KAGOSHIMA, JAPAN
Sakurajima Island
Day 5, 09.15 AMTelah ditunggu sejak awal keberangkatan, datang juga waktu si fotografer mengunjungi tempat yang dinantikan.
Memasuki hari kelima, tidak terasa kurang 2 hari lagi tur keliling akan selesai. Kata 'puncak' tepat sekali mendeskripsikan posisi agenda kali ini. Langit cerah sedikit berawan, itu pun karena asap mengepul di puncak Gunung Sakurajima. Suhu relatif sejuk di temperatur 17°C—skala normal rata-rata harian.
Jembatan dermaga terpijak oleh empat telapak milik sang tour guide dan turisnya. Mereka baru tiba di Terminal Feri, kapal khusus untuk pengunjung Pulau Sakurajima—setiap 15-20 menit sekali mengangkat penumpang. Tidak hanya para pejalan kaki, juga kendaraan bermotor beserta pengendara. Tentu saja tarif yang dikenakan bermacam-macam, tidak dipukul sama rata.
"Kupersembahkan padamu," Win berucap ketika awal pandangnya bertemu oleh wajah Bright, dialihkan pada lanskap, "Sakurajima, The Cherry Blossom Island!"
Senyum lelaki pemakai beanie belum juga pudar sedari tadi. Kedua mata mengedar ke segala arah. "Arti 'Sakurajima'?"
Kepala si patissier muda dianggukan, berusaha menyamakan langkah dengan lelaki di samping.
". . . Yang kulihat hanya dedaunan hijau?" Terdengar jelas keheranan muncul dari vokal milik Bright.
"Sejujurnya, apa pun bisa terjadi dalam legenda berbasis 'masyarakat berkata'." Jari-jari Win membentuk tanda kutip di udara.
"Apa maksudmu?"
"Ada banyak ucapan berbeda tentang bagaimana Sakurajima dinamai. Salah satunya adalah waktu pertama kali pulau ini diciptakan, bunga-bunga sakura terlihat mengambang di atas laut seakan memutarinya,"
"Pulau Sakurajima memang tidak ditumbuhi Cherry Blossom. Abu vulkanik gunung meletus tidak cocok dengan tanah yang dibutuhkan. Alih-alih bunga merah muda, malah jadi balutan sehitam arang."
Belah ranum Bright mengerucut kecil. "Bayanganku di musim semi ini, pohon sakura memenuhi segala penjuru Sakurajima."
"Lantas apa?" Win dibuat terkekeh oleh gelagat lelaki di samping. "Mau kembali saja ke Thailand?"
Kornea mata sang turis bergerak membulat, "Bodoh sekali jika benar-benar dilakukan."
Senyuman muncul sebagai jawaban dari pria rambut kecokelatan. "Kalau begitu, mari selesaikan tur keliling Kagoshima ini sampai jadwal paling terakhir."
Agenda pertama dalam tur Sakurajima adalah Observatorium Yunohira, ditempuh oleh mereka dengan Sakurajima Island View Bus. Adalah titik tertinggi yang bisa dimasuki oleh masyarakat umum. Atap bangunan ini terinspirasi oleh nama pulau itu sendiri, sehingga bentuknya menyerupai kelopak bunga sakura.
Terletak pada ketinggian 373 meter di atas permukaan laut, pengunjung bisa melihat hingga sudut 360° panorama yang luar biasa. Puncak Kitadake menyapa dari arah depan, Medan Lava Taisho menjalar di bawah, dan lanskap kota Kagoshima terbentang luas ke bagian barat melintasi Teluk Kinko. Jika cuacanya bagus, terlihat pula Pegunungan Kirishima di utara dan Gunung Api Kaimondake di selatan.
Kendatipun banyak awan tipis melayang, objek-objek alam itu masih bisa dinikmati. Memang sedikit kabur, namun tidak dapat menghentikan Bright Vachirawit—si fotografer—untuk mengabadikan gambar dari balkon yang ada. Sesuai ucapannya di Taman Sengan-en, "I save the good for the last." Dia benar-benar melakukan hal itu.
Beberapa kali suara jepretan dari kamera terdengar di tengah hening lingkup sekitar. Menghirup napas lalu dihembuskan, tidak percaya kalau raganya bisa sampai sejauh ini. Sang tour guide diakui telah berbuat banyak, bingung harus apa untuk berterima kasih padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SECRET HEAVEN OF KAGOSHIMA • brightwin ✔
Fiksi PenggemarAsumsi Win di Kagoshima, hanya untuk nostalgia dengan sang nenek dan mengenang momen ketika dia lahir. Tidak disangka, justru bertemu fotografer Bright yang sedang berburu keindahan untuk projek fotonya. Sebuah petualangan telah menanti, begitu juga...