[ 7 ] Like you

129 24 1
                                    

ᴏᴜʀ ꜱᴛᴏʀʏ - ʙᴀᴊɪ ᴋᴇɪꜱᴜᴋᴇ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ᴏᴜʀ ꜱᴛᴏʀʏ - ʙᴀᴊɪ ᴋᴇɪꜱᴜᴋᴇ

ᴸⁱᵏᵉ ʸᵒᵘ

.

.

.

.

.

.

Fajar menyingsing menyambut hari. Mentari tiba menampakkan diri. Kini (Name) tengah berkutat dalam dapur mempersiapkan sarapan pagi. Ternyata sang ibu belum terlihat batang hidungnya dari semalam.

Ibunya belum pulang hingga pagi datang. Lantas, pergi kemana ia?

Surai (hair color) ia ikat kebelakang guna lebih mudah untuk bergerak bebas. Tak lupa untuk memakai apron kuning milik sang ibu yang menggantung pada pintu.

Baru saja ingin memulai aksinya memasak, namun aktivitas nya terhenti saat melihat bahan makanan dalam kulkas kosong melompong.

Helaan nafas panjang keluar dari mulut sang gadis (Surname). Tak disangka ternyata selama ini isi dalam kulkas tidak berpenghuni.

Poor kulkas-kun.

Dirinya beranjak dari dapur, melepas apron kuning tersebut. Melirik sedikit pada jam dinding yang sudah hampir masuk jam kelas. (Name) kemudian berinisiatif untuk membeli bahan makanan selepas pulang sekolah nanti.

~

Nihil.

Selama sekolah (Name) tidak mendapat uang saku. Boro-boro menabung, uang saku saja tidak dapat. Oh, ayolah ini bukan akhir bulan, 'kan?

Alhasil (Name) harus mengurungkan niatnya untuk membeli bahan makanan. Mungkin lain hari. Terpaksa hari ini ia harus makan nasi dengan garam, lagi.g

Sepanjang perjalanan, hanya raut wajah lesu saja yang tertampak disana. Pandangannya kebawah, kaki jenjangnya berjalan lurus tanpa kenal arah. Niat awal sang gadis memang bertujuan untuk segera pulang.

"Oi, (Name)!"

Namun, niat itu tergeser dengan suara pemuda yang memanggil namanya.

"Baru pulang?" (Name) mengangguk.

"Temani aku sebentar."

Keduanya berpindah tempat menuju sebuah taman tempat mereka pertama kali dipertemukan oleh takdir. Sudah lama juga ya sejak hari itu, pikir (Name).

Baji mendudukkan (Name) diatas salah satu dari ayunan. Sedang (Name) mengerjapkan matanya dua kali memproses apa yang baru saja terjadi.

Tidak biasanya pemuda itu bersikap seperti itu.

Keheningan mulai menyelimuti keduanya. Hanya suara gemericik air yang memenuhi keduanya. Sampailah pada menit ke dua puluh. Merasa sudah terlalu lama berdiam diri, (Name) memilih untuk membuka suara.

Ia berucap tanpa menoleh pada sang empu. Irisnya memandangi langit cerah kala senja. Tidak pernah bosan jika sudah berkaitan dengan langit kala itu.

Bibir yang mengatup kini membuka suaranya, "Warna langit kala senja memang sangat indah. Aku suka itu. Tapi, aku lebih menyukai mu, Baji Keisuke!" Senyumnya merekah pada wajah sang gadis hingga menampilkan beberapa dinding putih berderet rapi memenuhi.

Keduanya tengah melihat keindahan dunia kala senja. Perpaduan warna oranye kekuningan merupakan warna kesukaan seorang gadis sang pengagum senja dan dunia.

"Maaf saja, tapi aku tidak menyukai gadis aneh seperti mu, (Name)." Tersirat nada mengejek dalam perkataannya. Bodoh, aku juga menyukai mu. Sangat.

Bibir ranumnya masih setia mengukir sebuah senyuman yang sudah menjadi prioritas utamanya. Sedikit tertohok dengan jawaban yang diberikan. Sakit tapi tidak berdarah.

"Mou, Kei. Aku lapar, ayo beli Peyoung Yakisoba. Kau yang traktir, haha!"

"Bagi dua, ya?"

.

.

.

.

"Kau tidak makan, Kei?"

"Tidak."

"Oh- HEI, KAU CURANG! ITU MILIKKU!"

"Bagi dua!"































































































Oh tuhan, kucinta dia.
Kusayang dia, rindu dia, inginkan dia.
Utuhkanlah, rasa cinta dihatiku~
Hanya padanya, untuk dia.

Ea, kiw kiw. Numpang ngamen sebelum penutupan. Btw, cukup pendek untuk hari ini karena hampir saja chia kehabisan ide untuk melanjutkan-
Arara, gomen~

Sekian untuk hari ini!
Next?

Our story | Baji KeisukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang