5

17.2K 920 112
                                    

Di chapter ini ketahuan Hera anak siapa....


Malik heran lihat anaknya yang mondar-mandir di ruang tamu cuma pakai sarung sama kaos oblong.

"Kamu ngapain sih, nak? Didi capek lihat kamu muter terus"

"Didi mau aku kasih menantu gak?"

"Mulai gak benar nih anak kamu, Han. Capek banget" ujar Malik

"Heran aku juga... Padahal ASI eksklusif dua tahun tapi otaknya masih gak waras"

Mada duduk sambil memeluk bunanya yang sedang memijat bahu Malik.

"Bun, punya bayi lucu kali ya"

"Kamu habis minum apa gimana sih kok ngelantur gitu ngomongnya" omel Hana

"Bun aku beneran jatuh cinta sama Hera. Udah gak ada obat!" Ucap Mada berapi-api

"Halah... Dua hari lagi pasti udah ganti gandengan. Lihatin aja" tantang Hana

"Ini serius, bun"

"Serius tuh kalau kamu udah bawa dia ke rumah kita, kamu izin juga ke orang tuanya kalau mau mengikat anaknya dalam hubungan. Kalau cuma ngomong gini mah anak lima tahun juga bisa" sahut Malik

©

©

©

Hera sedang menyapu halamannya, ia memakai crop top dengan bawahan hot pants yang membalut pangkal pahanya. Sesekali ia bersenandung ria.

"Eh, Hera... Boleh minta tolong gak?"

"Hah? Kok kamu bisa di sini?" Tanya Hera saat melihat Mada berjalan sambil mendorong motor vespa miliknya

"Kehabisan bensin nih aku gara-gara ngajak adik aku muter-muter. Untung aja deket rumah kamu makanya aku mampir" alasan Mada

"Pom bensin jauh sih, eceran juga di gang depan yang ada. Bentar ya aku cariin nanti"

Mada tersenyum senang, ia rela memotong selang bensin miliknya dan membuang isinya. Ia juga sudah bekerjasama dengan adiknya untuk melakukan rencana ini.

"Eh, pinjem hape kamu dong buat telpon sopir di rumah biar bawain aku bensin aja" pinta Mada

"Ehm, ini... Ketik aja"

"Makasih ya, Hera. Aku gak enak, jadi ngerepotin"

Tak berselang lama terdengar bunyi bantingan benda yang sangat kencang. Hera langsung berlari ke dalam rumah dan disusul oleh Mada.

"Ibu... Ibu kenapa?" Tanya Hera saat melihat kursi yang dibanting ibunya ke tembok

"Anak sialan! Gara-gara kalian Niko ninggalin saya!"

Mada memeluk Hera saat ibunya hendak melemparkan kursi itu pada Hera. Pundaknya terasa sakit tapi tidak masalah selama Hera aman.

"Gak ada obat penenang?" Tanya Mada

"A..ada di kamar. Aku ambil bentar"

"Aku pegangin ibu kamu... Cepat, Hera"

Tak berselang lama tubuh ibu Hera lemas dan nafasnya mulai teratur. Mada mengangkatnya untuk di bawa ke kamar.

"Malik...."

"Hah? Malik? Aku Mada, bukan Malik"

"Kamu masih sama kaya dulu, masih ganteng"

"Jangan dengerin omongan ibu. Dia suka kambuh gitu dan manggilin orang-orang yang ada di kepalanya yang bahkan aku gak tahu mereka siapa" ujar Hera

"Tapi Malik nama didi kita, kak. Apa mungkin mereka saling kenal sebelumnya?" Tanya Celine yang sejak tadi hanya menyimak

"Nama ibu kamu siapa, Ra?"

"Felicia..."

Mada juga sebenarnya yakin kalau ayahnya dan ibunya Hera ada hubungan.

©

©

©

Malik dan Hana menyimak cerita anak-anaknya perihal ibu dari Hera yang ternyata adalah masa lalu mereka, Felicia.

"Jadi suaminya dia kabur gitu?" Tanya Malik

"Kasihan juga ya, naksir kamu udah jadi suami aku. Nikah, ditinggal lakinya"

"Makanya buna jangan suka marah-marah sama didi. Nanti ditinggal tahu rasa" ujar Celine

"Eh anak kecil kalau ngomong... Buna jewer juga nih"

"Hera cuma tinggal bertiga sama ibunya yang gantuan mental sama adiknya yang sakit jantung? Hera tulang punggung kelurga dong?"

"Iya, di. Duh aku makin merasa bersalah sama dia soal aku ngatain dia pelacur, cewek bookingan. Mau aku nikahin aja biar beban hidup dia berkurang banyak"

Mada langsung mengaduh saat kepalanya dipukul koran oleh sang didi.

©

©

©

Pukul sepuluh malam Hera mendapatkan panggilan dari nomor tidak di kenal.

"Hera... Are you okay?"

"Mada ya? Im okay kok, udah gak kaget lagi kalau ibu kambuh tuh"

"Eh aku minta maaf loh udah nyimpan nomor kamu diam-diam. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa, jangan sedih ya. Kalau ada apa-apa kabarin aja, aku pasti bantu"

"Haha santai aja... Eh pundak kamu pasti sakit banget kena hantam kursi kayu. Maaf ya..."

"Pendekar kok aku tuh, kayu tuh gak berasa buat aku. Ganti mode video call mau nggak?"

Hera tertawa dan tentu saja ia menolak.

"Aku cuma mau bilang aku minta maaf soal semua omongan aku. Pasti kamu punya banyak beban dalam hidup dan pasti kamu berusaha buat keluarga kamu"

"Iya, santai aja. Aku tutup dulu ya, adikku udah waktunya minum obat"

Setalah ponsel di matikan Hera langsung menuju kamar adiknya dan melihat adiknya sudah terlelap. Ia terisak pelan sambil memeluk tubuh ringkih adiknya.

"Tunggu bentar lagi ya, Chia. Tunggu kakak punya satu milyar dulu buat biaya operasi kamu dan kamu bisa sembuh"

Ia kemudian berganti pakaian dan memakai make up nya lalu pergi ke tempat kencannya bersama pelanggannya.

©

©

©

Hera hari ini tidak ada jadwal untuk ke kampus. Ia ada janji dengan sugar daddynya untuk bertemu di kantornya.

"Hallo, sayang...."

"H... Hallo"

Jantung Hera langsung berdetak saat melihat Mada ada di ruangan sugar daddynya. Mada hanya menatapnya sekilas lalu fokus lagi ke laptopnya.

"Mada, kenalin ini pacar saya. Hera"

"Senang bertemu anda, nona Hera"

"Mada ini orangnya pintar, kamu tahu perusahaan bright gold? Itu punya kakeknya dia loh" puji sang sugar daddy

Hera hanya tersenyum ringan. Situasinya sangat tidak nyaman, apalagi saat tiba-tiba sugar daddynya menciumnya di depan Mada.

"Kamu gak apa-apa kan Mada kalau kita meeting ditemani sama pacar saya?"

"Tidak masalah, pak. Saya orang yang sangat profesional" jawab Mada

Padahal di dalam hati Mada sudah mengumpat ratusan kali. Walaupun hanya pipi Hera yang dicium oleh si tua bangka tapi kenapa hatinya terasa sakit?

Ia benar-benar cemburu tapi ia juga tidak mau Hera terjebak dalam masalahnya. Ia harus bersikap biasa saja.

Next?

Udah nemu benang merahnya belum?

AIRPLANE LOVE🔞(GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang