1

1.8K 101 3
                                    

"Neng jangan lupa warungnya dibuka, mamak mau ke rumah Bi Jum dulu"

Teriak mamak dari luar kamar mandi sambil melipat kain selebar dua meter setengah dengan tiga kain sudah tertata rapih bercorak batik mega mendung khas Cirebon atau sering diberi julukan kota udang.

"Mamak mau ngapain ke rumah Bi Jum?"

Farah yang baru keluar dari kamar mandi dengan rambut basah menjuntai kebawah serta bermodalan sarung untuk menutupi tubuh polosnya.

"Itu loh rambutmu masih banyak air yang netes kok nggak cepet di keringin pake sarung sih Neng, basah semua lantainya"

Bukan menjawab pertanyaan yg dilontarkan Farah, tapi malah menceramahi persoalan rambut.

"Buru-buru mak, takut mamak sudah pergi ke rumah Bi Jum. Jadi mamak mau ngapain pergi ke rumah Bi Jum?"

Farah mengambil sarung dari gantungan dan mengusapkannya di rambut hitam legam menjuntai kebawah yang meneteskan butir air. Menatap mamak untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang dilontarkannya.

"Mau minta dijahitkan baju untuk keluarga kita, peranti (semisal/buat) kondangan. Mamak, mbakmu, kamu, dan Wahyu kan ndak punya baju seragaman".

Farah mengangguk mengerti akan jawaban mamak. Mamak pun pergi ke rumah Bi Jum. Buru-buru Farah ngacir masuk ke kamarnya takut ada yang ngetok pintu rumah, sementara dia belum memakai pakaian kan berabe. Rugi di Farah, untung si tamu dapet pemandangan bahu polos gadis perawan ting ting.

Farah keluar dari kamar saat dirinya sudah dirasa oke (wangi, cantik, rapih). Bergegar ke meja makan, hendak menyiapkan makanan.

"Loh mbak, kok sudah rapih? Mau berangkat? Ndak sarapan? Baru aja Neng mau beli sarapan"

Memang panggilan untuk dirinya di lingkup keluarga adalah neng.
"ndak lah, mbak sudah telat. Titip Wahyu yah, kalau rewel kasih jajanan atau mainan. Mbak berangkat dulu."

Mbak Rista sambil melangkah cepat keluar rumah.

"Lah terus kalau mbak Rista sudah pergi, gimana beli sarapannya? Masa si wahyu ditinggal"

Wahyu adalah anak mbak Rista dengan mantan suaminya masih berumur 5 tahun. Pernikahan kakaknya hanya bertahan di angka 6, karena sang mantan suami tukang selingkuh. Akhirnya Farah berjalan keluar untuk menbuka warung tepat dibagian depan rumah.

Warung dengan ukuran satu kamar tidur siap memulai interaksi jual beli. Sambil menunggu adanya pembeli Farah berselancar, memfokuskan diri memasuki dunia maya. Dia melihat postingan teman sekolahnya yang mulai mengikuti masa orientasi sekolah (ospek). Ada rasa iri terhadap temannya, ingin rasanya memposting foto dengan twibbon dipojok kanan atas ada logo universitas tempat dia berkuliah.

"Tumben ndak beli sarapan Farah?"

Hampir saja hp yang dia genggam jatuh mencium ubin. Menarik nafas dalam, mengatur degup jantung karena kaget mendengar suara. Farah mendongak ke atas dan melihat ada sekelompok wanita seusia mamaknya juga menatap dirinya.

"ndak bu wit, Wahyu masih tidur. Mbak Rista juga udah berangkat kerja, mamak lagi ke rumah Bi Jum"

Menjawab pertanyanan tentangganya sambil menyimpan hp ke dalam saku celana.

Tak heran jika di kampung ibu-ibu berjalan bersama sambil mengobrol dan mampir di suatu tempat maka yang lainnya juga berhenti. Mungkin karena saat seperti ini jarang. Bertemu, berbicara, bersanda gurau karena jika sudah masuk ke rumah seorang ibu mempunyai peran penting untuk keluarganya.

"Iya.. Tadi juga ketemu mamak mu bawa kain. Katanya mau bikin baju seragam peranti (semisal/buat) kondangan."

"Bungkusin satu kilo beras, kecap manis, sama lada bubuk"

tangan Farah cekatan mengambil barang pesanan tetangganya dan memasukannya ke dalam plastik hitam.

"sudah ini saja bu wit, ndak ada yang lain?"

untuk memperjelas pesanan barangkali ada tambahan.

"Iya sudah itu saja Farah."

Saat Farah dan Bu Wit sedang bertransaksi. Wanita yang seusia mamaknya yang berdiri di belakang Bu Wit masih bergosip.

" Pada gosipi apo to bu wit? Rame pol"

Jiwa kepo Farah menguap karena melihat sekelompok ibu-ibu bergosip ria.

"Iku gosipi Pak Haji jadi duda"

Bu wit memasukan kembalian ke dalam dompet.

" Orangnya tampan, mapan, keker, ramah kok bisa yoh jadi duda. Berita yang tersebar Pak Haji yang gugat cerai istrinya"

Bi Narti dari arah belakang untuk memperjelas jawaban bu wit untuk Farah.

"Sudah jangan dilanjutin ngomongnya Bi Narti. Pamit dulu yah Farah. "

Pamit bu wit mewakili sekelompok wanita di belakangnya.

Duda, tampan, mapan, ramah, siapa? Pikiran Farah berkecamuk. Mungkin disaat mamaknya datang dia bisa tanya mengenai bisikan tetangga tadi

°•°

Hai hai jangan lupa tinggalkan vote, komennya supaya saya bisa memperbaiki dalam hal penulisan.

Maaf jika masih banyak kata, cara penulisaan yang minusnya kebangetan.

Karena semangat masih membara untuk update akan dilakukan satu chapter satu hari.

Kadang mikir kedepannya mau lanjut nulis sesuai dengan minat pembaca.
Oke deh disini aja yah, tunggu besok lagi papay

Pak Haji itu DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang