Bagian Dua

579 72 15
                                    

Ihwal pendidikan boleh saja ringkas, namun Beomgyu tetap mengerti akan satu prioritas. Hukum alam, bahwa segalanya berputar bagai bianglala di pasar malam.

Bukan beban besar apabila dirinya sandangi gelar kuli susu, mengingat ia wajib terus jalani hidup seperti titah sang ibu. Beomgyu terlalu naif, memegang teguh karma yang entah kapan akan bekerja impulsif.

Bibinya saban pagi berteriak, "Cepat, uang sudah menunggu untuk dijemput!"

Tidak lupa pula segebyur air, menjadi rutinitas sehari-hari pemuda manis hingga ia tak perlu repot mengeringkan kasur yang basah. Ya, tentu karena cuma sepetak lantai yang mengalasi tubuhnya. Bukan serat kain hangat apalagi empuk.

Ada berbagai benang kusut dalam otak kecilnya, semacam "Aku ini hidup untuk apa? Apakah mati menyenangkan? Tetapi, rasanya bunuh diri pasti menyakitkan. Aku takut Ibu murka, jika aku pergi menjumpainya.."

Hanya itu keseharian sang bocah malang, ketika meratapi puing rumah besarnya yang hangus dilalap api sarat kebinasaan.

Nyaris lupa bahwa ia memiliki seseorang bernama Kang Taehyun, diusianya yang menginjak 9 tahun. Temannya, yang sering hibahkan bongkahan roti coklat kedambaannya. Menjadi kolega kecil panjati pohon mangga, serta dorongi ayunan di taman dekat kompleks perumahan. Beomgyu, sepenuhnya abai.

Raganya ditarik paksa, pula pikiran dipatri warna wajah sang orang tua yang tewas penuh luka.

Sejak saat itu, Beomgyu hampa.

.
.
.

Duburnya yang perih secuil teredam akan lembutnya serat dibawah sana, bikin dia terjengat mendadak sadari sesuatu.

Beomgyu tertegak spontan, mengetahui ia tidur beralaskan kasur. Jadi, begini ya, rasanya?

"Oh, sudah bangun, Kkyu?"

Dadanya nyeri, ketika sepasang mata itu saling mematri.

Dia, telah memerkosanya.

Dia juga, telah menolongnya.

Apa yang harus Beomgyu ucapkan sebagai bentuk balasan?

Taehyun beri usapan pada pucuk kepala, memutar otak agar manisnya kembali ceria. Tanpa perlu mengkhawatirkan apapun lagi. "Mungil Kkyu kedinginan? Ingin mandi air hangat?" Hanya itu yang bisa pemuda Kang tawarkan. Ia belum sempat memasak, berspekulasi bahwa Beomgyu akan berkali lipat riang jika dibawa menuju restoran juga toko baju.

Mencebik marah, Beomgyu menendang-nendang kecil abdomen kekar Taehyun dari balik selimut. Tangannya ditahan oleh Taehyun supaya tidak ikut bekerja sama, mewanti-wanti bila malah menambah masalah.

Afeksi sederhana itu jelas hantarkan kekeh samar pada Kang Taehyun, mengerti betul akan reaksi Beomgyu yang pasti akan mengamuk di pagi hari.

Lengannya makin merengkuh erat, sampai tubuh telanjang keduanya kian menempel rapat. Terlebih, selimut telah jatuh ke bawah lantai, akibat tendangan Beomgyu tadi yang kepalang cuai.

"Jangan peluk! Kkyu tidak suka peluk-peluk!"

Tubuh Beomgyu berbalik, membelakangi Taehyun yang tengah terkikik.

"Tidak suka? Tapi, tangannya genggam-genggam seperti ini. Iya, Kkyu tidak suka, ya?" Setengah menggoda, Taehyun membiarkan jemarinya dimainkan oleh Beomgyu yang masih berbaring memunggungi.

Nihil jawaban, agaknya pemuda Choi masih pada dunianya sendiri-meraba pula meremat hasta panjang milik Taehyun.

Sontak tubuh Beomgyu diubah supaya berhadapan, selagi lengannya yang melingkari pinggang ramping si manis tersebut tambah memudahkan.

{Milk Coolies}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang