bagian 7

703 118 2
                                    

Soobin dan Lia berjalan keluar dari ruangan yang ramai tersebut. Keduanya hendak pulang karena acara pun sudah menjelang selesai. Mereka berdua memutuskan untuk tidak menyaksikan sampai penutupan dengan alasan anak. Prof, Seungkwan pun mengerti akan hal itu.

Sesampainya di dalam mobil, Lia langsung melipat kedua tangannya di dada dan mengusap lengan yang tanpa di lapisi kain itu dengan samar, karena merasa kedinginan.

Soobin yang melihat itu langsung berinisiatif membuka jas miliknya, lalu tanpa ijin langsung memakaikannya kepada Lia.

"Aku sudah bilang, pakai ini! Jangan sok sok-an menolak," ucap Soobin setelah selesai memakaikannya pada Lia. Sejak di dalam hotel tadi, Soobin sudah menyuruh Lia untuk menggunakan jas hitam miliknya, tetapi Lia selalu saja menolak.

"Tadi di dalam belum terlalu dingin. Masih bisa aku tahan."

"Alasan. Bilang saja kamu gengsi, iya kan?" goda Soobin yang membuat sang empu langsung mendelik tajam kearahnya.

Mendapat balasan seperti itu, Soobin hanya terkekeh kecil.

"Ya sudah, cepat pakai sabuk pengamannya. Jio pasti sudah menunggu kita di rumah."

"Iya. Kasihan dia sendirian di rumah. Pasti dia kelamaan menunggu papa dan maminya pulang."

Lia pun segera meraih sabuk pengaman untuk segera ia pasang di badannya. Tapi pergerakan nya tiba-tiba saja terhenti. Tunggu, percakapan macam apa barusan? Seolah-olah mereka berdua benar-benar khawatir anak mereka menunggu kedatangan orangtuanya.

Soobin tentu menyadari perubahan sikap Lia yang mendadak. Ia paham mengapa wanita itu tiba-tiba canggung.

"Li--"

"Soobin..."

Dalam waktu yang bersamaan, keduanya kompak saling memanggil satu sama lain.

"I-iya? Kamu mau bicara apa?" tanya Soobin yang entah mengapa dirinya jadi tergagap seperti ini.

Lia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sebelum akhirnya menjawab. "I-itu.. Soal ucapanmu di dalam tadi."

Soobin menaikan satu alisnya. Menunggu Lia melanjutkan perkataannya terlebih dahulu.

"Kamu tidak serius kan memberikan saham milikmu kepadaku?" tanya Lia ragu.

Soobin menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Telunjuk tangannya mengetuk-ngetuk stir mobil. Tampak seolah tengah berpikir keras dan itu sukses membuat Lia terdiam gelisah.

"Memangnya saat mengucapkan itu, aku terlihat seperti sedang bercanda?"

"Bukan seperti itu. Tapi untuk apa-- maksudku, kenapa kamu memberikan semua itu untukku? Aku bahkan bukan siapa-siapa kamu, Soobin. Jangan berlebihan seperti ini."

"Kamu istriku. Kamu maminya Jio. Memang apa salahnya?"

Lia membuang napasnya kasar. Sepertinya Soobin terlalu kaya raya sampai urusan saham seperti ini pun jadi di anggap sepele olehnya.

"Jangan seperti ini, Soobin. Jangan memberikan sesuatu yang berlebihan kepada orang lain. Kamu bisa saja di bodohi oleh orang kalau begini caranya. Seharusnya kamu sebagai pembisnis tau tentang hal ini."

"Tapi kamu bukan partner bisnisku, Lia. Kamu sangat penting untuk Jio. Apa perlu aku jelaskan dari awal lagi agar kamu mengerti siapa kamu di mata kita berdua?"

Lia akhirnya menyerah. Jika berdebat dengan pria itu, pasti tidak akan ada habisnya. Soobin punya banyak alasan untuk menjawabnya.

"Tidak perlu. Ayo cepat jalankan mobilnya saja!" dumel Lia.

True Love • Soobin Lia ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang