Day 4

136 25 0
                                    

KAGOSHIMA, JAPAN
Io World Kagoshima Aquarium
Day 4, 01.40 PM

Hari keempat adalah hari minggu, puncak dari saat-saat awam pergi liburan.

Ekspektasi berada di titik percaya, tujuan mereka ramai dengan pengunjung. Nyatanya, baru saja melewati pintu utama, justru disambut beberapa orang yang bisa dihitung jumlahnya. Tentu akal sehat masih tidak menerima. Asumsi berikutnya adalah, mungkin saja keramaian itu baru nampak ketika nanti masuk ke dalam.

Lagi pula, akuarium terbesar di Kyushu ini memiliki 7 lantai. Otomatis, sebuah kerumunan muncul paling tidak berskala kecil. Belum lagi yang datang sendiri-sendiri atau berdua saja. Bisa mudah sekali berpencar hingga berubah menjadi satuan.

"Masih tidak kusangka tempat ini ada di list tur kita," ucap Bright Vachirawit, melihat sepucuk kertas di genggaman.

Win baru menyerahkan tiket masuk pada lelaki pemakai beanie. "Apa yang kau sangka?"

"Menyusuri jalanan kota dan berkeliling abstrak tanpa arah?" Kalimat Bright terdengar seperti pertanyaan.

"Mustahil terjadi."

"Kenapa?"

Fokus mata Win tertuju pada dua kertas, diambil gratis sebagai petunjuk akuarium. "Aku tidak suka hal yang tak dijadwal baik."

"A perfectionist, indeed," ucap Bright seraya manggut-manggut.

"Tergantung juga."

"Hm?"

"Aku membuat jadwal tur agar kau bisa prepare sebelum berangkat. Sengaja tidak padat juga karena siapa tahu di antara kau dan aku ada kepentingan, bisa diubah ke lain jam pada hari itu,"

"Dan satu lagi," Tangan Win melipat dua kertas petunjuk akuarium jadi satu. Pandangnya sudah bertemu lagi dengan si fotografer. "Pembuktian."

Yang ditatap juga ikut memperhatikan, "Atas apa?"

"Tidak berlakunya alasan dalam selera memotretmu."

Sang turis hendak membuka mulut dan bertanya, namun tidak kesampaian. Win sudah menarik lengan Bright, sebuah gestur agar dia mengikuti. Pertanyaan di akal terpaksa dijawab nanti, ketika mereka sudah lengang.

Agenda pertama ialah menonton pertunjukan lumba-lumba, dimulai kurang lebih 10 menit lagi. Tidak heran kalau si tour guide menunda percakapan. Jika terlewat, harus menunggu di jam berikutnya, pukul 4 sore. Waktu akan terbuang sia-sia, dan kepulangan mereka bisa semakin larut. Untung saja posisi pertunjukan itu dekat, masih satu lantai. Sehingga, keduanya tidak perlu repot-repot naik terlebih dahulu.

Mudah ditebak, zona kolam lumba-lumba terisi oleh pengunjung. Kebanyakan dari mereka memilih spot terbaik. Bagian tengah selalu jadi incaran jika dudukan penonton berbentuk setengah lingkaran. Terlihat, sayap kanan dan kiri ruangan cukup renggang. Si patissier muda membawa turisnya duduk di salah satu bagian itu.

Lelaki pemakai beanie berucap tidak keberatan saat ditanya perihal lokasi menonton, tidak strategis. Lagi pula, kawasan atraksi tidak sebesar di bayangan. Mungkin karena indoor, lebih mengedepankan segi efesiensi bangunan. Dinding warna putih yang membuat lingkup terkesan lebih luas.

Acara pun dimulai meriah. Kedatangan dua mamalia laut dan instrukturnya membuat segenap penonton bertepuk tangan. Lompat ke sana kemari dengan gesit, memutari kolam. Muncul sebentar di pelataran depan, sirip-sirip digoyangkan—memberi sapaan kepada para hadirin.

Terakhir kali Win Metawin melihat atraksi seperti ini sudah lama sekali, sebelum lanjut studi di Eropa. Jadi begitu menonton lagi setelah beberapa tahun, memori lawas masa kecil simpang siur dalam nalar. Penuh bermain, tanpa harus memusingkan banyak hal. Berbanding terbalik dengan kedewasaan, tanggung jawabnya menggunung untuk diemban.

SECRET HEAVEN OF KAGOSHIMA • brightwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang