[6] lose it all

10 5 0
                                    

Semakin hari kedekatan antara Gazza dan Erita pun semakin terasa. Gazza jadi lebih sering menyapa Erita saat berpapasan di sekolah. Gazza dan Erita juga hampir setiap malam selalu chatting sambil membicarakan ini itu. Ya, walaupun selalu Gazza yang memulai lebih dulu, tidak pernah Erita.

Tapi, tidak masalah kok, selama Erita masih selalu mau menanggapi Gazza. Mungkin Erita masih malu. Jadi harus Gazza yang ngegas.

Dan yang namanya seseorang lagi dalam masa tertarik-tertariknya sama orang baru, sudah jelas segala macam informasi pun di cari, biar tidak kehabisan bahan obrolan dan berakhir jadi percakapan membosankan. Hal yang sebelumnya tidak diketahui pun dicari tau demi si dia.

Gazza yang sebelumnya gak pernah tertarik buat nonton film horror, bahkan ngebedain Insidious sama The Conjuring saja tidak bisa, sekarang lagi rajin nonton film horror tiap malam. Biar nyambung aja kalau Erita ngomongin Edward dan Lorraine Warren.

Walaupun Lula yang akhirnya jadi korban, diseret ikut nonton, walaupun Lula sudah lari-larian menghindar. Bukan takut, Gazza bosan aja kalau harus nonton sendiri, filmnya masih main eh Gazza ketiduran. Gak peduli Lula yang jadi gak bisa tidur tiga hari gara-gara kebayang rupanya Bathsheba.

Dan juga, semenjak perhatian Gazza direspon positif oleh Erita, Gazza jadi lebih sering juga cari-cari perhatian ke Erita. Gazza yang dulunya malas banget buat jalan ke kantin, jadi semangat banget walau harus turun tangga dua lantai dan menemui Erita yang tiap jam makan siang selalu duduk di kantin dengan teman-temannya. Gazza yang kalau waktu istirahat biasanya cuma nongkrong di balkon depan kelasnya, jadi pindah bangku ke depan koperasi sekolah cuma karena kelasnya Erita ada di dekat sana.

Padahal sebelumnya bangku panjang di depan koperasi siswa itu adalah satu tempat yang paling dihindari Gazza buat nongkrong waktu istirahat. Soalnya di sana rame banget, banyak siswa lewat dan lalu lalang keluar masuk koperasi. Apalagi teman tongkrongannya Gazza itu Esa, Juna, Lintang sama Ganesh. Jajaran kakak kelas hits yang satu penjuru sekolah tau. Agak gak nyaman aja tiap ada yang lewat pasti dilihatin.

Tapi demi Erita, terobos aja udah.

"Kak, minta duit."

Siapa lagi yang berani-beraninya nyamperin Gazza cuma buat minta duit kalau bukan Orion sama Kara, yang hampir tiap hari ada aja alasannya nyariin Gazza di mana pun cuma buat minta duit. Temen, sih, temen, tapi berasa jadi tukang palak.

"Duit buat apa lagi, sih, perasaan duit kas kelas lo udah lunas."

"Buat beli yakult, duitnya kurang seribu."

"Nanti diganti sama Kak Ariyan."

Bukannya Gazza sok kebanyakan duit, tapi tiap Orion sama Kara malakin duit, pasti Gazza minta gantinya ke Ariyan. Duit di dompet Ariyan paling kecil juga lima puluh ribu, jadi minjemin lima ribu digantinya lima puluh ribu, ya gimanaGazza tidak dengan senang hati mengeluarkan duit buat dua adik kelasnya itu.

"Tumben lo nongkrong di sini, pantes gue cariin di kelas gak ada."

Lula yang datang bersama Kara dan Orion tidak ikut masuk ke dalam koperasi, dan menunggu dengan mengambil tempat duduk di samping Gazza.

"Ngapain lo nyamper gue ke kelas? Kangen?"

"Dih, pede." Lula cuma mengernyit heran.

"Udah makan lo?"

Lula menggeleng lalu pandangannya tertuju pada sebotol susu pisang yang dipegang Gazza, lalu dengan cepat menyambarnya.

"Makasih ya, tau aja gue laper tapi males makan."

Tapi belum sempat Lula membuka tutup botolnya, Gazza sudah merebut kembali susu pisangnya, "Siapa yang bilang ini buat lo?"

"Ya, kan, lo gak suka.."

"Buat Erita"

Oh.

Oke, Lula baru sadar jika tempat mereka duduk hanya beberapa langkah dari pintu kelasnya Erita. Sudah bisa dipastikan alasan keberadaan Gazza di sini.

"Gue bilangin ya, gue kasih saran, nih, kalo mau deketin cewek tuh jangan terlalu ngegas. Bukannya balik suka, malah risih jadinya."

"Halah, lo tau apa, sih, La. Pacaran aja gak pernah, pake sok nasehatin gue lagi." Gazza sama sekali tak menggubris ucapan Lula.

Kesal? Iya pasti. Dibilangin baik-baik, malah balik ngatain.

"Eh Lula, untung ketemu lo di sini." Ganesh yang baru keluar dari kamar mandi langsung berjalan cepat menghampiri Lula.

"Kenapa, Kak Ganesh?"

"Tadi lo ditanyain tuh sama Fero. Dia minta nomer lo, tapi, belom gue kasih, sih, mau minta ijin dulu sama lo. Boleh gak?"

Lula menaikkan sebelah alisnya bingung, "Buat apa?"

"Ya kalo ada cowok minta nomer cewek tuh buat apa lagi, sih, La. Gak mungkin buat ngajak main gundu." Jawab Ganesh lagi.

"Oh, boleh-"

"Gak usah," Potong Gazza, "Fero pacarnya lima."

Gazza cuma mendapat lirikan tajam dari Lula.

"Lo gak tau bulan lalu Fero disiram air kobokan di lapangan basket sama-"

"Halah, lo tau apa, sih?" Lula membalikkan omongan Gazza, "Jadi pacarnya Kak Fero juga gak pernah."

Gazza membalas lirikan Lula, "Ya gue tau, karena gue kenal sama Fero."

"Kok lo ngatur? Biarin aja lah kalo Kak Fero mau deketin gue."

Gazza berdiri dari duduknya dan menghadap ke arah Lula, lalu tersenyum, "Udah, lo nurut aja sama gue ya. Gak usah. Dia gak baik buat lo, Lula."

Lula cuma bisa diam ketika Gazza mengacak pelan rambutnya.

Dan tanpa berkata apa pun lagi Gazza berlari pergi, mengahampiri Erita yang baru keluar dari kelasnya.




september song

September SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang