Bagian Empat

390 61 16
                                    

Yang Jungkook tahu, Beomgyu merupakan anak dari perempuan yang dahulu jadi tambatan hati. Sempat bertemu kala jemput Taehyun di taman kanak-kanak, buat Ia kulik satu fakta tersebut. Tatkala Geyra menggendong Beomgyu yang tengah tertidur dengan Taehyun yang senantiasa menemani. Juga menunggu jemputan sekaligus.

"Ibuna Kak Bamu, Teyun pulang dulu. Papa jemput, nanti salamin ke kak kkyu yaa!" ujar Taehyun polos, sembari mendekat ke arah Jungkook.

Geyra ciptakan gesture terkejut, "Wuah, ternyata Taehyun itu anakmu, Jung?"

Si lelaki dewasa hanya ulas cengiran malas, "Begitulah, kau datang sendiri?" Tanya Jungkook basa-basi.

Geyra anggukkan kepala ringan, "Yap, nasib istri seorang juragan, Jung. Lebih terasa seperti janda, padahal suami masih ada. Baik, kalau begitu, aku dan Beomgyu pulang dulu. Dadah, nak Taehyun~"

Berakhir mereka berpisah, dengan Beomgyu yang masih terlelap.

.
.
.

Posisi duduknya sedikit canggung, membawa sebuah kotak makan siang untuk Taehyun. Yah, walau kini dirinya malah dihadapkan dengan mantan Tuannya dalam ruangan ini.

"Taruh saja di meja ya, Nak. Taehyun masih belum selesai rapat dengan tamu tadi."

Mendengar itu, Beomgyu mematuhi Jungkook. Taruh kotak nasi di meja berisi tumpukkan berkas milik Kang Taehyun, lalu kembali simpuhkan pantat di sofa.

Jungkook kembali membuka suara, tidak ingin senyap balik menghampiri. "Dulu, kamu percaya tidak, Beomgyu? Ibumu adalah mantan wanita incaran saya, yang kandas begitu saja setelah ia menikahi ayahmu. Tapi lebih bersyukurnya lagi, saya bertemu istri saya, sehingga lahirlah anak setampan Taehyun," jeda sejenak. Beomgyu sedikit terkejut dengan pernyataan Jungkook, meskipun sedetik kemudian dia tersenyum kikuk.

"Sayangnya, Tuhan kembali hadiahi saya cobaan. Istri saya atau Ibu Taehyun, meninggal tepat diusia Taehyun yang ke 10 bulan. Lebih baik seperti itu, daripada saya melihatnya tersiksa terus menerus melawan tumor otaknya. Kurasa, meninggal jadi pilihan yang terbaik, benar?"

Mata Beomgyu mendung seketika, beradu tatap dengan Jungkook yang kini tengah menerawang entah membayangkan apa. Beomgyu terbawa suasana, setelah mendengar pernyataan barusan.

Baru ia hendak memberi kata semangat, Taehyun datang dengan muka kusut. Membuat Beomgyu lagi-lagi menutup mulut.

"Maaf, rapat kali ini lebih lama dari perkiraan. Kau sudah menunggu lama, Kkyu?"

"Tidak juga, lagipun aku mengobrol dengan Ayah Jungkook. Jadi, menunggumu tidak terasa lama, hehe."

Pria paruh baya itu mengangguk setuju, "Jangan terlalu dipikirkan, Taehyun. Profesional tetap nomor satu, kecuali kamu terdesak sesuatu yang sangat penting. Ayah tidak mau kamu menyalah-gunakan jabatan untuk lari dari tumpukkan pekerjaan."

"Iya, Ayah. Sekarang, bisakah kau pergi? Anak bujangmu ini perlu waktu privasi."

Jungkook berdecih kecil, "Halah, bujang-bujangan, cih. Padahal sudah lepas perjaka."

.
.
.

"Taehyun mau dipijat?"

Melihat raut lelahnya, membuat Beomgyu sedikit khawatir. Kotak nasi sudah habis sedari tadi, dimakan lahap oleh si pemuda Kang.

"Boleh? Bahuku agak pegal, bisa minta pijat?"

"Tentu!"

Masih di area kantor, Taehyun duduk bersila di lantai beralaskan karpet bulu tebal. Sedangkan Beomgyu duduk diatas sofa, memijat Taehyun dari belakang.

"Ayah Jungkook hebat sekali ya, Tae. Bisa membangun dua bisnis sekaligus, bukan sebatas pabrik susu saja."

Taehyun sedikit melirik ke arah Beomgyu, "Tentu lah, anaknya juga tak kalah hebat, iya kan?"

"Iyaa, Taehyun juga keren!"

Mendadak, Taehyun berbalik arah hingga berhadapan dengan Beomgyu. Menghapus jarak, hingga hidung keduanya nyaris bersentuhan.

"Kalau begitu, Kkyu sudah mau buat nikah sama Taehyun, dong?"

"Ishh, bikin kaget saja! Kan memang mau, udah dijawab kemarin, Tyun!! Aarrrr, jangan pegang paha, gelii!!! Bhuahahaha, Taehyuniee!!"

Keduanya asyik bercanda, sampai suara pintu diketuk alihkan atensi mereka.

Setelah Taehyun bukakan pintu, seorang wanita cantik muncul bersama beberapa berkas di tangan. Dipersilahkannya oleh Taehyun masuk ke dalam ruangan, kemudian mereka berbincang asik dengan bahasa yang sedikit kurang dimengerti oleh bocah biasa macam Beomgyu. Melihat Taehyun yang begitu fokus, dengan sesekali tawa terselip diantara mereka, ciptakan secuil rasa cemburu bagi Beomgyu.

Sampai beberapa jam, Beomgyu tak sengaja tertidur di bagian sekat ruangan Taehyun yang lain. Tadi memang Beomgyu izinkan diri pindah ke area itu, supaya tak kacaukan pembicaraan Taehyun.

Sial beribu sial, begitu Taehyun mengantar wanita tadi keluar ruangan, ia langsung cabutkan diri ke area parkir. Melupakan Beomgyu yang tertinggal di dalam ruangannya.

.
.
.

Pertengahan jalan, merasa ada yang janggal, Taehyun tepikan mobilnya sejenak di pinggir trotoar. Sampai otak lelahnya mengingat, bahwa Beomgyu masih tertidur pada ruangan sekat sebelah.

Panik, Taehyun tancapkan gas penuh balik menuju kantor ayahnya. Lantas, buru-buru ia putar balik menuju kantor.

Begitu sampai, malah pemandangan tak enakkan mata ia dapati. Beomgyu meringkuk  di depan pintu, dengan seorang lelaki yang Taehyun yakini, itu Hueningkai, teman kantornya dari divisi pemasaran. Lelaki bule itu terlihat berusaha menenangkan Beomgyu yang nampak menangis, terlihat dari punggungnya yang bergetar.

Tanpa basa-basi, Taehyun mendekat lalu menarik Beomgyu kasar hingga si Choi langsung berdiri tegap. "Taehyun, syukurlah kau datang, dia sedari tadi memanggilm-"

"Aku duluan, Kai. Selamat malam."

"Tunggu dulu, dia siapamu, Hyun? Baru kali ini aku melihatnya.."

Taehyun makin merapatkan pelukannya, "Calon suami. Sudah dulu, terimakasih sudah mau menolong Beomgyu."

Dua sejoli itu pergi tergesa-gesa, meninggalkan Hueningkai yang masih ternganga.

.
.
.

Entahlah, keduanya sama-sama membisu. Sampai perjalanan menuju rumah terasa begitu panjang. Taehyun tentu merasa bersalah, namun melihat Beomgyu yang dengan mudahnya dipeluk oleh orang lain, bikin kalbu Taehyun kebakaran jenggot.

Mau inisiatif meminta maaf terlebih dahulu, dikalahkan oleh gengsi berikut cemburu.

Terlebih Beomgyu, tentu ia kesal kuadrat. Tidak tahu harus bagaimana, sebab ia masih sadar diri, bahwa Taehyun memang mungkin saja hanya memperalat tubuhnya. Dengan kata lain, tidak bersungguh-sungguh atas seluruh ucapannya.

Sampai pada akhirnya, mereka pijaki halaman rumah. Beomgyu memberanikan diri berucap, "Taehyunie, maaf-"

Belum selesai Beomgyu bicara, Taehyun menghela nafas. "Tidak, harusnya aku yang minta maaf. Kau pasti ketakutan sampai menangis tadi, maaf."

Tidak ada peluk, atau afeksi ringan yang lain. Tubuh Beomgyu yang mulai terbentuk-hasil dari ikut olahraga bersama Taehyun-menunduk lemah. Sampai dirinya berinisiatif ambil selimut dan bantal, hendak tidur di sofa ruang tengah dalam rangka menghindari Taehyun.

"Jangan tidur di luar, Beomgyu."

"Tapi ak-"

"Kau dengar tidak, sih?! Kubilang, tidur disini!"

Mendengar bentakan Taehyun, Beomgyu buru-buru baringkan tubuh di kasur. Menghadap ke arah tembok, membelakangi Taehyun. Selimut ia naikkan tinggi-tinggi hingga tutupi seluruh tubuh.

Taehyun tertegun, apa, baru saja, ia membentak Beomgyu?

[]

{Milk Coolies}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang