bibi sambil menyodorkan kunci kamar yang gantungannya berupa angka 7 dan 8.



Penghuni Kamar Nomor 7 (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang