LIMA

289 24 12
                                    

Bukan New York, bukan Jakarta, bagi Ruby hanya Venesia yang memiliki keindahan yang luar biasa.

Bukan karena kedua kota yang disebutkan tadi tidak memiliki keindahan. Tentu saja punya. Tapi Venesia memiliki kenangan tersendiri untuknya.

Ayah dan ibunya berbulan madu di sini. Mereka sangat romantis saat itu, begitu Kakek menceritakan kisah cinta orangtuanya. Tentu saja saat itu Papi belum bertemu orang ketiga.

Ini pertama kalinya Ruby menginjakkan kakinya di Venesia, kota yang terkenal dengan 'kota kanal' dan taksi airnya, bersama Adam di sebelahnya.

Mungkin ini tidak seperti orangtuanya yang memadu kasih di kota yang romantis. Tapi Ruby dapat merasakan, hatinya sangat tenang sekali, berada di tempat yang indah bersama seseorang di sisinya.

Ada sebuah jembatan yang berbentuk unik yang dibangun pada tahun 1181. Jembatan itu dulu disebut Ponte della Moneta. Di bawahnya, terdapat kanal dan kapal-kapal yang tidak pernah dilihat Ruby.

"Aku berandai-andai bagaimana jika Jakarta memiliki taksi air di setiap sungai atau waduk," kata Ruby ketika mereka makan di Ristorante la Caravella. Sebuah restoran yang berlokasi tak jauh dari jembatan itu.

Dalam suasana yang remang-remang, Adam dapat melihat senyuman Ruby. Ia senang perempuan itu tidak sedih lagi karena Attar.

Attar memang tidak pantas menyakiti hati Ruby. Tunggu saja tanggal mainnya, kata Adam dalam hati. Begitu kekuasaan berada di tanganku, aku akan membalasnya.

"Tentu saja kita tidak boleh pesimis," sahut Adam. "Tapi kukira itu bukan ide yang baik. Banjir datang terus. Bagaimana bisa taksi air beroperasi?"

"Di sini tidak ada sampah yang meraja-lela."

Untuk beberapa jam mereka ngalor-kidul di restoran itu. Membicarakan apa saja. Dari rumah makan Adam yang kini sedang laku keras, sampai pernikahan Ruby yang batal. Meskipun mereka sangat nyaman dengan kedekatan mereka, tetapi tidak ada satu dari mereka yang menyinggung ke mana arah hubungan mereka.

Mereka menjalankannya dengan santai. Ruby yang sebenarnya masih tidak terima dengan apa yang telah dilakukan Attar berusaha untuk tidak merusak liburan mereka di Italia. Ia berusaha sekeras mungkin untuk menyembunyikan sedihnya.

Adam merangkulnya selama perjalanan mereka dari restoran ke Hotel Danieli, sebuah hotel mewah yang hanya berjarak tujuh ratus meter dari restoran. Mata Ruby tak berhenti menatap ke depan, menghindari tatapan Adam.

Eksnya tak berhenti memandangnya, dan itu membuatnya gugup.

Gugup yang berbeda. Bukan karena jantungnya berdegup. Melainkan karena ini terasa sangat aneh.

Baru kemarin mereka berpisah, lalu ia hendak menikah dengan orang lain. Tapi sekarang, ia sudah bersama pria ini lagi, dan tak ada pernikahan. Life flies by fast, pikir Ruby gundah.

Mereka tiba di lobi hotel. Setelah registrasi, Adam mengantarkan perempuan itu ke kamarnya, sementara ia bersinggah di kamar lain.

"Kamu tahu kenapa aku selalu mempertahankanmu?" kata Ruby di depan pintu kamarnya. "Kamu selalu melakukan apa saja untuk menghormatiku."

"Aku tidak pernah merasa diundang olehmu, anak nakal," jawab Adam menyeringai jail. "Kalau kamu mengajakku ke dalam, dan kita melakukan apapun yang kita suka sampai malam, aku tidak keberatan."

"Meski aku merokok di kamar?"

"No problem," sahut Adam acuh tak acuh. "Aku tahu aku salah, telah melarangmu ini-itu. Mungkin karena itu juga kamu ingin pisah dariku. Tapi di sini, di kota ini, kamu bisa melakukan apapun tanpa merasa diperhatikan olehku."

"Kamu tidak ingin menemaniku jalan-jalan?" Ruby berasumsi.

"Bukan begitu, Sayang." Adam menggeleng. "Sebaliknya, aku akan membelikanmu barang-barang yang kamu sukai."

"Betul?" Ruby membeliak senang. "Aku janji, ketika aku sampai Jakarta, aku akan membayar ini semua."

"Mungkin kamu bisa menggantinya dengan ini." Secepat kilat Adam mendaratkan bibirnya di pipi Ruby. Ia mengecupnya dengan hangat.

Cepat-cepat Ruby mengelak dan masuk ke dalam kamarnya setelah mengucapkan "Have a nice day," pada pria itu. Mukanya pasti merah sekali.

Aneh, pikirnya. Suatu dulu aku sangat menyukai ciumannya. Tapi sekarang, aku justru merasa tidak pantas. Aku dan dia sudah menjadi masa lalu. Dan aku... masih merindukan Attar.

Seharusnya ia dan Attar berbulan madu di sini. Ah, sudahlah. Mungkin sudah jalannya aku dan dia tidak berjodoh. Kurasa, kakeknya yang kaya raya itu bisa memberikannya wanita lagi, yang mungkin ayahnya tidak dibunuh olehnya.

Married to the Bad Guy (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang