Day 3

163 30 4
                                    

KAGOSHIMA, JAPAN
Tenmonkan District
Day 3, 05.40 PM

10 menit via Trem dari Stasiun Pusat Kagoshima.

Distrik Tenmonkan adalah tujuan si turis dan tour guide di hari ketiga jadwal tur mereka. Pas sekali akhir pekan, semakin terlihat ramainya mobilitas pada waktu beranjak gelap. Lampu-lampu pedestrian menerangi setiap jalan. Palang-palang toko aneka warna juga ikut dinyalakan. Macam kendaraan berlalu-lalang, terutama sepeda roda dua dan Trem dalam wilayah.

Lingkup dipenuhi lautan manusia berbagai generasi tidak terhitung jumlahnya. Para pejalan kaki bergerak ke segala arah, mengikuti satu kerumunan ke kerumunan lainnya. Entah secara individu ataupun berkelompok. Turis ataupun lokal.

Sang fotografer tidak berpaling sedikit pun dari pemandangan yang ada. Hidup dan bernyawa, itulah yang dirasa. Dua kata singkat menjadi deskripsi tempat dia berpijak. Tak pernah seorang Bright Vachirawit bertemu zona seperti ini. Bahkan asal negara sendiri, walaupun juga ada yang serupa, jauh sekali perbandingannya.

Bright seperti berteleportasi, dan mungkin sedang bermimpi indah di tempat tidur penginapan. Namun, ketika muncul rasa sakit setelah punggung tangan dicubit kecil, angan itu segera hilang. Karena sejatinya, semua ini memang nyata adanya.

CKREK!

Suara kamera dari pria di sebelah membuat perhatian Win Metawin berpaling. Cukup terkejut, melihat Bright sudah mengambil satu potret dari isi kamera film. Padahal baru tiba di kawasan itu, belum menjelajah sedikit pun tempat yang ada. Itu artinya, visual di depan sangat menarik perhatian si fotografer.

Win punya dugaan jika Bright aslinya membuat klasifikasi dari hasil dua kamera. Digital untuk potret acak, dan film untuk yang wajib diabadikan. Asumsi itu bisa saja salah. Namun fakta bahwa gulungan film di pasaran punya harga tidak murah, sudah pasti jadi salah satu faktor. Apalagi kalau berkualitas tinggi, semakin naik juga nilainya.

"Rekor anyar baru saja tercetak," ujar Win kemudian bertepuk tangan.

Fokus si fotografer teralihkan dari orang-orang saling papasan di jalan. Jelas memandang absurd tour guide-nya yang mendadak berucap demikian. "Kau ini kenapa?"

"Masih di tempat Trem berhenti, sudah ada yang dipotret."

Sebelah alis Bright terangkat, "Ada yang salah, Mr. Tour Guide?"

"Tentu tidak."

"Lantas?"

"Aku hanya ingin tahu, berapa banyak roll film yang kau habiskan jika kita di kerumunan itu," ujar si tour guide, melipat kedua tangan di depan dada.

Bright rasa, lelaki di sampingnya ini melafal sebuah tantangan. "Sebesar apa ekspektasimu?"

Sadar posisi tidak mendukung untuk bincang-bincang, lengan berlapis jaket milik Bright ditarik—membawanya ke pinggir jalan pedestrian. Ternyata, sedari tadi mereka menghalangi penumpang yang akan naik Trem. Seraya tersenyum geli, Win menjawab, "Sebesar kemungkinan, kau berhenti di tengah jalan lalu memotret tanpa melihat sekitarmu."

". . . Masuk akal." Si fotografer menyibak rambut di atas kening. Realita telah menarik kesadaran dirinya.

"Jika kau hilang, Nenek akan mengomeliku."

"Hm?" Lagi-lagi, korelasi yang tidak dipahami Bright dalam satu pengucapan saja.

Win menghembuskan napas. "Sejak awal Nenek bilang aku harus menemanimu berkeliling, itu artinya kau adalah tanggung jawabku. Beliau tidak akan senang kalau sampai melihatmu kembali seorang diri ke penginapan."

SECRET HEAVEN OF KAGOSHIMA • brightwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang