KAGOSHIMA, JAPAN
Sengan-en Garden
Day 2, 09.00 AMHijau, sejuk, tenang.
3 kata sudah mewakili perasaan Bright saat menginjak lantai batu di bawah. Berdiri selagi menghirup oksigen di depan gerbang utama sebuah taman di Kagoshima. Dibangun tahun 1895, tidak heran bentuk mulai berubah—justru itu yang membuat nilai historisnya melambung tinggi.
Tidak banyak turis datang sepagi ini, masih lumayan sepi. Satu-dua petugas kebersihan menyapu halaman. Banyak burung berkumpul di tengah ruang lapang, jalan-jalan kecil dengan kaki pendeknya. Helaan napas memecah udara. Si fotografer sudah siap dengan kamera digitalnya, serta kamera film diletakkan dalam ransel. Pasti bertemu panorama bagus di sini.
Win Metawin memperhatikan cermat. Sejak kunjungan di musium kemarin, langsung paham apa yang sebenarnya Bright suka dalam memotret. Sosok itu lebih memilih pemandangan alam daripada benda-benda dalam ruangan.
Otomatis, jadilah Win mengajaknya pagi ini ke sebuah tempat terbuka, populer akan keindahan panorama. Mendapat peringkat kedua dalam daftar 'Most Visited in Kagoshima', tidak mungkin Win melupakannya. Lagi pula, sudah beberapa kali dia kemari. Salah satu lokasi favoritnya untuk mencari tenang, jauh dari keramaian kota.
"Hei, kau bisa kelebihan oksigen jika terus menghirup seperti itu," ucap Win seraya kepala digelengkan heran pada sosok pemakai beanie. Kemudian, dia memberikan sesuatu. "Ambilah."
Kelopak Bright mengerjap. Kepala menoleh dan netra tertuju pada selembar kertas di tangan patissier muda. "Apa ini?"
"Itinerary tur Kagoshima oleh Win Metawin." Lengan bersilang di depan dada. Suhu pagi ini mencapai 12°C, tergolong normal untuk angka rendah. "Ada tujuh hari, dihitung sejak musium kemarin. Kau di sini delapan hari kan?"
Si fotografer mengangguk, pandangan masih fokus pada jadwal—dibuat oleh lelaki di depan.
"Tujuan utamamu Sakurajima, ada di hari kelima," Win memberi telunjuk di atas kertas jadwal tur, "lalu esoknya bebas. Kau bisa istirahat saja atau berkeliling sendiri jika mau,"
"Apabila ada rekomendasi lain atau ingin perubahan, aku fleksibel. Tinggal katakan saja, tidak masalah."
"Aku percaya padamu, Win," ucap Bright tanpa ada keraguan. Jadwal itu disimpan ke bagian depan ransel. "Tidak ada yang kenal kota ini lebih baik darimu, kan? Bahkan, Google pun kalah."
Win pikir, lama-lama sosok di depannya semakin mirip dengan sang nenek. "Kau terlalu hiperbola."
Perjalanan sang fotografer dan patissier muda dimulai kembali. Masuk destinasi kedua dalam jadwal tur mereka.
Brosur petunjuk ada di tangan Win—tetap diambil walau sudah berulang kali datang. Masuk melewati gerbang utama, disambut lagi oleh bangunan merah pudar lebih cenderung oranye. Bukan gerbang biasa. Berbahan dasar timah murni, atapnya saja mencapai berat lebih dari 1 ton.
Gerbang Suzumon difungsikan sebagai pintu masuk pada periode Edo. Secara historis, hanya pemimpin dan pewaris klan Satsuma yang bisa melewati gerbang bergengsi ini. Namun di masa sekarang, siapa pun sudah bisa melewatinya—termasuk Win dan Bright.
CKREK!
Satu slot film kamera fotografer dipakai seiring tour guide pribadinya bercerita. Lokasi ini pernah jadi salah satu spot syuting drama Taiga berjudul "Segodon". Tidak hanya itu, beberapa bagian Taman Sengan-en juga sama.
Melewati gerbang mewah, Win dan Bright bertemu megahnya kediaman Jepang. Secara resmi merupakan vila milik para pemimpin klan Shimazu (keluarga yang pernah memerintah Satsuma, nama lawas dari Kagoshima). Pada satu kebutuhan, rumah besar ini digunakan sebagai rumah utama, tetapi sebagian besar dibuka untuk publik. Keduanya tidak lama, hanya melihat sekilas interior di dalam lalu keluar lagi dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET HEAVEN OF KAGOSHIMA • brightwin ✔
FanfictionAsumsi Win di Kagoshima, hanya untuk nostalgia dengan sang nenek dan mengenang momen ketika dia lahir. Tidak disangka, justru bertemu fotografer Bright yang sedang berburu keindahan untuk projek fotonya. Sebuah petualangan telah menanti, begitu juga...