20. Stalking atau Teror?💕

810 44 0
                                    


''Warisan itu sebetulnya nggak ada.''

''Apa?'' Ella menghentikan suapan terakhirnya di tengah jalan lalu buru-buru mengambil minum. Ia tidak ingin melewatkan satu kata pun yang keluar dari mulut Miko.

''Pabrik otomotif di Jerman sudah lama dialih tangan kan, jujur warisan sudah tidak ada. Adhitama hanya dua orang, aku dan Jonathan. Sisanya sepupu dan satu keponakan yang dari garis keturanan sama yaitu Dani. Kami sudah memiliki bisnis dan harta masing-masing yang masih berjalan. Ini semua sudah dirancang mendiang papa supaya nggak terjadi konflik di anak keturunanya. Tahu kan gimana harta warisan bisa jadi biang kerok.''

''Jadi Dani dibohongi?''

''Ya ampun La, jangan bicara seperti itu, ini demi kebaikannya. Kami hanya ingin Dani bisa mandiri, nggak cuma ngandalin harta orang tua.''

''Maaf, kenapa nggak jujur saja sama dia. Kalau Dani tahu semua ini hanya cara supaya dia bisa mandiri, saya rasa anak itu malah kecewa.''

''Makanya saya percaya sama kamu La, saya lihat sejauh ini Dani nurut sama kamu ya? Jarang-jarang loh dia nurut sama orang apalagi sampai ngasih ide buat saya ngasih reward kamu.''

''Reward?''

''Iya, kemarin pas ketemuan sama Angela Seah, sebetulnya itu ide Dani buat ngajakin kamu. Saya dikira atasan yang nggak peduli sama karyawannya.''

''Oh jadi kalau Dani nggak ngasih ide, saya nggak bakal dapat reward ya? Saya sih nggak berharap sampai segitunya Pak,'' sahut Ella dengan senyum terus mengembang. Tentu saja dia bohong. Dani harus diberi ucapan terima kasih apa ya?

''Kalau gini saya jadi lebih tenang.'' Miko menyeruput minumannya dan mengelap mulut sebelum melanjutkan bicara, ''makasih La, saya nggak tahu kalau nggak ada kamu. Selama ini kamu juga udah banyak membantu saya.''

''Itu nggak sebanding sama apa yang udah Pak Miko lakuin.'' Ella menunduk tak ingin mengingat hal itu lagi.

''Kok lama-lama saya jadi nggak enak ya kamu panggil pak terus, kalau di luar panggil Miko aja, usia kita juga nggak terpaut jauh kan?''

''Iya, kita udah sama-sama tua Pak, tapi masih aja betah jomblo.'' Ella melempar pandangannya ke arah pintu berharap Miko terpancing dengan kalimatnya.

''Kamu juga betah, nggak capek ngejar saya terus?''

Ella langsung terkesiap dan tampak salah tingkah.

''Cuma becanda La, lain kali temani saya kayak gini lagi nggak keberatan kan? Mumpung belum ada gandengan.'' Miko tampak senang melihat Ella yang sudah seperti kepiting rebus di tempatnya, entahlah ia jadi suka menggoda Ella.

''Iya saya tahu cuma becanda, boleh saja. Apa Bapak kesepian akhir-akhir ini?'' giliran Ella menggodanya, jarang-jarang Miko menampakkan ekspresi riang dan santai seperti ini.

''Tuh kan nggak usah panggil bapak La.''

''Iya Mi...ko,'' ucap Ella dengan sedikit terbata. Mungkin suatu hari menyebut namanya tanpa embel-embel 'pak' lagi akan terdengar biasa, yah Ella memang harus membiasakannya sebelum memanggilnya dengan kata sayang.

''Ella...La, Ella.'' Miko melambaikan tangan di muka Ella yang terlihat bengong di tempat.

''Ah, iya Pak, maksudnya iya Miko, apa tadi?'' Ella benar-benar terlihat salah tingkah dengan mengusap belakang lehernya beberapa kali.

''Habisin makananmu.''

''Oh, iya.'' Buru-buru Ella kembali fokus ke hidangannya dengan perasaan yang berbunga-bunga.

Cinta Satu KamarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang