[7] stone cold

10 4 0
                                    

"La, lo lagi pengen apa?"

"Seblak."

"Jangan makanan, barang."

"Apa ya? Selimut bulu deh, yang ada gambar Jasmine. Soalnya tiap subuh dingin banget selimut buku gue dipinjem sama Bang Raven, pas dibalikin udah bau ilernya dia. Males."

"Ok. Lo siap-siap, lima belas menit lagi gue ke jemput ke rumah."

Ajakan Gazza lewat telepon itu bagaikan es teh manis sewaktu buka puasa, seperti hitungan mundur disaat tahun baru, datang yang dinantikan.

Setelah Lula menghabiskan waktunya sendiri di rumah dengan rasa bosan luar biasa. Bapak yang biasa melempar guyonan receh sambil nonton TV lagi lembur di kantor, ibu yang biasanya cerewet sambil mengomentari jalan cerita sinetron lagi pengajian di rumah tetangga, Raven yang biasa Lula ajak ribut lagi ngapel ke rumah Nadine. Lula sendiri, cuma bisa menyetel lagu BTS sekencang-kencangnya sambil mengusir kebosanan.

Tadinya mau video call sama Naomi, eh gadis itu katanya mau belajar buat ulangan besok. Lula ngajak Orion sama Kara video call, eh malah ditinggal mabar. Lula bengong.

Dan Lula langsung bersiap secepat kilat begitu Gazza bilang akan datang menjemputnya. Selain karena Lula memang lagi gabut parah, kalau Gazza tiba-tiba mau jemput ngajak keluar, sih, biasanya mau ngajak makan. Lula, kan, seneng ya.

Dengan kaos hitam, celana bermotif kotak-kotak dan scrunchie merah muda yang menghias rambutnya, Lula sudah siap berdiri di teras rumahnya sambil menenteng helm bogo biru tua miliknya.

"Cepet banget udah siap, lo gak mandi ya?"

"Udah tadi sore. Emangnya lo, mandi empat hari sekali?"

"Gue gak mandi juga tetep-"

Gazza menghentikan ucapannya begitu punggungnya digebuk sama Lula, "Udah, ayo berangkat," Lula tiba-tiba sudah naik di boncengan belakang motornya.

"Mau ke mana, sih?" Tanya Lula begitu motor Gazza sudah melaju melewati gapura perumahan Lula.

Gazza cuma melirik Lula lewat kaca spion, "Ikut aja deh, lo seneng, kan, gue ajak jalan-jalan."

Lula mencebik malas, tapi kepalanya tetap mengangguk.

"Mau ngajak anak anjing gue jalan-jalan malem hehehe.."

Lula diam, soalnya gak paham sama apa yang dibilang Gazza. Gazza cengar-cengir aja soalnya Lula gak sadar kalo dikatain.

"Tuh, pilih aja."

Sepanjang perjalanan dari parkiran sampai masuk mall dan naik ke tempat yang dituju untuk membeli bed cover sesuai dengan apa yang diinginkan Lula, Gazza berjalan lebih dulu sambil menyeret Lula yang berjalan di belakangnya. Biasanya Lula marah-marah tiap diseret, soalnya Gazza langkah kakinya besar, sekali melangkah sama dengan Lula dua kali melangkah. Bikin capek.

Tapi, karena mood Lula lagi baik, jadi diikutin aja. Selimut bulu Jasmine, i'm coming!

"Pilih deh, gue tungguin di sini." Gazza melipat tangannya di depan dada sambil bersender pada pilar yang ada di sana.

Lula sebenarnya curiga, sebenarnya ada apa, sih, dengan Gazza, kok tiba-tiba jadi mendadak baik? Maksudnya ini baiknya kelewatan gitu, selama ini Lula mengenal Gazza, lelaki itu baru sekali-kalinya bersikap seperti ini.

"Kok tumben banget, sih, lo jadi baik banget?" Lirik Lula curiga, "Kemasukan setan pohon mana?"

"Mana pernah gue jahat.."

Iya Gazza gak pernah jahat, tapi masukin tiga belas sendok sambal ke kuah baksonya Lula pernah, sengaja ngambil topinya Lula pas upacara hari senin biar Lula dijemur di tengah lapangan juga pernah. Gak jahat kok, cuma iseng.

"Oh gue ngerti, pasti Kak Erita."

"Hehehehehe hehehehehe.."

Tidak usah dijelaskan lagi, Lula sudah cukup mengerti kenapa Gazza tiba-tiba begini.

"Ada apa, nih, udah diterima lo sama Kak Erita?"

Gazza masih nyengir, "Hampir lah, dikit lagi ini. Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit. Alon-alon asal kelakon."

Agak gak nyambung, tapi ya sudah, terserah.

"Makanya lo gue ajak ke sini." Gazza menepuk pundak Lula dan merangkul Lula.

Lula menoleh ke arah Gazza dan menatapnya bingung, "Hah?"

Gazza menjitak dahi Lula pelan, gemas melihat Lula yang tampak kebingungan, "Gue ngajak lo ke sini, kan, buat milihin hadiah buat Erita."

"HAH?!"

Gazza mengangguk, "Bagus juga ide lo, ngasih selimut buat gebetan."

Lula masih bingung.

"Ini," Gazza mengambil selimut bulu berwarna hijau pupus itu dari tangan Lula, "Buat Erita ya."

"Terus gue?"

"Besok gue beliin telur gulung?"

Mumpung sekarang mereka lagi ada di lantai 3, kalau Lula ngejorokin Gazza biar jatuh sampai ke lantai dasar, dosa gak?

Setelah menahan amarah agar tak membunuh Gazza saat itu juga, atau setidaknya Lula tak menjambak rambut Gazza sampai rontok setengahnya karena malas ribut, Lula cuma mau pulang saat itu. Melihat wajah Gazza lebih lama takutnya akan membuat emosi Lula semakin memuncak.

Tapi parahnya, bukan mengantar Lula pulang atau menyogok Lula dengan membelikan boba atau apapun untuk menaikkan mood Lula yang jelas-jelas mendadak jelek karena urusan selimut bulu dan kado Erita, Gazza malah mengajak Lula untuk ikut ke rumah Erita.

Permisi, maaf, sebenarnya akhlaknya Gazza ketinggalan di mana, sih?

"Turunin. Gue pulang pake gojek aja."

"Ikut gue bentar aja, cuma ngasih ini doang terus pulang."

Sudah gak tau berapa kali punggung belakang Gazza digebukin sama Lula, soanya Gazza ngegas terus mau berapa kali pun Lula minta berhenti.

"Ya udah lo sendiri aja, sih, buat apa ngajak gue? Niat pamer?"

"Gue, kan, yang ngajak lo keluar tadi, La. Mau bilang apa gue ke bapak, ibu sama abang lo kalo anak gadisnya gue pulangin pake gojek?"

"Gue tungguin depan gang aja. Lo mikir apa, sih, bisa-bisanya ngajak cewek lain buat nemuin gebetan."

Gazza setengah menoleh pada Lula, "Lo, kan sahabat gue. Erita calon pacar. Harus akur."




september song

September SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang