Back song recommendation: All About You - NCT U
Mark akhirnya menyelesaikan jadwalnya, ia kini dalam perjalanan pulang. Langit sudah gelap, dia hanya dapat melihat cahaya-cahaya dari gedung perkantoran yang menjulang tinggi.
"Kalau aku bekerja kantoran bersama Donghyuck, sepertinya seru."
"Apa?" ujar manajernya yang menyetir penuh konsentrasi.
"Aku bicara sendiri kok, Hyung."
Dia ingin segera menghubungi sahabatnya, tapi saat dia menghubunginya tadi sore, Donghyuck berkata bahwa hari ini dia lembur jadi belum bisa ditelpon. Mark menatap layar ponselnya, di sana terpampang pesannya yang belum dibalas oleh sahabatnya. Pesan yang membingungkan dan mengganggu pikirannya.
Perkara bunga.
Kemarin, sebelum dia pergi dari apartemen Donghyuck, Mark terbangun akibat ketukan pintu. Dia melihat Donghyuck masih tertidur nyenyak di sana jadi tidak mungkin dibangunkan, akhirnya dia yang membuka pintu.
"Apa ini tempat tinggal Lee Donghyuck?" tanya lelaki yang ternyata seorang kurir itu pada Mark, tanpa berpikir panjang, ia mengangguk. Sejujurnya pikirannya belum bangun betul, matanya saja masih setengah terbuka. Kurir itu menyerahkan sebuket bunga anyelir putih itu kepadanya lalu pergi.
Kenapa Donghyuck beli bunga pagi-pagi? Ah, mungkin untuk temannya yang baru naik jabatan itu.
Tapi ternyata bukan Donghyuck yang beli, bunga itu justru untuknya. Mark ingin segera menghubungi sahabatnya untuk membicarakan hal tersebut, tapi sayang dia harus terjebak dalam rasa penasarannya sampai Donghyuck selesai bekerja.
"Hyung, tolong antar aku ke tempat Donghyuck saja."
.
.
.
Renjun, Donghyuck, dan Jeno saat ini sedang makan malam bersama setelah lembur. Makanan mereka sudah habis sejak lama, tapi ketiga pemuda itu masih terlalu asik mengobrol tentang kehidupan masing-masing sampai tak sadar bahwa sudah larut malam. Jeno bercerita tentang pertemuannya dengan musuh lamanya pada akhir pekan lalu. Renjun bercerita tentang karirnya yang tidak sesuai dengan cita-citanya. Sedangkan Donghyuck, bercerita tentang hidupnya yang begitu monoton.Entah karena mereka seumuran atau pengaruh soju, mereka jadi lebih dekat berkat makan malam hari itu. Donghyuck dan Jeno sudah mabuk, pasalnya keduanya tidak berhenti minum sambil mengobrol. Sedangkan Renjun masih teguh pendirian, dia belum minum sekali karena ingat dirinya harus menyetir untuk pulang. Pandangan pemuda yang tidak mabuk itu tertuju pada satu orang, Donghyuck dengan pipi dan hidungnya yang memerah.
Jeno memang tidak pernah salah mengenai firasatnya, betul Renjun menaruh hati pada Donghyuck. Sejak hari pertama dirinya mulai bekerja sebagai karyawan baru, Donghyuck yang merupakan mentornya itu membuat Renjun tertegun. Tertegun akan sifat pekerja keras Donghyuck dan tentu juga karena paras manis pemuda bersurai coklat itu.
Sekadar informasi, Renjun itu ingin jadi pelukis!
Tapi dia adalah anak tunggal dalam keluarganya, satu-satunya penerus bisnis keluarga. Maka itu dia tidak dapat menekuni mimpinya.
"Oh? Teman sekamarku sudah menjemputku," ujar Jeno melihat pesan yang masuk dari ponselnya dan beranjak dari tempat duduknya dengan langkah yang sempoyongan. "Pak Huang yang terhormat, kami para bawahan ditraktir kan?"
Renjun memutar bola matanya, padahal Jeno yang mengajak makan bersama tapi kenapa bukan dia yang bayar? Jeno cengengesan di sana dan melambaikan tangannya sebelum menghilang dari balik pintu restoran. Kini tinggal Renjun dan rekannya yang mabuk di sana, kepala pemuda di hadapannya itu sudah tergeletak di atas meja, tak sadarkan diri. Renjun yang menyadari kalau restoran sudah mau tutup dan sisa mereka saja sebagai pelanggan pun menepuk bahu Donghyuck, berniat membangunkannya.
"Hm ... 5 menit lagi, Mel," ujar Donghyuck. Renjun terkekeh mendengarnya disebut sebagai 'Mel' walau dia tidak tahu apa maksudnya.
"Ini sudah keempat kalinya kau bilang begitu, ayo berdiri!" kata Renjun yang sedang berusaha mengangkat tubuh Donghyuck dari bangkunya. Ia melingkarkan lengan Donghyuck pada lehernya dan membopong tubuh rekannya itu menuju mobilnya. Tenang, Renjun sudah bayar makanan mereka sebelumnya kok.
Ia meletakkan tubuh Donghyuck di kursi depan, di samping kursi pengemudi. Ditatapnya wajah pulas Donghyuck yang masih sedikit merah itu dan mendengus sambil tersenyum. Mobil pun melaju ke tempat tinggal Donghyuck, untung dia sudah tahu alamat rekan kerjanya itu. Selama perjalanan, Renjun akan tertawa beberapa kali saat Donghyuck mengigau tidak jelas dalam tidurnya.
"Ah, bagaimana bisa aku menghilangkanmu dari pikiranku kalau kau bertingkah lucu seperti ini terus?" ujarnya.
"Aku? Lucu? Hehe. Bisa saja kau, Mel."
Lagi, Renjun tertawa. Membiarkan dirinya disebut sebagai 'Mel'.
Kini mereka tiba di gedung apartemen Donghyuck, Renjun kembali merangkul Donghyuck sampai ke depan pintu tempat tinggalnya. Lantai 5 nomor 555, angka yang sangat mudah diingat saat Renjun pertama kali mengetahui alamat Donghyuck dari Jeno.
"Hyuck, berapa kata sandi rumahmu? Biar aku ketikkan," tanyanya pada pemuda mabuk dalam rangkulannya. Nihil, kedua matanya saja terpejam, Donghyuck sudah di alam mimpi. Renjun yang bingung pun memutuskan untuk menghubungi Jeno, tapi dia baru ingat kalau Jeno juga pasti sudah tak sadarkan diri saat ini.
Sebelum Renjun sempat memikirkan orang lain untuk dihubungi, pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka dan menampakkan sesosok lelaki bersurai hitam dengan kaos merah bertuliskan Vancouver yang menatapnya dan Donghyuck secara bergantian.
Renjun terkejut melihat sosok itu, apalagi saat lelaki itu tampak segera meraih Donghyuck dari tangannya. Spontan, Renjun mengambil langkah mundur, mencoba menjauhkan tangan lelaki itu dari rekan kerjanya. Ia mengernyitkan dahinya, merasa bahwa sosok tersebut tampak begitu familiar. Terlebih lagi, kenapa orang itu muncul dari dalam rumah Donghyuck? Setahu Renjun, Donghyuck tinggal sendiri.
"Anda siapa?" tanya Renjun sambil terus memutar otaknya untuk mencari tahu dimana ia pernah melihat orang itu.
"Apa dia ... si Anyelir putih?" tanya orang itu dengan suara pelan, seperti bergumam kepada dirinya sendiri, jadi Renjun pun tidak dapat mendengarnya.
Belum sempat menjawab, Donghyuck di sisi Renjun tiba-tiba bangun. Ia mengusap matanya, masih mabuk tentunya. Wajahnya sumringah saat sosok di hadapannya membentangkan kedua lengannya sambil tersenyum pula.
"Oh? Mel! Sudah pulang?" ujarnya yang segera menghambur ke dalam pelukan lelaki itu. "Mel, menginap saja lah. Besok kan libur."
"Iya, pasti hahaha." Kedua orang itu seakan lupa bahwa mereka sedang disaksikan oleh seseorang tepat dihadapan mereka.
Renjun sendiri cukup terkejut, ia masih tidak dapat memproses apa yang sedang terjadi. Namun yang jelas, pemandangan di hadapannya cukup berhasil melukai perasaannya.
Lelaki bersurai hitam dengan kacamata bulat itu tersenyum ramah, tapi seperti ada maksud lain. Seakan menyatakan kemenangan kepadanya, lalu ia hendak menutup pintu dan segera ditahan oleh Renjun.
"Tunggu dulu, Anda siapa? Saya tidak bisa membiarkan rekan kerja saya pergi dengan orang tidak dikenal," ujarnya memperingati. Orang itu menatap Renjun lalu melirik Donghyuck dalam dekapannya dan kembali tersenyum.
"Saya Mel."
Satu jawaban itu pun cukup untuk menjawab semua rasa penasaran Renjun tentang hubungan orang tersebut dengan Donghyuck.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST FRIEND? | MarkHyuck
FanfictionKisah tentang kedua sahabat dengan mimpi yang sama namun dengan nasib yang berbeda. Kisah tentang kedua sahabat yang mendambakan kehidupan satu sama lain walau sudah saling mengetahui konsekuensi dari kehidupan yang didambakan. Kisah tentang kedua s...