15. Secantik rembulan

1.1K 67 0
                                    

"Ya ampun, Nala! Apa itu benar-benar kamu?" Ajeng tercengang begitu melihat penampilan Nala malam itu.

Nala mengenakan gaun berwarna putih sebatas lutut dengan model kerah sabrina yang mengekspos bahunya yang mulus. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dan dibuat bergelombang. Wajahnya dirias secantik mungkin oleh Mariana, yang katanya sejak dulu bercita-cita menjadi make-up artist namun takdir membawanya menjadi asisten rumah tangga.

Bukan hanya karena wajahnya yang tampak berbeda, gaun yang dikenakannya pun membuatnya terlihat bersinar. Meski begitu, Nala merasa tidak percaya diri. Dia merasa tidak biasa didandani seperti ini. Nala takut dia terlihat aneh dengan apa yang dipakainya malam ini.

"Apa ini tidak terlihat berlebihan, Kak?"

"Tentu saja tidak! Ini sebuah pesta yang besar, semua orang akan datang dengan penampilan terbaiknya, termasuk kita semua."

Nala tersenyum, "Aku merasa sedikit gugup."

Mariana balas tersenyum. Dia memasang sebuah kalung dengan liontin berbentuk bulan sabit di leher Nala. "Pakailah ini."

"Aku boleh meminjamnya?"

"Ambil saja. Ini hanya imitasi," ujar Mariana dengan senyum tulus.

Nala menyentuh permukaan liontin yang bertaburan permata itu, "Terima kasih, Kak."

"Hei, Gisel, lihatlah! Nala benar-benar terlihat sangat cantik malam ini!" seru Ajeng pada Gisel yang sebenarnya sejak tadi menatap Nala dengan pandangan takjub.

Namun, seperti tidak mau mengakui hal itu, Gisel hanya mengedikkan bahunya. "Itu semua gara-gara gaun yang dipakainya sangat mahal."

Ajeng hanya mengerling mendengar jawabannya. Nala sendiri tidak mengambil hati ucapannya. Sejak awal Nala sudah diingatkan bahwa Gisel memang seperti itu.

"Oh, ya, Nala, apa kamu punya sepatu?" tanya Mariana.

Nala mengangguk. Dia lantas mengambil sepasang sepatu bertumit tinggi yang berhiaskan taburan kristal dari kolong ranjang. Ketika tertimpa cahaya, sepatu itu tampak berkilauan.

"Waaah, bagus sekali! Tapi, sebentar! Sepertinya aku pernah melihatnya...," ujar Ajeng dengan kening berkerut-kerut. "Tapi, di mana, ya?"

"Ini milik nona Adisti, Kak. Tadi aku menemukannya di kotak sampah."

"Astaga! Dia membuang semua barang sesuka hatinya, padahal sepatu ini kan masih sangat bagus. Apa itu cocok di kakimu?"

Nala mencobanya dan mengangguk. "Aku merasa cukup nyaman."

Mariana menatap Nala tak berkedip. "Kamu terlihat seperti Cinderella dengan sepatu kaca."

Ajeng terkekeh geli. "Iya, itu benar. Ayo, pergi! Pestanya akan segera dimulai!"

Nala melihat ke arah Gisel yang sedang rebahan di atas ranjangnya. "Apa kita tidak menunggunya?"

Gisel mendengus. "Pergilah, aku akan menyusul nanti."

Nala tampak sumringah. "Oke."

"Datanglah, semua orang akan bersenang-senang. Apa yang akan kamu lakukan sendirian di sini?" ujar Mariana hangat, "kami akan menunggumu di sana."

Gisel tidak memberikan jawaban yang berarti. Setelah semua orang meninggalkan kamar itu, dia segera bangun dari posisi tidurnya dengan kaki menjuntai di tepi ranjang.

"Aku akan pergi dengan apa? Aku tidak punya gaun dan sepatu yang bagus."

Sebenarnya dia ingin sekali datang ke pesta itu, bersenang-senang seperti yang lainnya. Hanya saja, dia tidak memiliki pakaian yang pantas. Pandangannya berhenti pada beberapa helai gaun yang teronggok di atas ranjang Nala. Sempat terpikir olehnya untuk mencoba salah satunya, namun dia tiba-tiba menggeleng-gelengkan kepala.

Unboxing My BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang